Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PERTANDINGAN MEMANAH

Duo Duo yang selama hampir dua tahun berada di negeri Tal bukan karena keinginannya tampaknya ia mulai terbiasa dan mengerti banyak tradisi serta budaya negeri ini. Ia dibuang dari negaranya setelah sang Ayah yaitu Kaisar Yun wafat. Sang ibu yang saat itu adalah seorang ratu pun tak mampu melawan klannya sendiri. Mengorbankan sang putra demi kejayaan klannya dan membiarkan perdana menteri Lao memimpin negeri tersebut. Meski demikian, hati nurani seorang ibu terhadap anaknya tidak mungkin sekejam itu. Putra Mahkota yang dihukum karena terlibat kasus Guru Qian palsu akhirnya diampuni dan harus rela meninggalkan istana. Permohonan sang ratu pada klannya adalah tetap menjanjikan tahta pada putranya meski tidak di negeri Yun. Maka dari itu, Negeri miskin seperti Tal inilah tempat sang Putra Mahkota berada dan dijanjikan tahta.

“Putra Mahkota, sudah cukup! Anda terlalu bersemangat," ujar seorang pengawal dengan napas ngos ngosan setelah adu jotos dengan sang Putra Mahkota yang sedang berlatih ilmu bela diri.

“Dasar lemah, ayolah satu ronde lagi baru aku akan mengampuni dirimu," jawab Putra Mahkota sembari tertawa. Duo Duo yang dulu arogan sekarang tidak lagi. Setelah pukulan berat kehilangan gadis yang paling ia cintai Wang Shuwan. Bahkan, menurut rakyat Negeri Tal, Duo Duo adalah Putra Mahkota yang ramah dan tidak canggung berbaur dengan rakyat jelata. Itu sebabnya, Raja Baek semakin merasa tersaingi olehnya. Bagaimana mungkin orang yang tidak lahir di Negeri Tal menjadi sangat dicintai oleh rakyat negeri tersebut.

Pergulatan antara Putra Mahkota dan pengawal itu pun kembali dilanjutkan. Satu ronde lagi. Keduanya mengerahkan kemampuan dan tenaga terakhir. Saling pukul, saling tendang, hingga sang pengawal pun menemukan titik lemah Putra Mahkota. Maka akhirnya tumbang lah si Putra Mahkota lalu pingsan. Seketika orang orang menjadi panik dan segera memanggil tabib.

Syukurlah, rupanya bukan cedera yang parah. Putra Mahkota siuman dan langsung kembali melihat yang lainnya berlatih. Baik Putra Mahkota maupun Raja Baek sama sama membentuk pasukan militer mereka sendiri. Jika Raja Baek membentuk pasukan militer rahasia guna menyerang kerajaan saat Putra Mahkota benar benar menduduki tahta menggantikan Kaisar Tal, berbeda dengan Duo Duo. Pemuda itu membentuk pasukan militer rahasia untuk melindungi perbatasan Negeri Tal jika sewaktu waktu Yun berniat menghancurkan negeri ini. Entah apa yang membuat Duo Duo begitu mencintai negeri miskin ini ketimbang negeri di mana ia dilahirkan sebagai putra mahkota. Kendati demikian ia tidak pernah punya keinginan untuk menduduki tahta.

Bagi Duo Duo, tak penting apakah ia atau Raja Baek yang kelak menggantikan Kaisar Tal. Menjadi Putra Mahkota di dua negara sudah lebih cukup baginya. Akan tetapi, jika putra mahkota dari mendiang ratu sebelumnya ditemukan, maka ia harus siap kehilangan gelar Putra Mahkota Yun. Gelar Pangeran akan disandangnya begitu Putra Mahkota pertama ditemukan. Atau mungkin ia justru akan menyandang gelar Kaisar, tetapi bukan di negeri Yun melainkan tetap di Negeri Tal.

“Pengawal!"

“Saya, Yang Mulia."

“Haih, bukan kamu. Panggil pengawal yang tadi memukulku sampai pingsan!" titah Putra Mahkota.

“Ampuni hamba, Yang Mulia ...,” pinta pengawal yang baru saja tiba karena mendapat panggilan dari pengawal lain. Pria itu membayangkan sang Putra Mahkota akan memberikan hukuman cambuk mungkin lebih buruk lagi karena telah membuat Putra Mahkota sampai tak sadarkan diri.

“Apanya yang ampun? Katakan kau berasal dari mana? Kenapa kau tampak asing?"

“Saya berasal dari ibu kota, Yang Mulia. Saya kabur dari kejaran pengawal kerajaan saat ... saat ....”

“Saat apa?!"

“Saat mengawal barang di pelabuhan bersama yang lainnya."

“Pengecut! Eh, tunggu dulu, kenapa kau harus kabur? Ilmu bela dirimu sangat hebat melawan pengawal kerajaan apa susahnya? Dan lagi, barang apa yang kau kawah sehingga harus kabur saat pemeriksaan pengawal kerajaan?"

Dicecar berbagai pertanyaan bertubi tubi oleh Putra Mahkota, pengawal itu akhirnya mengaku. Ia tadinya adalah prajurit rahasia bentukan Raja Baek. Ia dan yang lainnya selain menjadi prajurit rahasia ternyata juga punya tugas lain yaitu mengawal barang terlarang hingga pelabuhan untuk diperdagangkan keluar dari negeri Tal. Ia mengaku sebenarnya ia dan yang lainnya termasuk pemimpinnya adalah orang baik yang mencintai negeri ini. Namun, tengah diperalat oleh Raja Baek dengan dalih hasil perdagangan barang ilegal itu nantinya akan digunakan untuk dibagikan pada rakyat miskin. Semua itu dilakukan oleh Raja Baek karena saat ini beliau hanya seorang raja bukan kaisar sehingga tak punya kewenangan menggunakan uang negara meski untuk membantu rakyat tanpa persetujuan kaisar terlebih dahulu. Oleh sebab itu beliau menempuh cara ilegal dan orang orang tulus itu telah diperalat.

“Kalau begitu, Raja Baek adalah calon pewaris tahta yang mencintai rakyatnya, bukan begitu?" tanya Putra Mahkota.

“Jika beliau orang baik, saya tidak akan meninggalkan beliau. Saya mendengar dengan telinga saya sendiri percakapan Raja Baek dengan Panglima Bong. Uang dari perdagangan ilegal itu digunakan untuk mempersenjatai pemberontak."

“Tunggu, tadi kau bilang kalian punya pemimpin yang sebenarnya orang baik tapi saat ini masih diperalat oleh Raja Baek, bukan?"

“Iya, Yang Mulia. Namanya Lee Hwon, murid Guru Oian yang saat itu sama sama terlibat kasus yang sama dengan Anda, Yang Mulia."

“Lee Hwon....."

Putra Mahkota pun tertarik ingin bertemu dengan Lee Hwon. Pengawal itu bilang, keseharian Lee Hwon selain menjadi prajurit rahasia adalah seorang bandit yang sangat ditakuti di ibu kota. Ia melindungi pedagang lokal dan menerima uang keamanan lebih rendah untuk membiayai anak anak terlantar. Semua pekerjaan yang mengandalkan keahlian bela diri diterima selama bisa menghasilkan uang. Bagi rakyat ia orang yang baik tapi sangat kejam pada para preman yang berani memeras pedagang kecil.

Putra Mahkota ingin melihat seberapa tangguh Lee Hwon dan ingin berduel dengannya. Robin Hood kesiangan, begitu Putra Mahkota memberikan julukan pada pria kecil yang bahkan belum pernah ia temui. Akan tetapi, mendengar dari cerita si pengawal, tampaknya Lee Hwon terlalu lugu sampai bisa terperdaya oleh Raja Baek. Yang menarik lagi adalah karena pria kecil itu memiliki hubungan dengan mendiang Guru Qian. Meski hanya murid dan guru tetapi cukup membuat Putra Mahkota penasaran.

“Yang Mulia, kita tidak tahu seberapa bengisnya pria kecil itu. Lebih baik Anda fokus pada tahta Kaisar Tal karena ternyata Raja Baek tidak begitu saja membiarkan Anda menggantikan ayahnya," cegah Kasim Ju orang yang setia pada Putra Mahkota dan merawat Putra Mahkota sejak kecil.

“Sudah berapa kali kukatakan aku tidak peduli dengan tahta kerajaan negeri Tal."

Pagi itu, sebelum matahari terbit, Putra Mahkota bersama beberapa pengawal termasuk Kasim Ju bertolak ke ibu kota untuk menemukan keberadaan Lee Hwon. Menurut informasi, tepat pukul sepuluh siang biasanya Lee Hwon berada di pasar untuk mengambil setoran uang keamanan. Sesuai rencana, kedua rombongan itu pun dipertemukan tepat di tengah keramaian pasar ibu kota.

“Berandalan. Kukira kau seorang dengan penampilan prajurit,” ucap Putra Mahkota.

“Apa kau seorang perancang busana? Ada hal lain yang bisa kau katakan selain penampilanku?"

Tampaknya Putra Mahkota sama sekali tak mengenali bahwa itu adalah Wang Shuwan. Sebaliknya, meski Wang Shuwan tahu betul bahwa yang berada di hadapannya adalah Putra Mahkota, orang yang pernah berusaha membebaskannya dari hukuman mati, tapi ia tak ingin mengakui bahwa dirinya adalah wanita yang sama yang dipaksa menghabiskan semangkuk racun.

“Hiduplah sebagai Lee Hwon ...."

Pesan Guru Qian kepadanya selalu terngiang ngiang. Wang Shuwan telah mati dan sekarang adalah Lee Hwon. Begitu banyak yang harus ditebus meski harus menggunakan identitas yang baru. Wang Shuwan sangat bekerja keras demi ini semua. la bahkan harus membuang jauh jauh bahwa asalnya dari Zhao dan menahan diri untuk tidak mencari tahu kabar orang tuanya.

“Kudengar kau ahli memanah. Ayo bertanding denganku! Jika kau menang, aku akan menghilang dari hadapanmu tapi jika aku menang kau harus menjadi orangku, bagaimana?"

“Hei, Pak! Aku sedang banyak kerjaan, aku tak mau bermain main denganmu. Jadi pergilah sekarang dari jalanku," titah Wang Shuwan menolak tantangan Putra Mahkota. Perkataan Wang Shuwan yang terkesan tidak sopan kepada Putra Mahkota pun memicu kemarahan dari pihak pengawal putra mendiang kaisar Yun itu. Namun, Wang Shuwan tahu betul ia kalah jumlah.

“Jika tak ingin anak buahmu terluka, terima saja tantanganku!" seru Putra Mahkota dan akhirnya Wang Shuwan pun setuju.

Pertandingan pun di mulai. Yang menarik adalah pertandingan memanah ini tak hanya bagaimana anak panah mengenai target. Akan tetapi, rupanya Putra Mahkota membuat pertandingan menjadi semakin mendebarkan. Ia menyiapkan dua guci besar berisi arak dan gayung kulit labu di atasnya. Rupanya ia ingin adu minum dan konsentrasi. Peraturannya adalah satu kali minum satu kali memanah dan pada kondisi mabuk tentu akan sulit mengenai target.

Tak mau hanya mengiyakan peraturan yang dibuat oleh Putra Mahkota, Wang Shuwan pun mengajukan syarat. Yaitu masing masing mengurus satu orang untuk memegang target panah yang terbuat dari papan kayu lingkaran. Dari pihak Wang Shuwan langsung maju seorang yang setia dan percaya bahwa Wang Shuwan akan membidik dengan tepat. Pun dengan dari pihak Putra Mahkota. Kali ini taruhannya adalah satu nyawa dari anak buah masing masing. Begitu panah meleset maka akan mengenai orang yang memegang papan kayu di atas kepalanya.

Satu panah melesat! Panah kedua melesat!

Panah ketiga melesat dan keduanya mulai sempoyongan. Hingga pada panah keempat meski meragukan tetapi keduanya sama sama mengenai target. Namun, pada panah kelima. Wang Shuwan benar benar kacau, pandangannya kabur karena terlalu banyak minum arak. la pun justru mengarahkan panah pada pria di sampingnya yaitu Putra Mahkota. Ia lebih memilih membunuh Putra Mahkota daripada harus melukai anak buahnya. Namun aksi itu segera dicegah dan pertandingan pun kacau. Wang Shuwan dinyatakan kalah karena menyerah. Ia pun limbung, menjatuhkan kepalanya pada dada Putra Mahkota lalu muntah.

Melihat lawannya teler dan kalah, Putra Mahkota dan para pengikutnya bersorak sorai merayakan kemenangan. Mereka pergi ke kedai Untuk makan dan minum sepuasnya. Mulai esok, sesuai kesepakatan awal, Wang Shuwan Lee Hwon harus menepati janji untuk menjadi bagian dari orang orang Putra Mahkota.

Meski tak terima dengan kekalahan itu, Wang Shuwan tak ada tenaga untuk melawan. Ia mabuk berat sehingga harus digendong kembali ke markas, tetapi bukan camp prajurit rahasia Raja Baek. Ya, sudah beberapa bulan terakhir Wang Shuwan memilih untuk tinggal mandiri di luar camp prajurit. Ia dan kelompoknya masih di bawah perintah Raja Baek hanya untuk menjalankan tugas mengawal barang perdagangan ilegal.

To be continued

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel