Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

MENGABDI PADA RAJA

“Kak Jian, bertahanlah! Jangan tinggalkan aku sendiri ...."

“Wang Shuwan, kau harus tetap hidup. Hiduplah sebagai Lee Hwon agar terus selamat," ujar Kang Jian yang sudah tak mampu lagi bertahan. “Meski kau terlahir sebagai wanita di dunia yang berbahaya ini, tapi aku telah begitu kejam padamu, membuatmu mempertaruhkan nyawa demi aku yang akhirnya justru meninggalkan dirimu."

“Kak Jian!"

Wang Shuwan tersentak dari tidurnya. Ia tak ingat kapan ia kembali ke kediaman Tuan Ma dan kini terbangun di atas tempat tidurnya saat matahari sudah cukup tinggi. Gadis berpakaian pria itu melihat sekeliling, menyadari hanya dirinya yang masih berada di tempat tidur. Sementara yang lain mungkin sudah sibuk dengan garam garam milik tuan mereka.

“Lee Hwon, kau sudah sadar?" tanya senior Jang.

“Senior apa yang terjadi?"

“Kau tak ingat? Kau pingsan di depan gerbang setelah misi tadi malam. Ayo berkemas! Kita harus ikut Tuan Ma untuk menghadiri pemakaman."

“Tunggu! Pemakaman siapa?"

“Heeeih, aku tahu beliau yang membawamu ke sini, beliau juga satu satunya keluargamu yang tersisa, tapi kau jangan bersedih. Guru Qian sudah meninggal."

“Apa?!"

Saat terbangun, Wang Shuwan mengira semua yang terjadi adalah mimpi. Namun ternyata tidak, Senior Jang baru saja mengatakan sama halnya yang terjadi malam itu. Qian Kang Jian benar benar telah meninggal dunia.

Rombongan Tuan Ma termasuk Wang Shuwan telah sampai di rumah duka. Mereka mengatakan semua hal baik tentang Kang Jian. Sungguh mustahil orang cerdas dan bijaksana itu meninggal karena dibunuh. Konon katanya pembunuhnya lah yang dengan sengaja meletakkan jasad pria terpelajar itu di depan pintu rumahnya. Orang yang pertama kali melihatnya adalah sang isteri Le Ying yang hingga saat ini masih belum bisa menerima kepergian sang suami. Wanita malang itu terus terdiam dengan tatapan mata kosong seolah jiwanya juga turut mati bersama Kang Jian.

“Aku tak mampu melindungi rakyatku. Ayah yang tak becus membunuh anaknya, sedangkan raja yang tak becus membunuh rakyatnya. Aku benar benar tak layak menjadi raja negeri ini. Demi negeri ini, Guru Qian telah pergi untuk selamanya. Beliau adalah orang kepercayaan milikku dan seseorang dengan kuasanya telah membunuhnya. Aku bersumpah tidak akan memaafkan orang itu," ungkap Raja Baek di rumah duka yang didengar oleh mereka yang saat itu hadir di sana.

Semua orang mulai berasumsi bahwa Putra Mahkota dari Yun lah dalang dari kematian sang guru besar sebagai bentuk untuk memperlihatkan kekuasaannya atas negeri Tal ini. Namun, Wang Shuwan menjadi bingung. Saat terakhir Kang Jian hendak mengatakan sesuatu mengenai Raja Baek. Raja yang terlihat seperti begitu mencintai rakyat ini memang terancam gagal naik tahta karena kedatangan Duo Duo Putra Mahkota dari Yun.

Usai upacara pemakaman, Wang Shuwan mengikuti Raja Baek yang tak langsung kembali ke istana. Putra kaisar Tal itu mengadakan pertemuan mendesak dengan Tuan Ma dan orang orang kepercayaan di sebuah pendopo belakang kediaman Tuan Ma. Rasa penasaran akan pesan terakhir Kang Jian membuat Wang Shuwan mengambil langkah yang berani dan nekat. Ingin tahu lebih dalam siapa Raja Baek dan maksud dari ucapan Kang Jian kala itu.

“Hachi!"

Di balik semak, Wang Shuwan tak sengaja bersin sehingga keberadaannya mengejutkan orang orang di pendopo termasuk Raja Baek. Wang Shuwan pun akhirnya keluar dari persembunyian dan memberi hormat pada Raja Baek serta tak lupa memohon ampun.

“Siapa kau?"

“Yang Mulia, saya—“

“Raja Baek, bocah ini pegawaiku. Mungkin dia sedang bersih-bersih di sekitar sini,” sela Tuan Ma berusaha melindungi Wang Shuwan.

“Tidak, Yang Mulia. Saya memang sengaja mengikuti Anda," ungkap Wang Shuwan dengan jujur. Hal itu membuat orang orang di sana termasuk Tuan Ma yang berusaha melindunginya menjadi sangat terkejut. Ia berani sekali berkata demikian tanpa takut Raja Baek akan murka karena ia telah menguping pembicaraan mereka.

“Hahaha ...! Bocah laki laki ini pegawaimu?" tanya Raja Baek pada Tuan Ma.

“Benar, Yang Mulia," jawab Tuan Ma.

“Dia sangat jujur. Pria kecil, siapa namamu?"

“Lee Hwon, Yang Mulia."

“Baiklah, Lee Hwon. Katakan kenapa kau mengikutiku?"

“Saya melihat Anda menangis di pemakaman Guru Qian Kang Jian. Anda juga mengatakan bahwa mendiang adalah orang kepercayaan Anda. Yang Mulia, terimalah saya, saya adalah murid mendiang dan di dunia ini hanya Guru Qian lah keluarga saya."

“Bocah tengik! Lancang sekali kau—" seru Tuan Ma terhenti.

“Tuan Ma. Tidak apa apa, mari kita dengarkan apa mau pria kecil ini. Lee Hwon, kenapa kau ingin menjadi orangku?"

“Agar saya dapat membalas jasa Anda kepada guru saya yang belum tuntas guru saya lakukan."

“Oh, iya? Jasaku yang mana yang gurumu katakan padamu?"

Wang Shuwan mulai bercerita bagaimana Qian Kang Jian membicarakan Raja Baek kepadanya ketika ia masih hidup. Raja yang menerimanya meski ia dalam pengasingan, berbagi rasa percaya dan berniat membangun Tal yang damai dan tak lagi diperbudak oleh Yun yang besar. Banyak hal yang telah dilakukan Raja Baek untuk rakyat meski Raja Baek belum menjadi kaisar. Terutama memberikan kepercayaan kepada Kang Jian untuk mendirikan sekolah di tengah tengah pengasingan. Mendengar cerita Wang Shuwan, Raja Baek begitu tersanjung dan tak menyangka bahwa dirinya di mata Guru Qian merupakan orang hebat yang baik.

Sejak hari itu, Wang Shuwan telah diterima menjadi orang kepercayaan Raja Baek. Apalagi keterangan Wang Shuwan turut diperkuat oleh Tuan Ma yang mengatakan bahwa Guru Qian lah yang mengantar pria kecil itu ke kediaman Tuan Ma agar ia menjaga dan mempekerjakan Wang Shuwan seperti yang lainnya.

Wang Shuwan hidup sebagai Lee Hwon. la tak lagi tinggal di kediaman Tuan Ma melainkan di asrama prajurit istana Raja Baek yang khusus melindungi dan di bawah perintah Raja Baek. Siang dan malam ia terus berlatih bela diri, pedang, memanah, dan berkuda. Ia sudah lupa bahwa dirinya adalah seorang gadis. Berbaur dengan para prajurit yang tak satu pun dari mereka mengetahui bahwa sebenarnya Lee Hwon adalah seorang gadis.

“Ehem!"

Malam itu, saat berlatih memanah seorang diri sedangkan prajurit lain tengah terlelap, Wang Shuwan dikejutkan oleh suara deheman dari belakang, tak jauh dari tempatnya berdiri mengarahkan busur panah agar tepat mengenai sasaran.

“Yang Mulia, Anda? Selarut ini kenapa ke mari?" tanya Wang Shuwan setelah memberi hormat pada Raja Baek.

“Lee Hwon, sudah selarut ini mengapa masih berlatih?" Raja Baek justru balik bertanya. “Kudengar kau sangat gigih berlatih bela diri dan lain lain dibandingkan prajurit yang lain. Kenapa?"

“Saya ingin melindungi Yang Mulia Raja Baek. Membalas kebaikan hati Raja Baek seperti yang telah diwasiatkan mendiang guru Qian kepada saya," jawab Wang Shuwan dengan tegas layaknya seorang prajurit yang berbicara kepada komandannya.

Jawaban Wang Shuwan lagi-lagi membuat Raja Baek begitu tersanjung. Ia sangat tertarik dengan pria kecil yang gigih itu. Di hatinya kini tak ada lagi keraguan terhadap mantan pegawai Tuan Ma tersebut. Ya, tampaknya Wang Shuwan meski sebagai Lee Hwon telah berhasil memenangkan hati Raja Baek.

Akan tetapi, sebenarnya setiap anak panah yang ia lemparkan dengan busur panah itu terbayang wajah pembunuh Guru Qian. Panglima dari Yun itu, panglima Bong adalah orang yang menyebabkan kematian dari Guru Qian. Balas dendam. Kini di hati Wang Shuwan dipenuhi dendam akan tak terima Kang Jian begitu saja dihabisi oleh kekejaman laki laki yang konon katanya merupakan putra sulung perdana menteri Lao. Perdana menteri yang sekarang ini tengah jumawa menggerakkan pemerintahan negeri Yun yang tanpa kaisar.

Setahun kemudian ....

Wang Shuwan yang sampai saat ini belum menjadi prajurit resmi istana melainkan hanya prajurit kepercayaan Raja Baek yang juga dilatih secara diam diam tanpa sepengetahuan pemerintah kekaisaran Tal, masih tetap menjalani profesinya sebagai pengantar garam. Namun ada yang berbeda. Jika sebelumnya ia bekerja untuk Tuan Ma, setahun terakhir ini ia bekerja untuk Raja Baek.

Hari ini, Wang Shuwan bertandang ke istana untuk menerima hadiah dari Raja Baek atas keberhasilannya mengawal barang barang kepada pengepul di pelabuhan tanpa ketahuan oleh prajurit istana yang kerap melakukan penggeledahan pada semua muatan yang akan menaiki kapal. Setahun melakukan pekerjaan dengan sembunyi sembunyi, Wang Shuwan mulai curiga bahwa ia telah melakukan hal yang ilegal yang dilarang negeri ini. Namun, ia masih belum menemukan cara untuk berhenti. Alasannya adalah karena doktrin sedari dulu bahwa Raja Baek adalah raja yang mencintai rakyat, jika sampai memperdagangkan barang secara ilegal maka seluruh keuntungan akan dibagikan kepada rakyat agar rakyat terbebas dari kemiskinan.

Wang Shuwan meninggalkan istana setelah mengambil hadiahnya. Sementara itu, Raja Baek tersenyum licik memandang kepergian pria kecil itu yang semakin menjauh.

“Yang Mulia, tampaknya Anda tak salah memilih orang," ucap penasehat Raja Baek.

“Hahah ... Lee Hwon terlalu polos. Dia benarbenar percaya bahwa uang hasil perdagangan ilegal yang selama ini dia kawal aku gunakan untuk membantu rakyat."

“Anda sungguh hebat. Lee Hwon seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Ia bahkan rela mati demi Anda."

Raja Baek rupanya bukan orang baik seperti yang diceritakan Guru Qian pada Wang Shuwan. Di akhir hidup pria itu sebenarnya telah mengetahui bahwa Raja Baek berniat menyingkirkan dirinya dengan memintanya untuk menemui Tuan Ma lalu melepaskan para tawanan. Di sisi lain Raja Baek membocorkan sendiri rencana itu dengan cara memberitahu Panglima Bong bahwa malam itu juga akan ada penyusup yang akan membebaskan para tawanan. Semua itu bermula ketika Raja Baek merasa Guru Qian tak mendukung dirinya untuk naik tahta dan justru memintanya untuk menyerah pada Putra Mahkota Yun demi kedamaian negeri Tal. Karena jika sampai Raja Baek nekat berebut tahta dengan Putra Mahkota Yun dikhawatirkan Yun yang besar tidak terima dan justru memerangi Negeri Tal.

Sementara uang yang diperoleh dari perdagangan ilegal itu sebenarnya untuk mendanai dirinya dan politik yang ia gerakkan saat perebutan tahta nanti. Raja Baek memperalat Wang Shuwan yang selama ini telah benar benar menganggap dirinya orang hebat dan bijaksana.

Wang Shuwan pergi ke makam Guru Qian. Ia melihat Le Ying yang termenung di depan pusaran sang suami. Seketika Wang Shuwan menghentikan langkah dan hendak kembali. Namun, ia dihentikan oleh panggilan wanita yang ia kira tidak mengetahui kehadiran dirinya di tempat itu.

“Siapa kau?" tanya Le Ying.

“Nyonya, aku Lee Hwon. Semasa mendiang Guru Qian hidup, beliau telah banyak berjasa untuk saya."

“Semua orang di negeri ini mengatakan hal yang sama seperti dirimu, lalu kenapa dia dibunuh?"

“I — itu."

“Jika dia orang baik dan banyak berjasa, mengapa ia pergi seperti ini? Mengapa meninggalkanku seperti ini?"

“Nyonya, tolong tenanglah!"

Wang Shuwan mencoba menenangkan Le Ying yang meski sudah setahun berlalu setelah kepergian Guru Qian, wanita itu masih belum bisa menerima kenyataan. Setelah sedikit tenang, Wang Shuwan bercerita bahwa ia adalah murid Guru Qian yang yatim piatu lalu Guru Qian menitipkannya pada Tuan Ma. Guru Qian sudah dianggap sebagai satu satunya keluarga yang ia miliki di negeri ini.

Le Ying memerhatikan pria kecil itu bercerita. Saat mengenang seperti apa kebersamaan dengan Guru Qian matanya berbinar binar. Le Ying merasa pria kecil itu sangat mirip dengan Guru Qian. Keduanya makan makanan yang sama dan menyukai warna baju yang sama. la seperti menemukan sosok Kang Jian pada diri pria kecil di hadapannya.

To be continued

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel