Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

"Aku dijodohkan dengannya."

Sean memandang Vely dalam diam. Dia bingung mau berkata apa. Dia sebenarnya kaget mendengarnya, karena dia tahu siapa Evan. Mungkin Sean harus bersyukur karena selama ini ibunya selalu menjodohkannya dengan wanita seumurannya atau paling muda tiga tahun dibawahnya. Vely? Dia dijodohkan dengan pria yang 11 tahun di atasnya. Sean menghela nafas lalu menyandarkan punggungnya ke kursi yang didudukinya.

"Berarti kita senasib." Sean memandang Vely yang kini sedang memandangnya juga dengan alis terangkat.

"Kau tak mencoba menolak perjodohan itu?" Sean bertanya. Dia juga sama, senasib dengan Vely. Tentunya dia juga tahu bagaimana perasaan Vely.

Sama sepertinya, Vely menyayangi kedua orang tuanya dan dia tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Tapi sisi lain dirinya menolak dan ingin memberontak. Ingin jiwanya di bebaskan. Sean juga merasakannya.

"Menolak pun percuma, karena ayah pasti akan ngotot agar aku menerima perjodohan itu bagaimana pun caranya." Mereka sadar kalau sekarang yang menjadi bahan obrolan mereka adalah tentang masa depan mereka yang mungkin seharusnya mereka simpan sendiri. Tapi Vely maupun Sean tak keberatan. Walaupun pertemuan mereka selalu saja diringi bersi tegang, saling mengejek dan saling merendahkan mereka juga butuh teman curhat. Dan mungkin Vely dan Sean yang memiliki nasib yang sama bisa mengerti perasaan masing-masing.

Seanna tak tahu bagaimana rasanya, sehingga Seanna hanya menyuarakan apa yang ada dipikirannya pada Vely. Begitu juga dengan Jason, dia hanya bisa menyemangati Sean tanpa bisa melakukan apa-apa lagi.

Suara telepon dari ponsel Sean membuat dua orang yang fokus dengan lamunan mereka tersadar. Sean melirik ke arah ponselnya yang berdering dan meminta segera diangkat. Nomor asing tertera di layar ponselnya. Dengan enggan, Sean mengangkat telepon itu. Dia hanya mengira, mungkin itu salah satu rekan bisnis yang mengganti nomor.

"Halo." Sean memulai percakapan.

"Halo sayang." Suara itu. Sean tahu siapa pemilik suara itu. Dengan cepat Sean mematikan sambungan. Vely yang melihat gelagat Sean merasa heran.

Tak lama giliran ponsel Vely yang berdering. Vely mengangkatnya tanpa melihat siapa peneleponnya.

"Halo." Sean memandang Vely yang sedang bicara dengan seseorang di seberang telepon.

"Halo babe." Vely mendesah kasar saat tahu siapa peneleponnya. Dia menyesal karena tak melihat nama sang penelepon sebelum mengangkatnya.

"Mau apa lo telepon gue hah?!" Vely bersura dengan nada membentak. Sean yang melihat emosi Vely mengerutkan kening. Bahasanya pun sudah berubah.

"Sudah gue bilang donald bebek, jangan gangguin hidup gue lagi!" Setelah berkata seperti itu Vely mematikan sambungan sepihak. Sean tahu kalau gadis yang sedang duduk di sofa itu tengah gusar.

Kringg kringg

Telepon kantor yang berada di meja Sean berdering. Sean dan Vely mengerutkan kening heran. Setelah Sean menerima telepon dan langsung mematikannya, ponsel Vely langsung berbunyi. Dan baru saja Vely mengakhiri sambungan telepon, kini telepon kantor Sean yang berdering.

"Halo." Sean menjawab telepon itu. Vely merasa tidak enak. Perasaannya seolah mengatakan akan ada masalah bagi dia dan Sean. Dia juga bingung kenapa dia bisa begitu.

"Pak, Bu Reica beserta adiknya Ronald memaksa ingin bertemu dengan bapak." Suara sang resepsionis terdengar sedikit ketakutan.

"Kenapa adiknya juga ikut?" Sean merasa heran.

"Katanya ingin bertemu dengan Nona Vely." Si resepsionis menjawab dengan suara bergetar.

"Biarkan mereka masuk." Sean berkata dengan dingin lalu menutup sambungan.

"Ada apa?" Vely bertanya. Dia penasaran karena sebelum Sean memutuskan sambungan, Sean melihat ke arahnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Reica berada di bawah bersama dengan Ronald." Mata Vely membulat mendengarnya.

"Mau apa si donald bebek itu kesini?" Vely bertanya dengan sinis.

"Entah, resepsionis bilang dia ingin bertemu denganmu." Sean menjawab dengan nada dinginnya. Sebenarnya dia juga bingung bagaimana mengusir Reica, karena Reica itu tipe wanita yang manja dan sulit diperintah.

"Apa hubunganmu dengan Reica?" Vely tentu tahu wanita cantik bak boneka barbie itu siapa. Reica adalah kakak Ronald, teman sekolahnya yang tidak pernah menyerah mengejar Vely walaupun selalu Vely tolak. Dan semakin lama, sikap Ronald yang pantang menyerah itu membuat Vely risih dan merasa terganggu.

"Dia wanita yang pernah dijodohkan denganku. Aku menolaknya dan sampai sekarang dia masih saja mengejar dan menggangguku." Vely tertegun mendengar penuturan Sean. Tak lama kemudian dia mendengus. Kakak dan adik sama saja, hobi banget gangguin hidup orang.

"Lalu apa hubunganmu dengan Ronald?" Sean balik bertanya.

"Sama sepertimu, Ronald selalu mengejarku walau aku selalu menolaknya. Dan sepertinya dia tadi melihatku yang turun dan masuk ke perusahaanmu ini." Vely memandang Sean yang kini sedang menatapnya dalam.

"Aku punya rencana. Kita berada dalam situasi yang sama dan semoga rencanaku ini bisa membuat Reica berhenti menggangguku dan Ronald berhenti menganggumu." Vely mendengar perkataan Sean dengan baik. Yah sepertinya dia harus mengikuti rencana Sean apaun itu. Vely benar-benar sudah muak dengan Ronald yang selalu menganggu hidupnya.

"Oke, kita jalankan rencanamu itu." Vely menyetujui tanpa tahu rencana apa yang dipikirkan oleh Sean.

.

.

.

"Silahkan Bu Reica dan Pak Ronald masuk. Pak Sean sudah memberi izin." Si resepsionis yang menelepon Sean tadi kini mempersilahkan Reica beserta Ronald untuk masuk ke ruangan Sean yang berada di lantai 23.

Tanpa berterima kasih, Reica dan Ronald berjalan menuju lift dan masuk kesana lalu menekan tombol 23.

"Kebetulan kita menemui orang yang berada di gedung yang sama." Ronald berbicara pada kakaknya.

"Hm." Reica hanya bergumam singkat.

Ting

Pintu lift terbuka. Reica berjalan dengan tergesa diikuti Ronald dibelakangnya. Setelah sampai di depan pintu ruangan milik Sean, Reica langsung membukanya.

"Sean sayangku, apa kau tak merin-." Reica berhenti bicara. Matanya membelalak kaget melihat pemandangan didepannya. Tak terasa air mata turun mengalir di pipinya. Ronald yang penasaran apa yang terjadi kini melihat ke arah yang dilihat Reica. Seperti Reica, ekspresi Ronald pun sama. Terlihat ada kilat benci saat melihat apa yang ada didepannya. Dengan geram, Ronald mengepalkan tangannya.

Sean dan Vely tahu, bahwa Reica dan Ronald kini sedang melihat mereka. Tapi Sean dan Vely tak peduli, ini rencana mereka agar Reica berhenti menganggu hidup Sean dan Ronald berhenti mengganggu hidup Vely. Vely pun sempat menolak rencana ini, tapi dia tak ada pilihan lain sehingga dia menyetujui rencana Sean ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel