Bab 3
Teng teng teng
Bunyi bel berdentang dan menggema di seluruh penjuru sekolah. Jam menunjukkan pukul 12.30, itu artinya kegiatan belajar mengajar sudah berakhir untuk hari ini. Semua murid berhamburan dari kelas mereka masing-masing dan memenuhi lapangan sekolah juga tempat parkir.
Seanna dan Vely yang terakhir keluar dari kelas mereka. Mereka tidak mau kalau harus berdesak-desakkan, jadi mereka lebih memilih menunggu.
Setelah koridor sedikit kosong, Seanna dan Vely keluar dari kelas dan mereka berjalan beriringan menuju gerbang sekolah.
"Justin mana ya?" Seanna celingukan mencari sahabat laki-lakinya itu. Tak lama dia pun menemukannya.
"Ayo Vel." Seanna menarik tangan Vely untuk menghampiri Justin yang sedang bersandar di gerbang sekolah.
"Lama." Justin berucap sinis setelah Seanna dan Vely sampai di gerbang.
"Biarin aja." Seanna membalas tak kalah sinis. Vely hanya memutar mata bosan melihat kedua sahabatnya.
"Na, kita dijemput supirmu atau naik taksi?" Vely bertanya. Seanna mengalihkan pandangannya dari Justin setelah lumayan lama mereka saling melemparkan tatapan sinis.
"Naik taksi aja."
"Ya sudah ayo." Vely pun mengajak Seanna dan Justin. Tak lama Vely pun sudah mendapatkan taksinya. Justin duduk di depan samping si supir taksi. Sedangkan Seanna dan Vely di jok belakang.
"Mau pergi kemana?" Si supir bertanya.
"Kantor Rod's Corp, Pak!" Seanna menjawab dengan teriakan membuat Vely dengan refleks menjitak kepalanya.
"Pelan aja kenapa." Vely kembali kepada kegiatannya yaitu melihat ke luar jendela. Seanna hanya mengerucutkan bibirnya kesal. Tanpa banyak bertanya, si supir langsung melajukan taksi itu menuju tempat tujuan Vely dan kedua sahabatnya.
Setelah sepuluh menit perjalanan, akhirnya mereka pun sampai di tempat tujuan. Seanna yang bertanggung jawab membayar ongkos. Tentu saja dia tak keberatan, toh uang sakunya pun masih penuh.
Sekarang mereka berdiri di gedung yang sangat tinggi. Seanna masuk duluan di ikuti oleh Vely dan Justin.
Setelah mereka masuk, semua pegawai kantor yang melihat kedatangan mereka bertiga langsung tersenyum sopan. Setelah Sean menjabat sebagai CEO perusahaan ini, Seanna, Vely dan Justin lumayan sering datang kesini. Jadi semua pegawai pun sudah tahu siapa mereka. Seanna adik dari CEO perusahaan ini, Justin adik dari sekretaris CEO, dan Vely anak dari pemilik perusahaan yang sudah lama menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan ini.
Seanna dan kedua sahabatnya pun membalas dengan tersenyum ramah pada para pegawai.
"Ah, Nona Seanna sangat ramah ya, berbanding terbalik dengan Pak Sean yang dingin." Vely mendengar ucapan salah satu pegawai. Tapi dia hanya acuh saja. Toh, itu memang fakta, kalau kakak Seanna, Sean adalah orang yang dingin dan kaku.
Vely dan kedua sahabatnya masuk kedalam lift dan Seanna menekan tombol 23. Tak lama mereka pun sampai di lantai ruangan Sean berada. Lantai ini di khususkan untuk CEO dan sekretarisnya.
Mereka bertiga sampai di depan pintu yang sudah mereka hafal. Tanpa mengetuk dulu, Seanna membuka pintu dan langsung masuk diikuti oleh Vely dan Justin.
Vely melihat Sean sedang duduk dikursi kebesarannya dan menghadap ke arah jendela besar yang menampilkan keindahan kota Jakarta.
Tanpa berbalikpun Sean tahu kalau itu adalah adiknya dan kedua sahabatnya. Dia sudah sangat hafal dengan perilaku sang adik yang sangat tidak sopan. Menurutnya. Hanya Seanna, Jason dan kedua orang tuanya yang berani masuk tanpa mengetuk pintu dulu.
"Kak Seaaannnn." Seanna berlari ke arah Sean yang masih tak menganggap kehadiran mereka. Seanna memeluk Sean dari belakang dan menaruh dagunya di bahu kanan Sean.
"Ada apa kau kesini?" Sean bertanya dengan nada dinginnya. Seanna berdecak kesal mendengar nada dingin yang dipakai oleh Sean.
"Kak tak bisakah kau bersikap hangat pada adikmu yang cantik bak Kristen Stewart ini?" Seanna bertanya dengan narsisnya. Justin memasang ekspresi mual saat mendengarnya sedangkan Vely hanya memutar bola mata bosan.
"Hm." Sean hanya bergumam singkat merespon kenarsisan adiknya itu. Itulah mengapa dia harus menyelesaikan pekerjaannya sebelum adiknya datang. Karena kedatangan adiknya akan merusak suasana tenang Sean, dan Sean tak bisa fokus kalau ada adiknya di sekitarnya.
"Kak, apa Jason ada diruangannya?" Seanna bertanya. Sean hanya mengangguk sebagai jawaban. Walaupun dia tak tahu apa Jason ada diruangannya atau tidak.
"Ya udah. Justin kita keruangan kakakmu. Bukankah kau ingin bertemu kakakmu?" Seanna berdiri tegak lalu menyimpan tasnya di meja dekat sofa.
"Ayo." Justin mengiyakan ajakan Seannna. Mereka seolah melupakan kehadiran Vely.
"Terus aku disini sendiri?" Vely bersuara membuat Seanna mengalihkan perhatiannya kepada Vely.
"Kau tunggu disini sebentar." Setelah berucap seperti itu Seanna dan Justin pergi keluar meninggalkan Vely dan Sean berdua. Vely berdecak sebal. Selalu saja begini. Dia selalu ditinggal sendiri disini sedangkan Seanna dan Justin pergi keruangan kakak Justin, Jason.
Ruangan itu hening. Tak ada yang berbicara. Vely memutuskan untuk berbaring terlentang di sofa yang berada di ruangan itu dan memainkan smartphonenya.
Sean memutar kursinya hingga kini ia bisa melihat Vely yang sedang berbaring di sofa.
"Dimana sopan santunmu Nona Hernandez?" Sean menyindir Vely dengan menekankan pada kata Hernandez. Vely yang mendengar sindiran Sean pun menjawab dengan santai.
"Terbawa angin." Ini adalah salah satu alasan yang membuat Vely malas datang ke kantor ini. Apalagi dia ditinggal berdua dengan Sean oleh Seanna dan Justin. Tidak, Vely tidak takut kakau Sean akan melakukan hal macam-macam padanya. Dia hanya kesal kalau sifat menyebalkan Sean keluar. Seperti barusan. Sindiran yang membuat Vely naik darah seketika walaupun dia terlihat santai.
"Setidaknya tatap lawan bicaramu." Sean melipat tangannya di depan dada. Dia masih memandang Vely yang fokus pada smartphone nya. Vely memutar matanya bosan saat ketenangannya di ganggu oleh pria itu.
Vely bangkit dari berbaringnya dan duduk di sofa. Kemudian dia menaikkan kakinya ke atas meja dan menyilangnya. Roknya yang hanya setengah paha sedikit tersingkap membuat paha putih mulusnya tertangkap oleh mata Sean.
"Turunkan kakimu." Sean benar-benar tak habis pikir dengan gadis itu. Apakah dia tidak takut kalau Sean akan berbuat macam-macam padanya? Sedingin-dinginnya dia pada perempuan dia tetaplah pria normal yang memiliki hasrat.
"Kenapa huh? Kau tergoda karena melihat pahaku?" Vely bertanya dengan nada menyindir. Sean hanya mengangkat alisnya.
"Apa kau tak takut kalau aku memperkosamu hm?" Sean melontarkan pertanyaan lagi. Dia hanya ingin melihat dan membedakan sifat Vely dengan sifat Veta.
"Kau ingin memperkosaku? Silahkan saja dan aku akan mematahkan lehermu detik itu juga." Vely menjawab dengan nada dinginnya. Tak ada rasa takut sedikit pun dalam dirinya.
Sean diam tak menjawab. Sekarang dia tahu kalau Vely ini sama seperti Seanna dan berbeda dengan Veta.
Veta memang gadis yang barbar dan cerewet. Tapi dia tak terlalu suka memakai pakaian terbuka yang memperlihatkan tubuhnya. Berbeda dengan Vely. Vely sama dengan Seanna. Mereka suka sekali memakai pakaian seksi. Bahkan Sean pun tahu, kalau adiknya dan Vely suka pergi ke club. Tapi Sean tak melarang adiknya, selama tidak keluar batas.
"Gadis liar." Sean mengalihkan pandangannya dari Vely ke luar jendela. Matanya kembali menyusuri padatnya kota Jakarta.
"Terima kasih." Vely berucap masih dengan nada dinginnya. Tak lama dia ingat sesuatu.
"Sean." Vely memanggil Sean yang masih menatap ke luar jendela.
"Apa?" Sean mengalihkan tatapannya pada Vely yang sedang menatap serius padanya. Sean tidak tersinggung dengan panggilan Vely yang terkesan tidak sopan.
"Perusahaanmu bekerja sama dengan perusahaan Ayahku kan?" Sean mengangguk sebagai jawaban.
"Lalu, apa kau tahu Evan sekretaris ayahku?" Vely kembali bertanya. Lagi-lagi Sean mengangguk sebagai jawaban.
"Menurutmu dia bagaimana?" Well, Vely juga ingin tahu pandangan orang lain terhadap Evan.
"Dia pria yang bertanggung jawab, cerdas dan sopan." Vely menghela nafas. Bahkan jawaban Sean pun sama dengan apa yang dikatakan ayah dan ibunya. Pantas saja ayah dan ibunya ingin sekali dia menikah dengan Evan.
"Oohh." Vely hanya ber oh ria. Sean pun menatap heran pada Vely.
"Memangnya ada apa kau menanyakannya?" Sean sedikit tertarik. Entah setan apa yang merasuki Vely hingga Vely mengucapkannya.
"Aku dijodohkan dengannya."