Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2

Rod's Corporation adalah sebuah perusahaan besar yang dipimpin oleh CEO muda. Perusahaan yang bergerak dalam banyak bidang itu dinobatkan menjadi perusahaan terbesar di Indonesia dengan cabang yang ada di banyak negara lain.

Sean adalah CEO perusahaan itu. Dia diangkat menjadi CEO untuk menggantikan ayahnya sejak 2 tahun lalu saat umurnya 23 tahun.

Sean memiliki sifat yang dingin. Tatapan matanya selalu tajam. Banyak wanita mengantre untuk menjadi kekasihnya ataupun pasangan hidupnya. Tapi dia tidak pernah menghiraukannya.

Sean bukanlah seorang CEO yang suka bergonta-ganti pasangan. Dia memang selalu menghabiskan waktu setelah bekerjanya di club, tapi dia hanya minum saja. Dia tak pernah menyentuh wanita. Tidak pernah. Bahkan ciuman pun belum pernah ia rasakan. Katakan kalau dia tak gaul, tapi dia menjaga diri untuk tak lepas kontrol.

Sean sedang duduk dikursi kebesarannya di perusahaan itu. Matanya fokus membaca dokumen yang ada ditangannya. Dia tidak mau terjadi kesalahan sedikit pun. Semuanya harus sempurna.

Sean menyimpan dokumen itu setelah ia tanda tangani. Tangannya memijit keningnya sendiri. Kepalanya terasa pusing. Tak lama suara telepon terdengar. Sean mengambil smartphone nya yang dia simpan di meja. Di layar tertera 'Mom'. Sean mengerutkan kening. Ada apa ibunya menelepon saat jam kerja?

"Hallo." Sean memulai pembicaraan.

"Hallo Sean. Nanti sore kamu pulang ya, ada yang ingin ayah dan ibu bicarakan."

"Apa itu penting?"

"Penting sekali sayang. Ini menyangkut masa depanmu."

"Baiklah." Setelah berkata seperti itu, Sean menutup telepon sepihak. Dia kembali memijit keningnya. Ah pasti ayah dan ibunya akan berbicara tentang hal itu lagi.

Perjodohan. Ayah dan ibunya ingin sekali Sean untuk segera menikah. Entah apa alasannya. Sean belum siap untuk berumah tangga. Bukan hanya itu saja, dia ingin mencari wanita yang memang dengan tulus mencintainya, bukan mencintai hartanya saja.

Suara pintu terbuka membuat Sean mengalihkan tatapannya dari meja ke arah pintu. Sean melihat sekretaris sekaligus sahabatnya itu masuk.

"Kau tak mau pergi keluar Sean?" Jason bertanya pada Sean. Sean hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban. Jason menatap heran pada Sean. Jason tahu kalau Sean memang orang yang dingin dan pelit bicara. Tapi Jason juga tahu kalau sekarang boss sekaligus sahabatnya itu sedang frustasi. Atau mungkin stress.

"Mau cerita?" Jason menawarkan diri. Sean menatap Jason datar. Sean beruntung mempunyai sahabat seperti Jason. Jason dapat mengerti suasana hatinya. Sean menghela nafas sebelum dia membuka suaranya untuk bercerita.

"Sepertinya ayah dan ibuku ingin menjodohkanku lagi." Sean berbicara dengan nada datarnya.

"Dan kau akan menolaknya lagi?" Jason bertanya. Jason tahu kalau orang tua sahabatnya ini memang sudah menjodohkan Sean berkali-kali, dan Sean selalu menolaknya.

"Entah. Sepertinya kali ini aku akan menerimanya." Jason menepuk bahu Sean dan tersenyum.

"Semoga keputusanmu benar." Sean hanya tersenyum tipis menanggapinya. Jason beranjak menuju pintu. Sebelum dia keluar, dia mengatakan sesuatu.

"Oh ya Sean, tadi adikmu menghubungiku. Katanya setelah pulang sekolah dia akan kesini dengan kedua sahabatnya." Setelah berkata seperti itu Jason keluar dari ruangan Sean. Sean melihat jam tangannya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 09.15. Berarti 3 jam lagi adiknya akan kesini.

Sean kembali duduk tegak dikursinya. Dia mulai membaca dokumen-dokumen yang bertumpuk di mejanya. Dia harus menyelesaikan dokumen-dokumen itu sebelum adiknya datang kesini. Atau dia harus lembur lagi.

.

.

.

Seanna dan Vely membereskan buku mereka lalu memasukkannya ke dalam tas mereka. Bel istirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu.

"Ayo Vel kita ke kantin, perutku sudah berteriak minta diisi nih." Seanna menepuk-nepuk perutnya yang sudah bersuara dari tadi. Vely hanya mengangguk saja kemudian berjalan bersisian dengan Seanna. Saat mereka sudah keluar dari kelas, terlihat seorang siswa laki-laki yang sangat dikenali oleh Seanna dan Vely sedang bersandar didinding sendirian. Matanya tertutup, dengan earphone yang menyumbat telinganya. Vely dan Seanna bertatapan kemudian mereka menyeringai. Dengan langkah pelan Seanna dan Vely berjalan ke arah siswa itu. Yah walau mereka berjalan normal pun siswa itu tidak akan mendengarnya. Vely berdiri di samping kanan si laki-laki tersebut sedangkan Seanna di samping kirinya. Seanna memberi aba-aba pada Vely yang dibalas dengan anggukan oleh Vely.

"DUUUAAARRR." Vely dan Seanna berteriak tepat di telinga si laki-laki tersebut. Si laki-laki itu langsung terperanjat kaget. Matanya melotot, nafasnya memburu, tangannya memegang dada kirinya. Raut wajahnya menunjukkan bahwa dia benar-benar kaget. Vely dan Seanna tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah laki-laki itu.

Laki-laki itu langsung mendelik tajam kepada Vely dan Seanna. Sedangkan Seanna dan Vely masih tertawa.

"Sudah puas tertawanya nona-nona?" Laki-laki itu menyindir kedua teman perempuannya. Vely dan Seanna berusaha meredam suara tawa mereka.

"Oh ayolah Justin, kita hanya bercanda." Seanna berbicara. Laki-laki yang bernama Justin itu mendengus kesal.

"Bercanda gak gitu juga kali. Bagaimana kalau aku jantungan lalu mati?" Justin berkata dengan nada yang dibuat-buat.

"Lebay deh." Vely menimpali ucapan Justin. Justin hanya mengerucutkan bibirnya kesal.

"Udah ah. Ayo kita ke kantin. Aku sudah lapar nih." Seanna menarik tangan Vely dan Justin. Mereka berjalan bersamaan di koridor menuju kantin.

Saat sampai di kantin, Seanna celingukan mencari meja yang kosong. Dan dia menemukannya di pojok kiri kantin. Tanpa aba-aba, seanna kembali menarik tangan Justin dan Vely.

Mereka mengobrol sembari menunggu pesanan mereka.

"Oh ya, nanti kalian berdua ikut aku ya." Seanna mulai berbicara. Vely dan Justin mengernyitkan dahi mereka.

"Ikut kemana?" Justin bertanya dengan tangannya yang sibuk dengan smartphonenya.

"Ke kantor kakakku. Aku kangen dia, sudah lama tidak bertemu." Seanna adalah adik Sean. Mereka memang jarang bertemu karena Sean lebih sering pulang ke apartemennya.

"Oke lah. Aku juga ingin bertemu kakakku." Justin menimpali ucapan Seanna. Sedangkan Vely hanya cemberut.

"Lalu aku mau apa kesana? Kalian bertemu dengan kakak kalian. Aku?" Vely mulai merajuk dia tak mau kalau disana dia hanya akan jadi patung saja.

"Kau bisa duduk dan menunggu urusanku dan Justin selesai." Vely hanya menghela nafas pasrah.

"Serah deh."

Tak lama pesanan mereka pun datang. Mereka langsung menyantap makanan mereka. Seanna terlihat rakus sekali. Mungkin dia memang benar-benar sudah kelaparan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel