Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

"Mama, kapan Om Zayn sama anaknya ke sini lagi?"

Itu adalah suara pertanyaan anaknya yang lagi-lagi mengeluh di saat hendak tidur. Demi alasan apapun, anaknya sepertinya sudah terlalu terbiasa bermain dan bergaul dengan anaknya Zayn sehingga anaknya terus menerus tak sabar ingin segera berjumpa di hari esok.

Angel sampai harus menghela napas terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan itu. Lagian, ia tak bisa memastikan kapan saja anaknya bisa berjumpa dengan Zayn atau putranya.

"Tunggu dulu ya, Sayang. Besok atau besoknya lagi, pasti Om Zayn ke sini kok."

"Kenapa Om Zayn tidak suruh tinggal di sini saja, Ma? Biar rumah kita ramai."

"Eh, ada-ada aja kamu."

"Iya, Ma. Aku senang main sama Om Zayn."

Angel terbelalak sekejap seraya mengedip-ngedipkan mata. Anaknya terus menerus merengek minta Om Zayn dipulangkan tanpa paham bahwa lelaki dan perempuan hanya bisa serumah dalam ikatan pernikahan.

Hal itu membuat Angel sebisa mungkin hanya bisa membujuk anaknya agar tidak merengek sedemikian rupa dan segera tidur. Namun, lebih jauh lagi, sebenarnya dia jadi teringat dengan lamaran yang disodorkan Zayn senja kemarin. Apa perlu dia menerima lamaran itu?

***

"Angel ... Angel ...."

"Eh. Zayn."

Sontak saja Angel menyahut dengan gelagapan. Dia terlalu larut dalam kekaguman akan sorot dalam yang terpancar dari mata kekasihnya. Bayang-bayang mengenai keberadaan Zayn dan alasan dia ingin bertemu semakin besar sampai tak sadar dia sudah melamun cukup lama. Gila ... Angel sungguh gila. Dia terang-terangan terbius oleh pesona duda tampan di depannya.

Hal serupa pun berhasil disadari Zayn. Pria itu meliriknya dengan intens dan melemparkan tatapan tanda tanya. Sebenarnya lelaki itu tak kalah gugup setelah sekian menit ditatap pujaan hatinya. Pria mana yang tidak berdebar kalau ditatap lama-lama oleh wanita yang disukai?

"Kok ngelamun? Kenapa? Mana ngelihatin aku muluk pula. Seganteng itu ya diriku?"

"Ah, maaf," sahut Angel sedikit tersipu, lebih banyak terkekeh mendengar sikap narsis Zayn. "Aku hanya kepikiran sesuatu."

Bisa-bisanya dia tertangkap basah mengagumi sang duda baik hati yang kini duduk di sebelahnya. Oleh karenanya, Angel sedikit merapikan posisi duduknya dan melemparkan senyum lembut yang sedikit canggung. Kali ini, tekad Angel sudah bulat. Dia akan menerima lamaran Zayn alih-alih membiarkan lelaki itu semakin intens didekati oleh CEO baru tadi.

"Memangnya kenapa? Apa aku emang setampan itu? Aku jadi makin kePeDean gara-gara denger kamu nyebut aku sebagai calon suami kamu di depan ibu Veronika tadi. Hehehe."

Zayn menertawakan dirinya sendiri. Dia terlampau senang mengingat ucapan Angel yang menyela kebersamaannya dengan Veronika. Ucapan Angel tadi seakan menjadi sinyal bahwa lamarannya berpotensi besar untuk diterima. Padahal mulanya dia begitu sangsi seorang Angel akan lebih cepat membuka hati setelah semua kenangan buruk yang ia alami dengan Thomas. Pun, meski demikian, dia tak boleh terlalu senang dahulu. Belum tentu juga Angel benar-benar mengatakan hal konyol tadi dengan serius.

"Ya memang, kan? Kamu memang calon suami aku."

"Ehh."

Zayn membelalakkan matanya lebar-lebar. Zayn seperti tidak bisa mengendalikan isi otaknya yang mendadak kosong. Kalau dilihat dar sudut pandang Angel, Zayn jelas sekali mendadak melongo mendengar ucapannya. Zayn sampai harus memukul kepalanya kembali demi membuat otaknya kembali bekerja. Dan itu tentu saja membuat Angel terkikik geli. Sungguh, Angel terlalu banyak membius perasaannya.

"Ma-maksudnya, Ngel? Ka-kamu enggak lagi bercanda, kan?"

Zayn memastikan. Lelaki itu nampak gugup, bingung, namun juga senang di saat bersamaan. Lalu, anggukan lembut dari Angel yang disertai dengan senyum tulus sukses membuat Zayn kegirangan. Lelaki itu serta merta memekik gembira tanpa peduli dengan banyaknya pasang mata yang menatap keheranan.

"Yes! Makasih, Angel!"

Sebuah pelukan hangat dan erat menekan seluruh tubuh Angel. Kegembiraan di hati Zayn telah mendorong lelaki itu memeluk pujaan hatinya bak anak muda yang baru merasakan cinta.

Untungnya yang bahagia di senja itu bukan hanya Zayn, melainkan Angel juga. Meski Angel sempat terkejut dengan pelukan dadakan dari Zayn, namun, pada akhirnya, Angel tetap membalas pelukan itu dengan senyum yang tak kalah lebar. Mereka menikmati pelukan nyaman itu setelah sekian lama menahan diri dari orang di masa lalu yang telah membuat mereka kecewa.

Ya, bisa dibilang kalau Angel sangat terharu, akhirnya bisa merasakan kembali manisnya cinta setelah trauma dari sosok Thomas yang menyia-nyiakannya. Selain itu, sekuat apapun upaya Thomas untuk mencoba kembali kepadanya, Angel tak akan peduli lagi. Lagipula dia sudah memiliki pelindung dari Thomas. Ia yakin, Thomas akan berhenti mengejarnya selagi tau bahwa dirinya telah menemukan pria lain.

"Udah ah. Malu dilihatin orang," sela Angel dengan pipi memerah karena merasa sudah dipeluk cukup lama.

Dia agak sungkan melihat banyaknya pasang mata yang menilai mereka agak kurang ajar karena mengumbar kemesraan di depan umum. Terlebih, mereka juga belum resmi menikah.

Maka, hal itu segera dipahami Zayn dengan melepas pelukannya. Namun diganti dengan genggaman tangan yang begitu erat. Sorot kebahagiaan terpancar deras di mata lelaki itu. Seakan enggan melepas jemari Angel barang sedetik saja.

"Ah. Maaf. Rasanya bener-bener kayak mimpi. Tapi ini aku enggak lagi mimpi, kan?"

Zayn bertanya serasa mencubit pipinya sendiri dengan satu tangannya yang bebas. Karena gemas, Angel membantu mencubit pipi Zayn dengan tangannya yang tidak digenggam lelaki itu.

"Noh. Gimana? Sakit, kan?"

Zayn terkekeh. Dia mendapat kejutan menyenangkan secara bertubi-tubi dari Angel. "Enggak sakit, tapi emang beneran kerasa."

"Nah. Bagus deh," sahut Angel dengan nada lega.

Keduanya terus tersenyum sampai Zayn mengangkat suara. Sedikit mengalihkan pembicaraan mereka yang sedari tadi hanya berkutat di tempat. Seakan tak sadar bahwa waktu senja hampir segera habis.

"Kalau begitu, bagaimana kalau makan malam bersama?"

Angel tak lantas menjawab. Nampak pura-pura berpikir sejenak lalu mengangguk.

"Ehm. Baiklah. Yuk."

Keduanya lantas berdiri dan berjalan beriringan dengan tangan saling menggenggam. Kegembiraan membuat mereka tertawa sampai mengayunkan tangan ke depan belakang, seperti anak kecil.

"Tapi maaf, aku belum bisa bawa kamu makan malam di kafe mewah. Gimana dong?" tanya Zayn sedikit sungkan.

Dia mendadak merasa gagal menjadi lelaki. Andai dia kaya, dia pasti bisa memperlakukan Angel bak ratu.

"Enggak apa-apa. Makan di warung lamongan pinggir jalan aja gimana?"

Zayn terkesima. Ia semakin tak bisa menduga dengan arah pemikiran wanita itu. Ada saja ide mengejutkan yang membuat Zayn terus bahagia. Walaupun kali ini dia sedikit merasa bersalah.

"Ka-kamu enggak apa-apa, Ngel?"

"Iya lah. Apa salahnya? Lagian makanan di pinggir jalan juga enak."

"Wah. Baiklah. Kalau gitu, yuk kita pergi."

Atas dasar kesepakatan sederhana itu, mereka segera berjalan menuju mobil. Tentu dengan selera romantisme Zayn, lelaki itu sampai membukakannya pintu mobil. Selanjutnya, mereka juga bersenda gurau sepanjang jalan sembari mengamati tempat mana mereka akan berlabuh.

Sampai akhirnya mereka benar-benar menemukan nasi Lamongan pinggir jalan, disitulah mereka berhenti. Mereka memesan menu seadanya, dengan latar kebisingan yang ramai dan ruang gerak yang terbatas namun anehnya tetap nyaman dan menyenangkan.

Barangkali, kebahagiaan karena perasaan satu sama lain telah diterima itulah yang membuat mereka senang. Ditambah, kesederhanaan yang begitu menentramkan dan obrolan yang begitu nyambung membuat mereka semakin nyaman. Sampai makan malam itu usai, Angel terus menatap Zayn dengan penuh syukur.

"Makasih."

Zayn terdiam. Agak terkejut. Padahal, saat itu dia tengah membersihkan mulutnya dengan tisu.

"Eh, makasih buat apa, Ngel?"

Tampaknya lelaki itu belum sadar bahwa kebahagiaan Angel sebenarnya sangat sederhana. Bahkan meskipun hanya dengan makan di pinggir jalan.

"Makasih buat makan malamnya, Zayn."

Zayn tersenyum tipis. Meski lelaki itu tak berharap sedikit kegiatan makan malam mereka akan dihargai Angel, namun, lelaki mana yang tak senang melihat wanitanya bersyukur dengan pemberiannya yang tak seberapa?

"Iya. Sama-sama," ucapnya dengan tulus.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel