Ringkasan
Tidak pernah terbayangkan di benak Angel kalau dirinya bisa menikah lagi setelah mendapat pengkhianatan yang teramat menyakitkan di masa lalu. Namun, ketika mendapat kebahagiaan, mantan suaminya terus saja mengusik hidup damainya.
Bab 1
Terlihat seorang wanita memergoki basah suaminya yang sedang bercumbu dengan wanita lain.
"Mas, aku minta cerai. Aku udah gak sanggup hidup sama laki-laki tukang selingkuh kayak kamu."
Pria itu menghentikan aktifitasnya. Ia menoleh dan menatap istrinya sengit.
"Kamu yakin? Kamu sanggup jika hidup MISKIN ANGEL PRIHARTINI."
Perempuan itu menggenggam tangan erat. "Aku yakin. Udah lima tahun lamanya kamu terus berbuat seperti ini tapi, kamu enggak berubah. AKU MUAK. LEBIH BAIK AKU MISKIN DARIPADA MEMPUNYAI SUAMI BRENGSEK KAYAK KAMU."
Pria itu tertawa mengejek. "Ya sudah, silakan. Paling dua hari lagi kamu bakal balik ke pelukan Pria Brengsek ini." tersenyum meremehkan.
Angel semakin marah dan menampar suaminya itu. Sudah cukup selama ini dia menahan diri untuk tidak meledak begini. Namun, cukup sampai di sini. Kesabarannya sudah habis.
"Tidak akan lagi THOMAS ADIGUNA. Aku tidak akan menjadi wanita picik seperti dulu lagi. Kau lanjutkanlah bersenang-senang. Lusa kita bertemu di pengadilan."
"Terserah." Melanjutkan kegiatannya kembali. Angel menutup pintu kamar hotel dengan kerasnya. Hatinya sangat sakit dan hancur. Suaminya kali ini benar-benar keterlaluan. Entah sudah berapa puluh kali, Angel mendapati suaminya sedang bercinta dengan perempuan lain.
Dengan langkah gontai, Angel berjalan di malam yang kelam sekelam hatinya saat ini. Ia hanya menatap kosong dan terus berjalan entah kemana. Tidak ada niatan pulang sama sekali.
"Aku sudah tak sanggup lagi. Hidupku sudah hancur sekarang. Tuhan begitu tak adil kepadaku. Aku muak dengan dunia yang kejam ini. Aku ingin mati saja," batin Angel.
Ia menangis tersedu-sedu. Selama ini ia sudah berusaha menjadi istri yang baik. Tapi, suaminya itu tidak pernah berubah. Pernikahannya yang sudah berjalan sepuluh tahun lamanya sekarang harus kandas. Harta yang ia punya hanyalah anak-anaknya saja.
Angel tak menyangka akan seperti ini akhirnya. Tak ada lagi janji manis yang bisa dibuktikan. Angel berjalan ke arah jembatan. Suasana begitu sepi, sebab ini sudah pukul dua belas dini hari. Tak ada mobil lalu lalang yang lewat. Mungkin karena kawasan yang ia pijak sekarang bukan jalan utama.
Dengan tatapan yang kosong, Angel mulai menaiki pegangan jembatan. Ia menangis dan ingin melompat.
Angel memejamkan matanya. Ia juga takut. Sudah hampir melompat, tangan Angel di tarik paksa oleh seorang pria.
"Kau gila?" ucap pria itu emosi.
Angel terlihat emosi dan berusaha melepaskan genggaman tangannya dari pria itu.
"Lepaskan aku. Biarkan aku mati. Aku sudah muak hidup di dunia ini. Aku tidak ingin bertemu lagi dengan pria brengsek itu."
Angel terus meronta-ronta seperti orang kesetanan. Pria itu berusaha menenangkan Angel.
"Nona. Dengarkan aku. Mati tidak akan menyelesaikan semuanya. Banyak orang yang masih menyayangimu. Mereka pasti akan bersedih nantinya."
Angel terdiam dan sekilas terlintas bayangan kedua anaknya yang begitu menyayanginya.
"Astaga, apa yang aku lakukan? Kenapa aku berbuat sebodoh ini?"
Angel semakin menangis dengan keras. Ia begitu bodoh. Hanya karena pria brengsek itu, ia bahkan hampir bunuh diri.
"Aku bodoh .... bodoh .... bodoh .... bodoh...." Memukul kepalanya sekuat tenaga.
Pria itu menahan tangan Angel dan menarik Angel ke dalam pelukannya.
"Sudahlah Nona. Yang penting kamu sudah sadar. Kamu jangan bersedih lagi. Air matamu begitu berharga." Menghapus air mata Angel. Angel menatap sosok yang sangat tampan itu.
"Kamu siapa? Kenapa kamu menolongku?" tanya Angel dengan suara parau habis menangis.
Pria itu tersenyum lembut.
"Aku Zayn. Aku menolongmu karena itu adalah kewajiban kita sebagai sesama manusia. Saling tolong menolong."
Angel tersenyum mendengarnya. Ternyata, masih ada orang baik di dunia ini, pikirnya.
"Terimakasih banyak Zayn. Kau begitu berjasa kepadaku hari ini. Aku tidak tahu jika kau tidak ada hari ini. Mungkin aku sudah tinggal nama saja," kata Angel tulus.
"Sama-sama. Aku harap ke depannya hidup Nona bahagia. Aku pamit undur diri dulu," pamitnya.
Angel mengangguk dan menatap kepergian pria yang bernama Zayn itu.
"Apakah aku bisa bahagia ke depannya? Apakah ada keajaiban yang datang pada ku nanti?" batin Angel.
Angel melangkah pulang ke rumah lamanya untuk menjemput dua buah hatinya. Ia akan membawa dua anaknya ke rumah lamanya yang sudah sepuluh tahun tidak ia tempati.
"Aku harus cepat. Mereka pasti ketakutan." Merasa bersalah telah meninggalkan kedua anaknya begitu saja hanya karena ingin menangkap basah suaminya yang memang sudah biasa terjadi.
Sekitar satu jam lamanya Angel akhirnya sampai. Ia ngos-ngosan karena harus berlari. Tidak ada satu pun kendaraan yang lalu lalang.
Dengan hati-hati ia membuka pintu rumahnya. Ia ternganga kaget melihat kedua anaknya tertidur di lantai ruang tamu.
Hati Angek terenyuh melihatnya. Apa jadinya jika dia tadi sampai meninggal? Akan seperti apa nasib kedua anaknya yang begitu malang. Ia meneteskan air matanya merasa amat bersalah telah terbesit niat untuk mengakhiri hidupnya tanpa memikirkan hal lainnya.
"Maafkan Mama sayang."
Perlahan Angel ke kamar untuk menyelimuti kedua anaknya. Ia ingin berkemas dulu. Tidak membutuhkan waktu lama Angel sudah siap. Ia menarik dua koper besar.
"Zio, Zila, bangun sayang."
Zilo dan Zila menggeliatkan badannya. Dengan mata yang masih berat keduanya melihat kehadiran sang Mama.
"Mama!" teriak keduanya serempak. Keduanya langsung berhambur ke pelukan Angel.
"Mama kok lama sekali sich pulangnya. Adek Zila dari tadi nangis aja."
"Maafkan Mama ya sayang. Mama tadi ada urusan."
Zio melihat dua koper besar di samping Mamanya. Anak laki-laki berumur delapan tahun itu mengernyit heran.
"Ma, kenapa Mama bawa koper? Kita mau pergi?"
"Iya sayang. Kita akan pergi."
"Pelgi kemana Ma?" tanya anak bungsunya yang berumur lima tahun.
"Zila, kita mau pergi ke rumah kita,"
"Tapi kan, ini rumah kita? Kita mau kemana?" Zio bertanya lagi.
"Sekarang ini bukan rumah kita lagi."
"Papa bagaimana Ma?"
Angel meneteskan air matanya. Entah sudah ke berapa kali ia menangis hari ini. Angel mengelus sayang kedua anaknya.
"Papa tetap akan di sini. Mama sama Papa tidak bisa bersama lagi."
"Kenapa Ma? Papa jahat lagi sama Mama?"
Angel menggeleng dan tersenyum lembut. Kali ini, hanya anaklah penyemangat hidupnya. Ia sudah tak punya siapa-siapa lagi. Yang ia punya hanya dua anaknya saja.
"Tidak sayang, jika kamu sudah besar nanti kamu pasti akan tahu. Sekarang kita pergi ya," bujuknya lembut.
Zio dan Zila mengangguk serentak. Angel tidak membawa sepeserpun uang suaminya. Baju dan barang yang ia bawa adalah hasil dari kerja kerasnya sendiri. Angel mengambil mobilnya dari garasi. Mobil yang sudah agak usang dan tak pernah ia pakai lagi. Ia melihat jejeran mobil miliknya dulu. Namun sekarang mobil itu bukan miliknya lagi.
"Sekarang, aku harus bekerja lebih keras lagi demi kedua anakku. Aku tidak akan meminta sepeser apapun darinya. Aku tidak akan kembali lagi seperti dahulu. Untuk apa jika aku bergelimang harta, tapi batinku tersiksa setiap hari."
Dengan langkah yakin, Angel melajukan mobilnya untuk keluar dari rumah yang seperti penjara baginya. Kali ini, ia akan membuktikan jika ia bisa hidup tanpa suami brengseknya itu.
"Aku berjanji suatu saat, kau akan menyesal telah melakukan hal ini kepadaku," batin Angel.
Malam ini menjadi saksi hidupnya. Ia akan memulai hidup baru yang lebih baik. Mungkin ini adalah awal kehidupan bahagia yang ia idam-idamkan selama ini. Ia tidak membutuhkan siapapun. Cukup kedua anaknya saja yang akan menemani hidupnya sekarang dan nanti.