Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Sebatas Pengganti 06

Sebulan semenjak kepulangannya, Adrian mulai beraktivitas seperti biasa.

Hari ini, untuk pertama kalinya dia kembali ke kantor.

Kaca mata hitam menutupi matanya, Gandi dengan setia mendampingi ke mana pun Adrian pergi.

Desas desus tentang Adrian yang buta pun dengan cepat menyebar, hingga ke kalangan kolega bisnisnya.

Banyak dari mereka yang bersimpati, namun ada juga yang tertawa mengejek.

Namun, hingga saat ini, kabar pernikahan Adrian dan Sela belum ketemu titik terang.

Semenjak mengetahui Adrian buta, Sela tidak pernah datang menemui Adrian. Rencana pernikahan pun menggantung tanpa kejelasan, antara terus atau batal. Sedangkan pernikahan sudah di depan mata.

Di ruang kerja Adrian,

"Gandi, pergilah ke kampung di mana kalian menjemput ku. Bawa beberapa selimut, pakaian, dan juga bahan makanan." Titah Adrian.

"Untuk gadis malaikatmu?" Selidik Gandi.

"Kamu mengenalnya?" Tanya Adrian dengan nada sedikit terkejut.

"Aku bisa melihat sorot matanya saat kami datang malam itu. Ada kesedihan saat dia tahu kami datang untuk menjemputmu," jelas Gandi.

"Dia gadis yang baik, Gandi. Aku bisa merasakan itu di setiap perlakuannya padaku," lirih Adrian sambil mengenang kebersamaannya dengan Rindi.

"Aku akan mengutus orang untuk ke sana," janji Gandi.

"Tidak! Aku ingin kamu yang ke sana. Aku tidak mau ada orang yang tahu tentang siapa Rindi dan apa hubungannya denganku. Terutama papa dan mama," tegas Adrian.

Sedangkan di kampung Rindi,

Tanpa sepengetahuan Adrian, Arinta dan Narendra menemui gadis itu.

"Terima kasih karena kamu sudah menolong putra kami," ucap Arinta.

"Kalau tidak ada kamu di hutan ini, mungkin Adrian sudah mati." Imbuh Narendra.

"Bukan karena aku, tapi semua yang terjadi sudah menjadi kehendak Tuhan. Saya hanya perantara saja, Tuan." Ucap Rindi.

"Rindi, katakan pada kami. Apa dan berapa yang kamu minta? Kami akan membayar semua jasamu," kata Arinta.

"Tidak perlu, nyonya. Saya ikhlas melakukan semua ini." Tolak Rindi halus, dia takut menyinggung perasaan kedua orang tua Adrian.

Narendra dan Arinta mengamati gubuk tempat rindi tinggal, hati mereka trenyuh melihat kehidupan gadis yatim piatu itu.

Berulang kali dia menawarkan uang, barang dengan jumlah yang besar. Tapi, dengan halus Rindi tetap menolaknya.

"Rindi, bagaimana jika kamu bekerja di perusahaan milik keluarga kami. Kebetulan perusahaan itu Adrian yang pegang. Tapi, ada syaratnya!" Ucap Narendra.

"Apa itu?" Tanya Rindi.

"Kehadiranmu jangan sampai diketahui oleh Adrian." Jawab Narendra.

Degh ... Jantung Rindi berdesir. Namun, dengan cepat Rindi menepis kesedihannya. Dia memaklumi semua permintaan orang tua Adrian. Karena antara mereka banyak perbedaan yang sulit untuk dipecahkan.

"Tenang saja, kami akan menyediakan tempat tinggal untukmu. Semua kebutuhanmu kami akan menanggungnya " ujar Arinta.

Setelah melalui perdebatan yang panjang, dan Rindi memikirkan tawaran orang tua Adrian dengan matang. Akhirnya dia pun menyetujuinya.

Hari ini juga Rindi ikut bersama kedua orang tua Adrian ke kota. Setelah menempuh perjalanan yang panjang, akhirnya Rindi tiba di sebuah rumah yang tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil.

"Ini rumah yang akan kamu tempati, dan yang di seberang sana adalah tempat kamu bekerja mulai besok." Jelas Arinta sambil menunjuk ke gedung pencakar langit yang ada di seberang rumah yang akan di tempati oleh Rindi.

Melihat Rindi mengerutkan keningnya, Narendra pun tersenyum.

"Kamu cukup keluar dari gang ini, trus nyebrang. Di situ kantornya," jelas Narendra dan Rindi pun mengangguk.

"Siapa yang harus saya temui besok?" Tanya Rindi.

"Gandi," jawab Arinta dan lagi-lagi Rindi pun mengangguk.

Setelah semua selesai, Arinta dan Narendra pun pamit pulang.

Rindi mengunci pintu lalu menuju ke kamar. Dia menyusun pakaian ke dalam lemari lalu setelah itu dia memilih untuk tidur. Dia butuh banyak tenaga esok hari.

Keesokan harinya,

Rindi sudah tiba di gedung tempatnya bekerja. Dia celingukan seperti mencari sesuatu, lebih tepatnya seseorang.

"Maaf, mbak. Mbak lagi cari siapa?" Tanya seorang perempuan yang datang menghampiri Rindi.

"Saya ada janji ketemuan dengan pak Gandi. Apa beliau ada?" Jelas Rindi.

"Pak Gandi belum datang, silakan menunggu." Kata orang tersebut yang ternyata resepsionis.

Rindi duduk di kursi yang ditunjukkan oleh resepsionis.

Setengah jam berlalu,

"Maaf, pak. Ada seorang gadis mencari bapak dan katanya sudah membuat janji." Tutur resepsionis saat Gandi melintas di depannya.

"Seorang gadis? Siapa?" Tanya Gandi.

Resepsionis pun menunjuk ke arah Rindi yang sedang duduk.

"Rindi?" Gandi nampak terkejut saat mengenali wajah gadis yang sedang menunggunya.

Gandi bergegas menghampiri Rindi yang sudah sejak tadi menunggunya.

"Rindi? Bagaimana kamu bisa sampai ke sini?" Cecar Gandi.

"Apa bapak yang bernama pak Gandi?" Rindi balik bertanya.

"Ya, saya Gandi. Dan kamu belum menjawab pertanyaan saya," jawab Ganti.

Rindi pun menjelaskan bagaimana dia bisa berada di sini.

"Apa yang sedang direncanakan oleh om dan Tante?" Gumam Gandi.

"Tunggu sebentar!" Pinta Gandi pada Rindi lalu dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Narendra.

Gandi terlihat serius menyimak penjelasan dari Narendra melalui panggilan telpon. Sesekali dia terlihat mengangguk dan berbicara dengan nada penuh hormat.

"Ikut aku!" Ajak Gandi setelah panggilan di telponnya terputus.

Rindi mengekor patuh di belakang Gandi.

"Tugasmu mendampingi Adrian. Tapi, ...." Gandi menggantung kata-katanya, dia ragu untuk mengutarakan kata-kata selanjutnya.

"Tapi, aku harus mengganti namaku agar tuan Adrian tidak mengenalku? Tenang saja pak, saya cukup tahu diri." Ucap Rindi tegar.

"Maaf, Rindi. Maaf jika ini membuatmu sakit," kata Gandi.

"Sakit? Sakit apa yang bapak maksud? Saya menolong tuan Adrian dengan segenap keikhlasan. Saya menerima tawaran ini karena saya membutuhkannya. Saya butuh pekerjaan ini," jelas Rindi.

Meski sakit itu jelas terasa perih di hatinya. Namun, sekuat tenaga dia menutupi dari Gandi. Rindi sadar antara dia dan Adrian tidak ada sesuatu yang spesial dan harusnya tidak ada hal yang bisa membuatnya sakit.

Gandi membawa Rindi ke sebuah ruangan yang nantinya akan menjadi tempat kerja gadis itu.

"Ini meja kerjamu dan yang di depan itu adalah meja kerja Adrian. Tugasmu hanya memastikan Adrian makan dengan baik, tidak di tipu oleh rekan kerja dan juga kamu memastikan dia tetap berada di sini dari pukul delapan pagi hingga pukul lima sore." Jelas Gandi.

"Hanya itu?" Tanya Rindi yang sedikit bingung dengan tugasnya.

"Pokoknya gini, semua keperluan pribadi Adrian, kamu yang urus. Istilah kerennya kamu adalah asisten pribadi Adrian," kata Gandi dan Rindi pun mengangguk.

"Adrian hari ini tidak datang ke kantor, jadi kamu bisa beristirahat. Aku tahu kamu pasti lelah. Perjalanan dari kampungmu kemari tidaklah dekat." Imbuh Gandi lalu ke luar dari ruang kerja Adrian.

Rindi mengedarkan pandangannya menyisir setiap sudut ruangan. Mata tertuju pada foto yang terpajang di dinding, Adrian sedang bersama dengan seorang gadis yang sangat cantik. Tidak lain itu adalah tunangannya, Sela.

"Ternyata ini alasannya ..." Gumam Rindi.

"Alasan apa?" Tiba-tiba sebuah suara mengejutkan Rindi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel