Kau Berselingkuh Jean
Pagi ini adalah jadwalku check kesehatan. Valdo mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar pinggang, lingkar paha, lingkar lengan dan beberapa bagian tubuhku. Tak boleh ada lemak, lipatan lemak atau bahkan lemak-lemak yang menggelambir.
Sebuah hari yang penuh ketegangan dan keributan tentu saja. Karena Valdo bisa sangat cerewet dan menyebalkan ketika menemukan celah ketidak sempurnaan dalam diriku. Padahal aku ini manusia, bukan manekin yang tak punya daging dan kulit.
Dear, ibu-ibu di luar sana. Apakah kalian masih ingin dibiayai suami untuk perawatan biar cantik dan seksi. Sini tukeran suami sama aku mau? Andai bisa, ingin kutukar tambah saja suamiku ini dengan bawang merah atau voucer belanja.
Meski sebagian besar kalian mungkin iri denganku yang bersuamikan seorang prince charming dan hidup mewah bagai di negeri dongeng. Tapi sanggupkah kalian menghadapi suami dengan sifat perfectionist sempurna dan hampir gila macam Valdo ini?
"Coba! Ukur semua bagian tubuhnya, Bik," titah Valdo. Pria itu memandang tajam ke arahku yang hanya berdiri mematung tak jauh darinya.
"Baik, Tuan," jawab Bik Darsih menurut. Pengikut Valdo paling setia ini sudah tak bisa lagi di ajak kerja sama kalu soal urusan begini. Jadi aku lebih memilih berdoa saja semoga hasil timbang dan ukurku hari ini baik.
Bik Darsih mengalungkan meteran kain di pundaknya. Ia sudah siap dengan buku catatannya. Sebuah buku kecil yang mencatat rekam jejakku selama diet dan menjalani kehidupan sebagai istri Valdo. Buku itu adalah saksi bisu bagaimana beratnya siksaan demi siksaan diet yang harus aku jalani selama ini.
Valdo memang kejam, sejak aku pertama kali melangkahkan kaki di rumah ini, dia sudah memaksaku mengikuti banyak program menjadi wanita bertubuh cantik sempurna tanpa celah. Meski pekerjaannya memang seorang direktur agensi model yang sudah bertaraf internasional, tetapi tidak seharusnya pria itu bersikap begitu padaku.
Aku ini istrinya, bukan salah satu model di agensinya kan. Tapi tak akan pernah bisa aku berontak maupun protes. Pria itu sungguh arogan menyangkut ambisi pribadinya. Ambisi untuk menjadikanku wanita yang paling sempurna diantara semua wanita yang mengelilinginya.
"Saya ukur dulu ya, Nyonya," ujar Bik Darsih. Tangannya dengan cekatan melingkarkan meteran ke pinggang, pinggul, paha dan lenganku.
"Bagaimana, Bik?" tanya Valdo dengan wajah serius.
"Normal, Tuan," jawab Bik Darsih. Ia masih sibuk memeriksa bagian-bagian tubuhku yang lain apakah ada gelambir lemak yang terlewatkan.
"Oke, ukur tinggi dan berat-badannya. Setelah ini kita akan check kadar gula darah dan kolesterolnya di klinik," ujar Valdo. Ia ikut memeriksa dengan saksama seluruh tubuhku dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Disini, hanya aku yang bersikap cuek dan bodo amat. Aku tak pernah menanggapi dengan serius apapun rencana Valdo terhadapku. Aku berada di titik malas ribut tetapi juga lelah untuk menuruti segala obsesinya tentang memiliki istri dengan tubuh sempurna tanpa celah.
"Astaga, Nyonya! Bagaimana bisa?" pekik Bik Darsih khawatir. Wanita itu menutup mulutnya dengan wajah terkejut tak percaya.
Valdo membelalakkan mata dan bersiap menyalak seperti anjing herder kelaparan yang akan dilepas dari kandangnya.
"Ada apa, Bik?" tanya Valdo. Pria itu bangkit dari duduknya dan berkacak pinggang.
Aku sendiri sebenarnya cemas, namun aku masih bersikap cuek dan masa bodoh.
"Tinggi badan, normal. Hanya saja berat badannya naik setengah kilo dari penimbangan terakhir," lapor Bik Darsih singkat padat dan lengkap.
Jawaban Bik Darsih sontak membuat Valdo menatap tajam ke arahku. Ia melemparkan tatapan curiga macam aku ini tengah kedapatan selingkuh dengan pria lain saja.
"Apa? Bagaimana bisa? Program diet yang kuberikan adalah rekomendasi ahli gizi di kantor. Dia sukses mempertahankan tubuh semua tallentku dengan baik!" cecar Valdo.
Bik Darsih hanya mengangkat bahu pura-pura tidak tahu. Aku yakin ia sebenarnya sudah tahu jawabnnya, namun tak mau begitu saja memberi tahu Valdo. Mungkin juga memancingku untuk jujur dan mengaku.
Valdo memicingkan mata padaku, sangat menyeramkan. Pria itu melangkah mendekatiku lalu mencengkeram lenganku dan menatapku tajam.
"Jelaskan, Jeanita! Mengapa berat badanmu bisa naik sebanyak itu?" tanya Valdo dengan nada mengintimidasi.
Aku membuang muka menghindari tatapan matanya yang tajam menusuk hingga ke ulu hati. Sebetulnya aku agak gentar menghadapinya karena ini mungkin memang murni kesalahanku.
"Entahlan, mungkin setengah kilo itu adalah bentuk kesedihan dan protes tubuhku karena terlalu dipaksa untuk menjadi sempurna," jawabku santai setengah berkelakar.
"Jangan bercanda, Jean! Katakan padaku dengan jujur, bagaimana bisa setengah kilo kelebihan berat itu bisa membebani tubuhmu!" hardik Valdo tanpa ampun. Ia mengetatkan cengkramannya pada lenganku hingga aku memicing kesakitan.
"Ya, Tuhan! Punya suami begini amat ya," keluhku putus asa dalam hati. Hanya karena penambahan berat setengah kilo, dia memperlakukan aku sekejam itu!
"Tunggu sebentar, Tuan. Mungkin ... ini yang menyebabkan Nyonya naik berat badan 0,5 kg," ujar Bik Darsih serius. Tangannya memungut sebentuk kecil potongan sesuatu yang ia temukan di bawah meja.
Aku dan Valdo kompak memandang Bik Darsih. Memicingkan mata berusaha mencari fokus yang lebih baik untuk melihat apa yang ia pegang di tangannya itu.
"Apa itu, Bik?" tanya Valdo mendekatinya.
Aku yang penasaran dengan barang bukti temuan Bik Darsih mengikuti Valdo di belakangnya. Hatiku berdetak tak karuan memikirkan benda apa itu.
Ya ampun! Sebuah sobekan sebesar kuku jari kelingking bungkus saus sambal dari merk sebuah fastfood terkenal. Mati aku!
"Kamu selingkuh!" hardik Valdo padaku. Ia mengambil barang bukti dari Bik Darsih dan mengacungkannya padaku.
Aku terhenyak kaget mendengar kata-katanya. Selingkuh? Fitnah apalagi ini? Hanya karena sepotong kecil bungkus saus sambal dan dia menuduhku selingkuh?
"Selingkuh? Apa maksudmu? Bagaimana sobekan bungkus saus bisa membuatmu menyimpulkan aku selingkuh?" cecarku tak terima.
"Kau sengkuh dari program diet yang aku jadwalkan padamu!" seru Valdo tegas penuh penekanan dalam kalimatnya.
Aku merngerjapkan mata tak percaya. Butuh beberapa saat untukku dapat mencerna arti ucapan Valdo barusan. Ya Tuhan! Manusia jenis apa sesungguhnya pria itu?
"Kau menuduhku selingkuh, hanya karena aku naik setengah kilogram saja? Kau begitu heboh seperti dunia akan runtuh karena hal ini saja? Please deh, Valdo! Ini sudah keterlaluan! Aku enggak sanggup!" tegasku kesal.
"Kok jadi kau yang marah, Jean! Harusnya aku yang kesal karena kau telah merusak program diet yang aku siapkan untukmu! Kau berselingkuh dari makanan sehat yang baik untuk tubuhmu. Kau!"
"Aku menyerah! Aku enggak sanggup lagi jadi istrimu! Kita pisah saja!" potongku hingga menggema di seluruh ruangan.
Aku mengemasi barangku seperlunya dan mengambil kunci mobilku. Kutinggalkan Valdo yang membelalakkan mata memandang kepergianku. Mungkin ia terkejut akhirnya aku berani melawan suami arogan gila sepertinya! Kau belum tahu siapa Jeanita, Valdo!
