Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Gank Mamah Muda

[Gue ke rumah Elu ya, Jean! Elu mau dibawain apa?]

Ahhh manis sekali pembuka obrolan pada aplikasi hijau dari Fanya siang ini. Sahabatku satu ini memang pengertian sekali.

[Laperrrr, bawain burger please!]

Aku bergegas membalas pesan Fanya. Kulirik sekilas Bik Darsih sambil mengetik. Wanita itu tidak boleh sampai tahu kalau aku memesan burger pada Fanya.

[Berangkat kilat!]

Balasan dari Fanya membuat senyumku mengembang sempurna bagai kue donat yang di goreng di atas minyak panas.

Aku tersenyum manis dan mengetik emoticon tertawa terbahak-bahak. Kububuhkan juga emoticon jempol sebanyak-banyaknya.

"Terima kasih, Tuhan! Syukurlah aku enggak akan mati kelaparan hari ini," gumamku sambil meletakkan gawaiku.

Bis Darsih melirikku waspada. Tetapi aku pura-pura biasa saja sambil menyalakan TV Kabel dalam kamarku. Wanita tua itu masih berkeliaran di kamarku, membersihkan ruangan sambil memeriksa. Begitulah selalu pekerjaannya.

Bik Darsih adalah orang kepercayaan Valdo untuk menjalankan jadwal dietku dengan ketat. Aku bahkan tak akan pernah bisa menyembunyikan sebungkus permenpun di dalam kamarku. Wanita itu masih dengan waspada mengawasiku. Sementara aku pura-pura tidak terjadi apa-apa dan terus menonton siaran TV kabel di kamarku.

Lima belas menit kemudian Fanya datang bersama Astrid. Mereka mengabariku sudah di depan pintu rumah dan aku beranjak untuk membukakan pintu.

"Simpen dulu makananya, ada Bik Darsih di kamar," bisikku memberi kode pada kedua sahabatku itu.

Mereka langsung paham dan ikut berjalan bersamaku ke kamarku di lantai dua.

"Ehhh ada Bik Darsih. Apa kabar, Bik," sapa Astrid berbasa-basi.

Bik Darsih hanya tersenyum ramah sambil terus membersihkan kamarku. Entah apa lagi yang belum bersih dan rapi sampai wanita itu tak juga keluar kamarku.

Astrid dan Fanya yang sudah masuk ke kamarku, tersenyum penuh arti. Pertanda kami akan bermain drama agar Bik Darsih segera keluar dari kamar utamaku.

"Haiii, apa kabar? Kemana aja sih, Nyonya Valdo?" tanya Astrid berbasa-basi.

"Iya ih, arisan kemarin Elu engga ikut! Sepi tauk!" tambah Fanya.

"Aduh maaf, gue ada acara.Yaaa gitu deh, tau sendiri lakik gue gimana," jawabku mengiba.

"Ehhh, Lo, tau engga sih? Ituuu, si ehem yang kapan hari kita bicarain! Masa udah hamil aja coba!" seru Astrid mulai bergosip.

"Ehhh masa? Si itu? Yang ehem, itu kannn?" tanyaku berusaha heboh mengimbangi.

"Iya yang gue ceritain kemarin. Hamil delapan bulan, padahal baru nikah tiga bulan," tambah Fanya makin heboh.

Bik Darsih memasang wajah masam dan bergegas meninggalkan kami bertiga. Ia memang tidak suka menguping kehebohan kami para mamah-mamah muda ini.

"Pstt, wahahahaha! Enggak tahan juga tuh pembokat!" bisik Fanya sambil terkekeh.

"Hush! Pengasuh, Nya! Bukan pembantu!" anulirku. Bagaimanapun aku masih menghormati Bik Darsih sebagai pengasuh Valdo.

"Udah pergi belum dia?" Astrid bertanya sembari memeriksa ke depan pintu kamarku. Ia lalu balik lahi dengan memberi tanda oke menggunakan ibu jarinya.

Kami semua tahu sifat Bik Darsih yang kurang lebih mirip dengan Valdo itu. Mereka sama-sama tidak tahan melihat wanita bergosip. Biasanya baik Valdo maupun Bik Darsih akan sama-sama pergi meninggalkan orang yang bergosip dengan muka masam.

"Ya ampun! Gue lapar mampus! Hari ini setengah hari gue cuma minum jus jeruk dan makan buah-buahan!" seruku. Kuraih tas jinjing milih Astrid dan membuka isinya.

Sekantung paket burger dari restoran fastfood terkenal terlihat disana. Gegas kubuka dan kutemukan sebuah burger raksasa di dalamnya. Lengkap dengan cola dan kentang goreng.

"Makanya pelan-pelan, Sayang! Enggak usah takut. Kita enggak minta kok," bisik Fanya sambil membersihkan cemong saus tomat di sudut bibirku.

Aku tersenyum dan memandang mereka penuh rasa terima kasih. Sungguh jika tak ada mereka, entah bagaimana hidupku dalam sangkar emas suamiku ini dapat kulalui.

Biippp! Biiippp! Gawaiku berbunyi. Sebuah panggilan video.

"Naylaaaa!" pekik kami bertiga bersamaan.

Yang menelepon di seberang sana nampak kaget dan membuat tanda di bibir agar kami jangan ribut.

"Bayi gue lagi tidur, ya ibu-ibu! " pekiknya tertahan.

Kami membisukan suara dan memberi isyarat minta maaf. Terlihat dilayar memang bayi Nayla sedang pulas tertidur dalam buaian Nayla.

"Lapor, tugas telah terlaksana, komandan!" bisik Fanya.

Nayla tersenyum dan membut tanda 'oke' dengan ibu jari dan telunjuknya yang dibulatkan.

"Terima kasih, Nay! Jadi pagi ini cuma akting aja marah-marah sama gue?" tanyaku canggung. Sungguh lega rasanya ternyata Nayla tidak sungguhan marah dan kesal padaku.

"Mana tega gue lihat sahabat gue kelaparan. Habisin cepet, sebelum Valdo pulang," jawab Nayla buru-buru.

"Terima kasih banyak ya ganks, tanpa kalian apalah aku ini. Cuma remahan rengginang di dasar stoples," ujarku terharu. Aku tersentuh pada kebaikan teman-temanku.

"Remahan rengginang di dasar stoples mah, gurih dong!" kelakar Astrid sambil memelukku.

"Gurih dan kriuk," canda Fanya ikut memelukku.

"Awww, terima kasih mamah-mamah muda kesayangan aku." Kupeluk juga mereka berdua plus peluk virtual untuk Nayla.

Kami sama-sama tersenyum dalam bahagia. Well satu hal yang patut disyukuri dari semua ini adalah aku masih memiliki sahabat-sahabat baik yang kompak seperti mereka. Sahabat yang sejak remaja membersamaiku bertumbuh hingga kami masing-masing berkeluarga. Yah, meski hanya Astrid yang belum menikah tapi kami tetap menyayanginya.

Kuhabiskan burger ukuran besar itu dalam dua puluh gigitan. Kentang dan cola tak kumakan dan kubiarkan Astrid serta Fanya menyemilnya sambil kami asyik mengobrol.

Aku menceritakan soal Meita pada mereka dan kami tertawa terbahak-bahak bersama. Sesederhana dan sebiasa itu persahabatan kami, tapi penuh makna. Kadang kami tertawa, tak jarang juga menangis bersama.

"Eh udah lihat cowok barunya Astrid belum?" tanya Fanya setelah kami menutup panggilan video di telepon pintarku.

"Wahhh, mana-mana? Semoga kali ini baik ya, Trid. Engga berengsek macam Leo," komentarku tulus.

Aku masih ingat bagaimana makhluk bernama Leo itu memporak-porandakan hidup Astrid dan hampir menghancurkan persahabatan kami. Pria mantan kekasih Astrid itu memang lelaki berbahaya yang menyebalkan.

"Udah jangan diinget-inget lagi lelaki dajjal itu!" tegas Fanya.

Astris tersenyum maklum, ia lalu membuka gawainya dan menunjukkan satu foto pada kami. Begitulah kami bersahabat, selalu apapun saja kami lalui bersama.

"Wahhhh, ganteng banget nih. Nemu dimana, Beib? Sempurna begini sih, " tanya Fanya.

"Mana-mana lihat! Ehhh iya ganteng, Trid! Bule ya?" tanyaku ikut nimbrung sambil meraih benda pipih bergambar apel bocel milik Astrid.

Astrid mengangguk dengan senyum bahagia merekah. "Doain gue ya, Bebeb sayang," pintanya tulus.

"Semoga langgeng dan lancar ya, Trid. Nanti pokoknya kita jadi bridesmaid terheboh di kondangan, Elu ," komentar Fanya lucu.

Kami bertiga tertawa, tetapi ada yang mengganjal dalam hatiku. Aku seperti mengenal sosok dalam foto itu. Serasa pernah melihatnya di suatu tempat tapi aku lupa. Dimana ya? Siapa ya pria itu? Seperti tak asing tapi aku lupa!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel