Asisten Rumah Tangga Menyebalkan
"Ada apa sih? Aku jadi penasaran," batinku di tengah meditasi. Konsentrasiku seketika buyar dan tak bisa fokus.
Aku tak berani kabur dari kelas Mr. Saheer. Yoginiku itu meski dibayar privat tapi bukan berarti ia akan sabar dan penuh toleransi mengajarku. Justru bayaran yang tinggi dari Valdo membuatnya sangat disiplin dan keras melatihku.
Kuintip sedikit dari sudut mataku, kulihat Mr. Saheer sedang fokus pada meditasinya. Kubuka mataku lebar-lebar dan kucoba mencari tahu. Sayangnya di ruang gym mini dalam rumahku ini tak ada sesiapapun selain aku dan Mr. Saheer.
Jiwa kepoku bergejolak hebat. Kucoba setengah bangkit dan melongokkan kepala lebih tinggi. Mencoba mencari-cari siapa saja yang lewat dan ingin kuwawancara.
"Ya, Tuhan! Aku sungguh penasaran kenapa si genit Meita sampai berteriak begitu," bisikku dalam hati.
"Focus on your meditation [Fokus pada meditasimu]!" seru Mr. Saheer garang. Pria berkebangsaan India itu berteriak tajam padaku.
Kulirik yoginiku itu, ia masih memejamkan mata. Tapi bagaimana bisa ia tahu aku sedang tidak fokus? Jangan-jangan dia punya mata cadangan di entah bagian mana tubuhnya.
"Mr. Saheer," panggilku memecah keheningan.
Mr. Saheer begeming. Ia tetap pada posisi lotus sempurna dan fokus bermeditasi. Ahhh sial!
"Mr. Saheer, permisi! I want to go to the bathroom [Saya ingin pergi ke kamar mandi]," pamitku cuek saja. Aku bangkit dari atas matrasku tapi ....
"Five minutes, no more [Lima menit, tidak lebih]!" tegasnya masih dalam posisi lotus dan mata yang terpejam. Sakti juga nih orang. Masa sambil merem begitu bisa tahu apa yang ada di benakku.
Aku sudah tak peduli dan terburu-buru berlari ke dapur. Kucari sosok asisten rumah tangga senior kesayangan kami. Mataku tertuju pada Bik Darsih sedang menyeduh teh lemon hangat dengan tenang.
"Psttt, Bik! Bik Darsih!" panggilku setengah berbisik.
Bik Darsih menengok padaku dan melotot tajam padaku. Dia nampak sangat terkejut dan tak suka dengan kehadiranku di dapur.
"Nyonya! Latihan jangan kabur-kaburan," bisiknya menghampiriku.
"Ada apa? Aku kepo," rengekku padanya manja.
"Nona Meita tidak sengaja menyenggol saya ketika menghidangkan teh lemon hangat milik Tuan. Tumpahlah semua teh lemon itu ke baju Nona Meita," jelasnya dengan wajah datar penuh empati. "Ini saya bikinkan lagi yang baru teh lemonnya," lanjutnya sambil tersenyum penuh arti.
"Dasar pengasuh nakal," desisiku menahan senyum. Aku sudah tahu bahwa sumber kericuhan beberapa saat yang lalu adalah dirinya.
Bik Darsih balas tersenyum padaku. Dia memang orang yang cukup tenang. Sama seperti majikan yang diasuhnya. Namun jangan disangka mereka benar-benar tenang. Kadang air yang tenang itu menghanyutkan, bukan?
"Kerja yang hebat, Bik!" pekikku memeluknya girang. Meski kutahu Bik Darsih melakukannya bukan semata-mata karena membalas kekesalanku. Aku tetap berterima kasih sekali padanya.
"Nyonya! Kelas yoga!" desisnya dingin sesaat kemudian. Wajahnya berubah kembali galak dan mengusirku dari dapur.
Aku mengangguk tenang dan bergegas kembali bersama Mr. Saheer. Kali ini rasanya aku akan bisa menjalankan kelas yogaku dengan tenang dan damai. Fokus hingga tercapai kestabilan mental dan spiritual.
Ahhh, tidak terlalu lancar dan tenang juga sebetulnya. Mr. Saheer seperti sedang menghukumku karena telah tidak fokus di awal kelas. Ia memberiku yoga pose cukup sulit dan membuat tubuhku tertekuk, terlipat, hingga teraniaya dengan sempurna. Terima kasih, Mr. Saheer!
"Sial! Encok deh gue!" keluhku kelelahan ketika kelas berakhir.
Mr. Saheer tersenyum puas melihatku tertatih berjalan ke kamarku untuk membersihkan diri. Luar biasa kan orang-orang yang dihadirkan Valdo padaku setiap pagi?
Tubuhku rasanya remuk redam dan tulang-tulangku linu luar biasa. Aku bagaikan ban mobil yang lentur lunglai setelah dihajar Yoga 45 menit dengan yogini yang dibayar Valdo mahal untuk melatihku tersebut.
***
Setelah mandi dan membersihkan diri. Bik Darsih sudah menyiapkan potongan buah apel dan alpukat. Ia hanya menabur cia seed tanpa dressing apa-apa. Voala, itulah kudapan sehatku setelah kelas Yoga.
"Bik, boleh enggak? Sepotong cokelat aja," rengekku padanya.
"Nyonya, anda ingin saya kehilangan pekerjaan saya?" tanyanya dengan wajah dingin.
"Ahhhh! Please, Bik. Sepotong cokelat enggak akan membuatku gendut," rengekku masih berusaha merayu.
Bik Darsih hanya bergeming. Ia meletakkan mangkuk buah dan segelas air putih di meja kamarku sebelum sibuk membereskan ini dan itu.
"Bikkk! Aku bisa mati kelaparan kalau hanya ini yang aku makan," rayuku sekali lagi. Aku masih saja berusaha meski kutahu bagaimana hasilnya.
"Nyonya! Menu makanan diet anda sudah sesuai dengan saran ahli gizi. Tidak mungkin ini akan membuat Nyonya kelaparan," tegas Bik Darsih garang.
Ah, percuma saja rasanya memohon-mohon pada sekutu Valdo ini. Aku meliriknya kesal sambil menghempaskan tubuhku di sofa panjang dalam kamar utamaku dengan Valdo.
Mau tak mau aku menghabiskan sepiring potongan buah itu hingga tandas. Daripada aku mati kelaparan karena hanya minum jus jeruk dan pil-pil laknat itu. Setidaknya buah-buahan itu bisa mengganjal perutku hingga siang.
Begitulah Bik Darsih. Ia sungguh setia pada Valdo. Meski cukup pengertian padaku terutama soal Meita, tetapi semua menu diet yang Valdo berikan untukku dipatuhinya dengan penuh disiplin. Tak ada toleransi sedikitpun untuk makanan sehat tersebut.
Jangankan menu diet, jadwal latihan, perawatan sampai apa saja kegiatanku seharian dikontrol dengan sempurna oleh Bik Darsih. Sungguh, luar biasa dedikasi sang pengasuh demi tuan mudanya ini.
Tak heran ibu mertuaku menghadiahkannya pada kami sebagai pelengkap rumah mewah, sepasang mobil, beserta seperangkat alat solat dan satu set perhiasan berlian dibayar tunai.
"Siang nanti, desainer langganan Tuan akan datang. Beliau akan mengukur dan membuatka gaun untuk, Nyonya," jelasnya.
Aku hanya mencebik kesal sembari membuang muka. Malas sekali aku mendengan segala instruksi dan jadwal yang harus kujalani setiap hari. Aku ini memang waniya bersuami, tapi ada kalanya aku terbang bebas, tidak terkungkung dalam sangkar emas yang dibangun Valdo untukku ini.
"Bipp, bippp!" gawaiku berbunyi dengan lampu yang berkedip-kedip.
Kulirik di layarnya, ada sebuah pesan masuk dari aplikasi hijau. Aku jadi sedikit bersemangat dibuatnya.
'Gank Fanya' begitu nama yang tertera pada notifikasi telepon pintarku tersebut. Dia sahabatku, salah satu dari gerombolan huru-hara yang rutin memberi warna dalam sangkar emas rumah tanggaku dengan Valdo.
"Akhirnya! Pertolongan Tuhan datang juga," batinku girang. Ingin rasanya segera meraih gawaiku dsn melakukan oanggilan telepon saja terhadapnya.
Namun kuurungkan niatku dan memilih bersikap malas dan mendengarkan Bik Darsih dengan tak bergeming.
"Nyonya Jean! Anda mendengar saya, tidak? Siang nanti jangan pergi kemanapun!" tegas Bik Darsih mengultimatum. Wanita itu selalu begitu jika menyangkut jadwal kegiatanku.
Aku hanya mengangguk malas sambil meraih gawaiku. Tak sabar rasanya membuka pesan dari sahabatku itu. Ada apa? Gosip dan peristiwa seru apa yang kutinggalkan saat sibuk dengan kelas yogaku tadi?
