Pustaka
Bahasa Indonesia

Sangkar Emas Suamiku

70.0K · Tamat
Miss_Rain1909
60
Bab
2.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Jean sudah dua tahun menikah dengan Valdo yang seorang pemilik Agensi Model. Seorang lelaki konglomerat dengan sifat perfectionist akut yang selalu menuntut kesempurnaan sang istri. Jean terpaksa harus menurut dengan melakukan diet ketat, berbagai latihan yoga, macam-macam perawatan tubuh agar selalu tampil sempurna. Tujuannya agar menjadi yang tercantik diantara wanita-wanita cantik yang mengelilingi Valdo setiap hari. Jean harus waspada pada semua senyum palsu yang ingin menggantikan posisinya sebagai Ny. Valdo Prawiradirdja. Mampukah Jean bertahan dengan pernikahan yang mencekiknya? Apakah Valdo yang dingin adalah pria setia yang mampu bertahan dalam pernikahan mereka. Atau sebetulnya ia hanyalah pria dingin yang suka berganti-ganti wanita di belakang istrinya?

RomansaPresdirBillionaireLove after MarriagePernikahanTuan Muda

Suami Super Cerewet

Byur!

Valdo menyiram wajahku dengan air dingin.

"Argh!"

Aku yang sebetulnya sudah bangun namun masih bermalas-malasan dan menutup mataku, jadi tergagap. Segera kulepaskan eyemaskku dan memandang sinis pada pria yang dua tahun belakangan ini telah menyandang status sebagai suamiku itu.

"Bangun! Sudah pagi! Jus jeruk dan vitaminmu harus segera diminum!" desisnya dingin.

Aku mencebik kesal dan melipat kedua tanganku di depan dada. Protes! Iya, meski aku yakin protesku tak akan ada artinya. Tapi, hei ayolah! Aku ini kan istrinya! Pria itu tidak seharusnya berlaku kasar begitu padaku.

"Aku masih mengantuk! Aku mau tidur lagi sebentar!" omelku sambil bersiap menghempaskan tubuh ke ranjang king size kami.

Valdo menarik tubuhku yang telah basah dengan kasar.

"Instruktur yogamu lima belas menit lagi akan tiba. Aku sudah membayarnya sangat mahal untuk melatihmu! Jangan kau sia-siakan waktunya sedetikpun!" ancam Valdo dengan wajah bengis.

"Aku malas, Valdo! Tolong batalkan saja kelasnya hari ini!" tolakku cuek sambil mendorong tubuhnya menjauh.

Sengaja aku menyulut emosinya pagi ini agar tak ada lagi latihan Yoga yang menyiksa.

"Kau! Berani membantahku? Kau pikir aku bercanda?" sinis Valdo sambil menyeringai mengerikan.

"Kalau aku sungguh menolak dan berani membantahmu, kau mau apa?" tantangku kesal. Aku mendongakkan wajah untuk menantangnya.

Valdo semakin sinis memandangku dan mendorong jidatku dengan telunjuknya.

"Pelayan! Seret Nyonya ke kamar mandi dan segera ganti pakaiannya! Siapkan Nyonya sebelum Mr. Saheer tiba!" teriaknya parau sambil turun dari ranjang king size kami.

Dua orang perempuan muda datang setengah berlari. Mereka memapahku ke kamar mandi dengan sedikit memaksa. Mereka lalu mencuci wajahku dengan sabun muka sewangi udara pegunungan, menyikat gigiku dengan pasta gigi khusus untuk membuat gigi putih bersinar, mengeringkannya dengan handuk selembut bulu angsa dan terakhir memoleskan serum yang akan membuat kulit wajahku glowing.

"Cantik sempurna, Nyonya," bisik salah satu dari mereka.

Aku membuang muka kesal dan bersikap bodo amat.

Seorang yang lain tengah sibuk menggantikan pakaianku dengan baju senam dan mengikat rambutku. Ia mulai memoleskan lotion ke seluruh tubuhku dan menyapukan sedikit make up tipis di wajahku.

"Pastikan Nyonya melakukan semua agenda rutinnya hari ini. Jika ada satu saja yang tidak dilakukannya, besok kalian tak perlu datang lagi!" ancam Valdo sambil berdiri di ambang pintu kamar mandi.

Pria itu sudah tampil rapi dan menawan, seperti biasa.

Kedua pelayan itu menjawab serempak, "Baik, Tuan!" Lalu kembali menyiapkan aku untuk turun ke meja makan dan memulai hariku.

Valdo sendiri segera menyisir klimis rambutnya, memakai jas kerja mahal, jam tangan branded dan menggenggam si pipih berlogo apel boncel itu. Ia kemudian bersiap untuk turun sarapan setelah memastikan pelayannya melakukan tugas dengan baik terhadapku.

"Stop! Aku bisa melakukan sisanya sendiri!" seruku memerintahkan dua pelayan itu pergi.

Mereka memandangku bimbang. Satu sisi takut tidak menjalankan perintah tuannya dengan benar. Sisi lain takut aku marah karena tak nyaman.

"Aku mengerti, aku akan menurut pada kalian hari ini. Aku tak akan membuat kalian dipecat," ujarku sambil mengusir lembut mereka keluar dan menutup pintu kamar mandi.

Kubuka kloset dan mulai memencet tombol fush agar mereka mengira aku sedang buang air besar. Kunyalakan kran wastafel agar mereka tak mendengar suaraku. Aman!

Aku meraih telepon pintar yang sengaja kusembunyikan di antara tumpukan handuk bersih di lemari kamar mandi. Kunyalakan benda rahasiaku itu dan kuhubungi seseorang.

"Nay! Gue perlu bantuan Elu untuk kabur hari ini," ucapku to the point pada lawan bicaraku di ujung sana.

"Apaaaa? Kabur lagi? Please deh, Jean! Elu enggak capek apa, kabur-kaburan melulu dari Valdo? Mending kalau berhasil, berkali-kali Elu selalu gagal!" tegas Nayla padaku.

Ah sial! Mengapa sekarang Nayla tidak mau diajak bekerja sama. Biasanya dia akan dengan sabar menjemputku dengan berbagai alasan agar bisa bolos semua kegiatan yang dijadwalkan Valdo padaku.

"Elu enggak kasihan sama gue, Nay? Elu kok tega gue dianiaya Valdo setiap hari," ujarku sendu. Aku mulai memainkan drama agar Nayla iba padaku. Aku yakin sahabatku itu akan mau melakukannya.

"Jean! Hel to the lo, hello! Elu tuh udah dua tahun nikah sama Valdo. Harusnya Elu tuh bersyukur punya suami yang rela keluar uang jutaan untuk modalin istrinya jadi glowing, shimmering, langsing, keceh! Pujaan semua lelaki di muka bumi dan harapan semua wanita di muka bumi ini!"

Lagi-lagi Nayla mentausiyahiku panjang lebar. Duh, Nay! Bukan itu yang aku butuhkan sekarang!

"Nay, please! Kali ini aja, bantu gue kabur dari Valdo. Gue kesleo, Nayla! Please, gue enggak bisa ikut kelas yoga," pintaku memelas agar Nayla iba dan menolongku seperti yang sudah-sudah.

"Maaf, Jean. Gue enggak bisa!" tegas Nayla sungguh tega.

Aku memutar otak untuk mencari-cari alasan apa lagi yang bisa membuat Nayla iba padaku. Namun belum juga ketemu, Nayla sudah mau memutuskan sambungan telepon.

"Udah ya, Jean. Bayi gue nangis. Elu telepon yang lain deh. Jangan gue!" tegas Nayla. Sahabatku itu segera menutup sambungan telepon sebelum aku sempat merayunya lagi.

"Ahhh! Sial!" umpatku kesal.

Baru hendak kutelepon temanku yang lain. Ketika kudengar pintu kamar mandiku diketuk sangat kencang.

"Jean! Keluar sekarang atau kudobrak pintu kamar mandinya!" Suara Valdo terdengar mengerikan dari luar kamar mandi.

"Ya Tuhan! Manusia macam apa dia itu! Tak pernah lembut sedikitpun dengan istri!" keluhku kesal sambil beranjak malas.

Mau tak mau segera kusembunyikan telepon pintar rahasiaku di tempat semula. Kubenahi sedikit penampilanku dalam balutan busana senam dan segera kubuka pintu kamar mandi.

"Kau kenapa sih? Jangan bikin rumah ini hancur karena teriakanmu yang seperti orang gila itu!" tegasku kesal.

Valdo masuk ke kamar mandi dan meneliti tiap sudut. Pria itu seperti mencurigai sesuatu.

"Jangan berusaha kabur dengan menelpon sahabat-sahabat sesatmu itu! Nayla, Fanya, Astrid atau siapapun temanmu yang biasa kamu aja bersekongkol!" sambut Valdo ketika telah selesai meneliti setiap sudut kamar mandi.

Aku memutar bola mata malas dan membuang muka kesal.

"Ingat, Jean! Kau dalam pengawasanku!" ancam Valdo sambil mendorong pintu kamar mandi yang telah terbuka lebar.

"Cih! Cerewet sekali jadi suami!" sinisku kembali membuang muka.

Valdo bergerak keluar kamar mandi dan menyemprotkan parfum mahal di jas dan kemejanya. Ia berkaca sekali lagi untuk memastikan penampilannya sempurna.

"Kutunggu di meja makan dalam lima menit!" titahnya. Valdo hanya melirikku sekilas sebelum meninggalkanku.

Arrrggghhhhh! Suami macam apa sih dia? Sebenarnya untuk apa dia ngotot menikahiku dua tahun silam? Ahhhh jangan-jangan sebetulnya aku hanya dijadikannya tumbal saja?