Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Mencari Ide

Suara sepatu vantoefel miliknya, mengisi ruang lobby kantor yang masih terlihat lengang. Karena memang masih pukul tujuh pagi. Meja receptionis sudah diisi oleh dua orang wanita berparas cantik dan berpakaian rapi.

"Selamat pagi, Bu Risti!" sapa keduanya dengan hangat, saat direktur mereka lewat tepat di depan mereka. Keduanya tersenyum manis ke arah Risti yang disambut dengan anggukan dan senyum tipis milik Risti.

Baru beberapa langkah melewati font receptionis, Risti menghentikan langkahnya. Tubuhnya berbalik menatap dua wanita yang masih memandangnya dengan takjub.

"Bapak direksi sudah sampai dari tadi ya?"

"Benar, Bu. Sudah lima belas menit yang lalu."

"Oke, minta OB lantai saya untuk membuatkan roti dan kopi susu hangat untuk ayah saya ya. Antarkan langsung ke ruangannya!" titah Risti dengan tegas, yang diikuti anggukan keduanya.

Suara nyaring hentakan sepatu itu terhenti, tatkala pintu lift khusus direksi terbuka. Risti masuk ke dalamnya, lalu dengan jemari mulusnya, ia menekan angka lima belas.

****

"Pagi sayangku!" sapa Karin sambil menyeringai manja.

"Pagi, Sis! Bapake ada di ruangannya ya?" Risti bertanya sambil terkekeh.

Karin mengangguk, matanya sedikit melotot mengisyaratkan sesuatu.

"Perasaan gua ga enak, sumpah! Ayah lo tampangnya asem!"

"Masa, sih! Duh, ada apa ya? Gue ke sana langsung deh!"

"Eh iya, sarapan buat bapake antar langsung nanti ya. Ga pake lama!"

"Siap, bos!"

Risti mencoba mengendalikan debaran jantungnya serta mengatur nafasnya, agar bisa tenang menghadapi ayahnya yang cukup otoriter terkait hal apapun. Terutama yang berurusan dengan perusahaan.

Tok...tok...

"Masuk!" Suara bariton pak Hermawan Susatyo, terdegar sayup dari dalam ruangannya. Risti membuka pelan pintu ruangan pemilik perusahaan tersebut.

"Ayah!" Panggil Risti dengan membuat suara seceria mungkin. Lelaki dengan rambut putih hampir di seluruh kepalanya itu, menoleh. Senyumnya begitu hangat menyambut kedatangan puteri satu-satunya.

"Hallo,baby!"

"Risti, Yah. Bukan baby!" Wanita itu cemberut mendengar panggilan baby yang selalu ayahnya ucapkan bila bertemu dengannya.

Lelaki paruh baya itu terkekeh pelan, ia membuka tangannya lebar. Menyambut pelukan hangat sang puteri yang sudah dua pekan tidak ia temui.

"Ayah sehat?" Risti merenggangkan pelukannya. Memperhatikan ayahnya dari ujung kaki sampai ujung rambut putihnya.

"Banget, sayang. Anak ayah sehat juga,kan?" Risti tersenyum lalu mengangguk cepat.

"Ada kabar baru apa yang bisa ayah dengar hari ini?"

Keduanya kini sudah duduk di sofa, pesanan yang diminta Risti untuk ayahnya pun sudah datang. Tidak ada roti bakar. Namun, kopi susu dan pisang goreng hangat sudah tertata manis di atas meja. Pak Hermawan menyesap kopi susu miliknya dengan perlahan.

"Everything is oke, Dad"! Sahut Risti sambil tersenyum.

"Alhamdulillah, siapa dulu anak hebat ayah!" Pujinya sambil mengusap lengan puterinya.

"Ayah, kemarin bilang ada hal penting. Apa itu, Yah?"

"Waktu di Thailand, ayah bertemu pak Kareem. Ayahnya Munos."

"Oh..." sahut Risti mendadak malas, begitu mendengar nama Munos kembali.

"Beliau ingin, kamu menjadi menantunya."

"Apa? No, Dad. I can't" Risti menggelengkan kepalanya tegas.

"But, he's still loving you!"

"Bullshit!"

Pak Hermawan hanya bisa menghela nafas panjang. Begitu keras kepalanya puterinya.

"Tidak Ayah, Aku tidak mau dijodohkan dengan Munos." Ucap Risti memohon pada ayahnya.

"Kenapa? Kau tak sadar usiamu sudah mendekati kepala tiga sayang, kurangilah kegilaanmu pada pekerjaan" ucap Pak Hermawan Susatyo ayah Risti.

"Harusnya aku yang sudah tua ini menimang cucu."

"Bukan hanya untuk memperoleh cucu. Pernikahan kamu dan anak pak Kareem, mampu membuat perusahaan kita semakin besar sayang. Ayolah, demi kelangsungan perusahaan kita,  menikahlah dengan Munos." Pinta pak Hermawan dengan suara penuh permohonan pada puterinya.

Risti menunduk sambil memutar otak, harus memberikan alasan apalagi pada ayahnya untuk menolak perjodohan ini.

"Kalau kamu diam saja, ayah anggap kamu setuju."

"Mmmm..sebenarnya aku,itu yah..mmmhh" ucap Risti ragu masih sambil memikirkan apa dan bagaimana cara menolak ayah.

"Aku sudah punya pacar , aku mau kenalin ke ayah tapi takut ayah tak setuju." Risti beralasan

"Wwaaw..are u seriuos my baby?" Mata ayah berbinar tak percaya

"Ayah,please berhentilah memanggilku dengan kata My baby, aku sudah tua, malu, tau!" Risti merengut kesal.

Ayah tertawa " oke oke sayang, sabtu besok kamu bawa pacarmu itu ke hadapan ayah."

"Mmmhh..oke Risti akan memberitahunya."

Risti bangkit dari sofa di ruangan kerja ayahya.

"Risti." panggil ayah

"Ya ayah," Risti berbalik dan berhadapan dengan ayah.

"Kamu tidak berniat membohongi ayahkan?"

Risti tersenyum kecut.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel