Pustaka
Bahasa Indonesia

Risti dan Suami Bayaran

49.0K · Tamat
Diganti Mawaddah
41
Bab
4.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Didesak oleh ayahnya untuk segera menikah, membuat Risti nekat menjebak seorang pria sederhana yang baru ia kenal dengan terpaksa menikahinya. Akankah pernikahan yang diawali dengan kebohongan berjalan dengan mulus?

Kawin KontrakWanita CantikRomansaPernikahanKeluargaIstriLove after Marriage

1. Pesona Risti

Suara halus mesin mobil sedan keluaran terbaru, memecah keheningan pagi di salah satu sudut ibu kota. Tepatnya, mobil tersebut baru saja keluar dari pelataran apartemen elit di kawasan Jakarta Selatan. Mobil melaju pelan, berbaur bersama kendaraan yang lain. Suara saling sahut klakson kendaraan begitu nyaring terdegar.

Suasana cukup padat pada jam kerja, tidak menyurutkan niatnya untuk berangkat pagi ini ke kantor. Ada banyak masalah yang harus segera ia selesaikan, berkaitan dengan perusahaan ekspedisi dan properti yang saat ini di bawah naungannya.

Sesekali wanita cantik itu melirik spion, memastikan riasannya sempurna untuk menjalani padatnya agenda hari ini. Ponselnya bahkan tidak berhenti berdering sepanjang perjalanan, ia hanya melirik sekilas, lalu mengabaikannya.

"Siapa sih, berisik?" Gumamnya tanpa melirik ponsel yang berdering dari dalam tas merk H****S keluaran terbaru miliknya. Ia masih fokus menatap jalanan padat di depannya. Memberikan jalan bagi seorang lelaki muda pejalan kaki yang hendak menyebrang. Namun ada yang aneh, lelaki yang hendak menyebrang tersebut mengurungkan niatnya. Lelaki berkemeja kotak-kotak dengan warna yang sudah hampir memudar itu memundurkan langkahnya kembali tepat berada di trotoar. Entah ragu atau takut, yang jelas wanita di dalam mobil memperhatikannya dengan kening berkerut.

"Aneh, udah tua masih takut nyebrang" wanita itu menarik nafas panjang, lalu menjalankan kembali mobilnya. Lelaki tadi masih ia perhatikan dari spion. Langkahnya masih maju mundur untuk menyebrang, membuat wanita itu terkekeh pelan.

"Anak SD aja pada pinter nyebrangnya, lha ini udah tua masih takut." Ia kembali menggelengkan kepalanya.

Cukup terburu-buru tadi, sehingga ia tidak sempat membuat sarapan. Mobil yang ia kendarai sedikit lagi memasuki kawasan kantor, tidak jauh dari sana ada sebuah warung nasi campur. Office boy sering ia minta untuk membeli nasi campur disana. Rasanya enak, menunya sederhana dan rasanya sangat cocok di lidah seorang direktur muda seperti Risti.

Ia memarkirkan mobilnya tepat di depan warung makan itu. Jemari lentiknya yang tersemat cincin bermata berlian, dengan perlahan mengambil beberapa lembar uang sepuluh ribuan. Dengan anggun ia turun dari mobil, lalu menekan alarm kunci. Kaki jenjang  miliknya yang terbalut celana panjang bewarna hitam, melangkah memasuki warung. Satu dua orang yang sedang menikmati sarapan di dalamnya, sampai terperangah memperhatikan wanita cantik yang sedang menunjuk menu apa saja yang ia mau.

"Sambalnya jangan lupa bude!" Suara merdunya terdengar sangat indah di telinga para lelaki yang tengah duduk disana. Ia melirik sekilas, lalu tersenyum sekedarnya kepada para lelaki yang saat ini tengah terpesona dengan dirinya.

Jemari lentiknya menyerahkan dua lembar uang sepuluh ribuan kepada bude penjual nasi campur sambil menyunggingkan senyum.

"Ini kembaliannya Mba, terimakasih!" Bude warung menyerahkan uang kembalian empat ribu rupiah pada dirinya. Sambil mengangguk Risti menerima kembalian tersebut, lalu ia masukkan ke dalam kotak amal jariyah yang ada di atas meja. Risti juga meraba saku celananya dan menemukan satu lembar uang seratus ribu. Ia kembali memasukkannya ke dalam kotak amal tersebut.

Kakinya melangkah kembali masuk ke dalam mobil. Hingga mobil hilang dari pandangan. Ketiga lelaki tadi berkomentar dengan begitu semangat.

"Kayak artis ya. Cantik, dermawan, wangi lagi!"

"Beruntung banget kita kalau memiliki istri seperti itu." Celetuk salah seorang dari mereka, hingga seringai ketiganya saling bersahutan.

"Kalau mau dapat yang begitu, mas-mas nya, juga harus jadi aktor dong, cakep, ga pernah ngutang dan ga boleh bau ketek!" Bude warung mencebikkan bibirnya.

"Udah cepetan makannya, bayar lho yang kemaren, jangan ngutang lagi!" Gerutu bude penjual nasi. Ketiga lelaki tersebut kembali menyeringai sambil menggaruk kepala yang tidak terasa gatal.

Mobil Risti sampai di basemant kantor, memarkirkan kendaraannya tepat di samping mobil pemilik perusahaan. Yaitu ayahnya sendiri. Hermawan Susatyo. Risti memang tidak tinggal dengan ayahya. Melainkan ia memilih tinggal di apartemen mewah yang ia beli dengan uangnya sendiri. Risti beralasan ia ingin mandiri dan tidak selalu manja dan bergantung pada ayahnya. Maklumlah, Risti memang anak semata wayang dari bapak Hermawan.

Langkahnya ringan memasuki lobby kantor. Tangan kanannya menenteng tas H****S , sedangkan tangan kiri membawa bungkusan plastik bening yang berisi nasi campur. Sesekali ia tersenyum menyapa karyawan yang kebetulan berpapasan dengannya.

"Pagi bu bos!" Seorang wanita yang berwajah manis menghampirinya sambil tersenyum. Mereka kini berada di dalam lift yang sama, menuju lantai lima belas. Dimana ruangan direktur dan direksi ada disana.

"Tumben lu pagi, biasanya gue udah kenyang lu baru sampe!" Celetuk Risti pada Karin sekretari sekaligus sahabatnya. Dua wanita dewasa yang statusnya masih sama-sama jomblo dalam kurun waktu satu tahun ini.

"Laporan gue belum selesai, bokap lu minta dirapihin hari ini."

"Oke deh. Sambil lu periksa jadwal gue hari ini apa aja ya. Gue sarapan dulu, jangan pake diganggu oleh siapapun." Pesan Risti pada sahabatnya Karin, yang sudah lebih dulu sampai di mejanya.

"Oke bos!"

Mereka pun berpisah, Risti di dalam ruangannya, sedangkan Karin fokus pada layar laptopnya, menyelesaikan laporan yang diminta oleh ayahnya Risti.

Risti yang merupakan direktur muda berprestasi, memang terkenal sangat fokus dalam segala hal, terutama yang berkaitan dengan pekerjaannya. Berangat pagi, pulang malam. Bahkan terkadang keluar kota menginap demi menyelesaikan pekerjaannya. Lima tahun fokus pada pengembangan perusahaan ayahnya, membuat ia lupa akan masanya ia menemukan lelaki sebagai pendamping hidupnya. Pernah berpacaran dua kali, namun gagal. Padahal keduanya pun serius menjalin hubungan. Itulah yang dinamakan belum jodoh, sekuat apapun kamu ikat, jika belum jodohmu, maka ia akan terlepas.

Risti membuka blazer coklat tua yang melapisi kemeja krem yang melekat di tubuhnya. Sebelumnya, ia telah mencuci tangan terlebih dahulu. Bersiap menyantap menu sarapan, sambel goreng kentang, sayur lodeh, telur dadar tak lupa sambal dan bakwan goreng. Pasti tidak akan ada yang menyangka, seorang wanita cantik yang merupakan direktur perusahan besar. Sangat suka sekali menu nasi campur ala rumahan seperti ini.

Sambil melahap sarapannya, ia mengambil ponsel yang sedari tadi berbunyi. Ia membuka satu persatu pesan yang masuk. Dari sekian banyak pesan, ada satu nama yang mengirimkan sepuluh pesan sejak shubuh, hingga saat ini.  Risti memencet tombol baca untuk mengetahui isi pesan tersebut.

Munos

Hai Risti, apa kabar?

Munos

Semoga kamu sehat ya

Munos

Kapan ada waktu? aku mau ajak makan siang.

Munos

Pesan aku kok ga dibaca, kamu masih marah ya

Yang lainnya

Yang lainnya

Wanita itu memutar bola mata malasnya, perutnya mendadak mulas setelah membaca sepuluh pesan dari pria masa lalunya.

"Lelaki susah move on, siapa suruh cari perkara sama gue? Minta balikan pula. Sorry ya...lelaki lebih baik dari kamu itu banyak."

****