Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 : Dunia hitam

-Short Stay Apart-

Apart Weyna kali ini terlihat bersih dengan beberapa wewangian sudah Indigo pasang. Bahkan ia sudah memasak untuknya dan juga untuk Weyna sang kekasih. Pria itu terlihat beberapa kali melirik jamdi pergelangan tangan nya, ia sedikit khawatir pada Weyna yang belum datang juga.

Dengan perasaan tak menentu, ia menghubungi gadis itu namun ponsel nya mati tidak bisa dihubungi.

"Sial. Tidak mungkin dia tak datang kemari, ini tanggal sepuluh dan dia selalu datang pada tanggal itu. Tapi kenapa dia tak datang. Kau dimana Weyn?" tidak ingin menunggu lama lagi, Digo meraih jaket dan kunci mobil nya berlari keluar dari apart entah ingin kemana.

Sementara di lain tempat…

-London City Airport-

"Baby boy." dengan sedikit berteriak, seorang wanita… walaupun sudah berumur 40 tahun, namun wajah dan tubuh nya sangat berbohong bahkan saat berjalan bersama keduanya anaknya, orang lain akan mengira mereka sepasang kekasih.

Keevah Orion Holden Kim ibu dari Nirva dan Mike. Nirva dan Mike menoleh mendengar suara seseorang yang mereka kenal bahkan sangat.

"Ib-ibu waah… " Mike tak bisa berkata-kata lagi melihat Keevah.

Sedangkan Nirva, "Ada… astaga! Apa yang wanita itu pakai, astaga. Benar, kalian berdua sangat--"

Plak!

"Dia ibu tahu, jangan seperti itu." kesal Mike mendengar ucapan Nirva yang terdengar menyebalkan. "I know dan jangan berani memukulku lagi," ketus Nirva mengusap lengan nya yang terasa perih. Bagaimanapun, walau dia seorang kakak, tapi tubuh Mike lebih kokoh bahkan sedikit tinggi darinya. Karena pemuda itu menekuni dunia karate sejak kecil.

Mike terkekeh, "Tapi dia benar itu kan, kemana baju yang sering ia pakai?" Mike bingung melihat style sang ibu yang terlihat berbeda dari yang mereka tahu.

Nirva menghela nafas, "Menurutmu, itu karena ayah tak bersama nya. Selama ini, ia harus berdiri di samping Tuan Kim dengan anggun dan berkelas. Dan inilah yang ibu inginkan, kebebasan." jelas Nirva mengerti keadaan sang ibu yang selalu dituntut oleh ayahnya.

Mike mengangguk membenarkan, "Tapi tetap ini tidak boleh kak. Lihat orang-orang menatap ibu tak pantas." kesal pemuda itu tak terima sang ibu di tatap seakan tontonan. "Lepaskan," pinta nya pada Nirva. "Aku tau." kata Nirva membuka blazernya menunggu Keevah yang terlihat santai menikmati kesendirian nya.

Begitu tiba di samping mereka, Keevah memeluk kedua anak nya tak lupa mengecup pipinya.

"Ibu, apa yang kau pakai astaga!" ucap Mike pada Keevah yang tengah tersenyum menangkup pipinya, "Bagaimana, masih terlihat seperti gadis bukan," Keevah malah menggoda anak-anak nya.

"Ta-tapi ibu, itu terlalu--"

"Tenang saja, ibu--"

"Bertingkah layaknya gadis, sudah selesai Nyonya Kim." ucap Nirva menyelah ucapan sang ibu dan memasangkan blazer nya pada wanita yang sekarang tengah cemberut. "Ist, ibu kan ingin menikmati--"

"Jangan membuatku menghubungi Tuan Kim disana, Nyonya." ancam Nirva membuat sang ibu semakincemberut, "Ayo ke mobil." meraih koper Keevah dan segera melenggang pergi.

"Kenapa kakak mu semakin tak peduli seperti itu sih," heran Keevah menatap punggung anak pertama nya itu.

"Karena dia peduli pada ibu, makanya kakak seperti itu. Ayo." Keevah hanya pasrah mengeratkan blazer Nirva di tubuh nya. Sedangkan Mike merangkul sang ibu posesif melihat tatapan brengsek lelaki pada pada ibunya.

Di dalam mobil, "jangan katakan kalau semua pakaian ibu seperti itu di dalam koper," tebak Nirva mulai meninggal tempat parkir bandara.

"Maybe hehe."

Sudah ia duga ibu nya akan menjawab itu, "Astag ibu, calon kakak kan di sini!" jerit Mike menggeleng tak percaya menatap wanita yang kini melotot seakan lupa sesuatu. "Astaga, ibu tidak memikirkan itu. Bagaimana dong,"panik Keevah menatap kedua putranya bingung.

"Kalian berdua benar-benar serasi." celetuk Nirva membuat Keevah dan Mike terkekeh memeluk sang ibu.

-Pusara Keluarga Magnolia-

Weyna menatap khawatir kedua wanita yang ia sayangi sedang duduk berhadapan saat ini.

Lany yang disana mengerti posisi gadis itu pun, "Tidak usah khawatir, Nani tidak akan melakukan apapun pada Nyonya." ucapnya mengusap lengan Weyna. "Aku tau Lany. Tapi tetap saja Nani masih kecewa dengan ibu." lirihnya dengan masih menatap Liliana dan Nani.

"Queen, seperti biasa ada sesuatu untuk mu dari King." ucap Otis segera duduk disamping Weyna.

"Ah benar,ini sudah 14 tahun kepergian nya dan aku selalu menerima surat." ucap Weyna tersenyum meraih surat berwarna hitam di hadapannya.

"Tahun depan mungkin terakhir kau akan mendapatkan itu." kata Otis yang dibalas anggukan oleh Weyna. "Benar. Ulang tahun yang menjadi petaka."celetuknya.

"Queen!"

"I'm okay, awasi mereka. Aku ketempat yang lain dulu."

weyna berdiri meninggalkan Lany dan Otis yang kini menghela nafas berat.

Ulang tahun ya, Weyna terkekeh mengingat hari dimana ulang tahun nya berubah menjadi bencana dengan meninggalnya King. Bahkan sampai sekarang pun, merayakan ulang tahun nga tidak akan pernah terjadi lagi. Bahkan Liliana pun seakan lupa hari kelahiran nya itu. Tapi tak apa, baginya itu juga tidak penting selama dia masih bisa bersenang-senang dan melihat foto sang daddyitu sudah cukup untuknya.

Sementara itu… Nani menyesap kopi hitam pekat nya dengan elegant.

"Ibu tidak berubah," ucap Liliana memulai percakapan mereka dengan tenang.

"Kau ingin aku berubah seperti apa, menjadi buta sepertimu." Cukup pedas bagi siapapun yang mendengar itu, begitu juga Liliana yang dengan cepat menegur mantan ibu mertua nya itu. Namun, "Aku hanya ingin mengingatkan mu sesuatu, jangan lupakan jika Queen adalah hartaku yang tersisa. Dan hari ini, hari ulang tahun nya yang ke 24 dan juga 14 tahun kepergian King." tegas Nani se akan memberitahu wanita di hadapan nya sekarang.

"Aku tidak lupa bu, bagaimana mungkin aku melupakan--"

"Dengan tak menghiraukan Queen selama dia mengikutimu."

"Ibu, aku hanya tidak ingin--"

"Kehilangan suamimu kembali tapi kau akan kehilangan putrimu."

Liliana terdiam mendengar perkataan Nani.

"Kau akan lihat bagaimana Queen akan meninggalkanmu dan kembali padaku. jadi jangan salahkan jika hari itu datang, karena kau sendiri yang membuatnya memilih pergi." ucap Nani terdengar seperti peringatan bagi Liliana.

Liliana mengepalkan tangan nya, "Itu tidak akan pernah terjadi. Aku tau, selama ini tak peduli padanya. Mungkin itu yang kalian lihat, tapi aku tidak pernah melakukan itu. Kami pun tak pernah merayakan ulang tahun nya sejak hari itu, karena permintaan Weyn." ucapnya merasa yakin kalau selama ini dia tidak salah mendidik putrinya Weyna.

"Nak," entah kenapa, jantung Liliana berpacu dengan cepat mendengar suara lembut dari Nani. "Queen tak sepolos gadis lain, jangan lupakan darahku mengalir dalam dirinya." kata itu benar-benar membuat dada nya Liliana terasa sakit.

"Aku mohon ibu, jangan buat Weyn masuk ke dalam dunia hitam." mohon Liliana tak sanggup melihat kehancuran dalam diri sang anak. Tak ingin melihat Weyna hancur namun gadis itu sudah hancur dimana dia selalu dibanding-bandingkan dengan kakaknya.

"Bukan aku tapi kau sendirilah yang melakukan nya."

"ITU TIDAK AKAN PERNAH TERJADI, IBU!" teriak Liliana namun Nani tetap duduk santai mendengar teriakan mantan menantu nya itu. "Itu tidak akan pernah terjadi, aku berjanji akan itu." setelah itu, Liliana pergi dari sana meninggalkan Nani yang tersenyum tipis.

Lagi-lagi Lany dan Otis hanya bisa menghela nafas melihat semua nya.

° ° °

Weyna sedang berkumpul dengan si kembar dan Callum.

Ponsel Weyna sejak tadi bergetar, namun dia sama sekali tak ingin mengangkat nya.

"Angkat saja, aku pusing mendengar getaran nya." pinta Emily yang mendapat lirikan sinis dari pemilik ponsel.

Miley terkekeh membuat mereka penasaran, "Ada apa?" tanya Callum, "Dari calon kakak iparnya." mereka terkekeh.

"Sialan." kesal Weyna

"Ada pesan masuk," Miley mengulurkan ponsel Weyna yang segera di rebut oleh gadis itu.

-Pesan -

"Jangan lupakan tugasmu gadis bar-bar. ku hitung sampai tiga jika kau tak menghubungiku, kakakmu akan tahu kejadian itu."

"Brengsek." dengan cepat Weyna berdiri lalu menghubungi Nirva. Begitu panggilan terhubung…

"YA, BRENGSEK! DASAR BAJINGAN SIALAN. KAU INGIN MATI YA."

Nirva yang sedang minum tersedak mendengar umpatan yang ia dapatkan. Ia kemudian memperbaiki tempat duduk, ia masih mendengar umpatan Weyna. "Sudah selesai umpatan nya Nona Vint," gadis itu menghela nafas kasar.

"Apa yang kau inginkan, sialan."

"Ku tunggu dalam 10 menit." Nirva menahan senyum nya, ingin mengerjai calon adik ipar nya itu.

"Apa maksudmu sialan. Apa kau--"

Menekan tombol matikan agar panggilan mereka terputus. Nirva yakin bahkan sangat yakin Weyna sedang menyumpah serapahi dirinya saat ini. "Aku hanya ingin melihat wajah yang memerah karena marah, itu saja." ucapnya terkekeh, tanpa tau bahwa semua yang akan terjadi berawal dari sana, bahkan hubungan mereka yang akan segera dimulai.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel