Bab 5 : Perbedaan
Short Stay Apartment
Suara kepuasaan birahi terdengar di kamar apartemen, Indigo melempar dirinya ke samping lalu meraih rokok dan korek. Sedangkan Sydney masih mengatur napas setelah pertempuran meraih puncak kenikmatan duniawi mereka.
"Kapan kau akan memutuskannya,"
Pertanyaan bodoh pikir Indigo tertawa mengisap rokok menoleh melihat Sydney dengan tatapan remeh, "Jangan berharap yang tak pasti. Kau hanya seorang jalang--"
"Jalang yang membuatmu puas, seperti itu,"
"Ya, kau tau itu. Jadi lakukan saja seperti yang selalu kau lakukan. Menjadi jalang!"
Sydney tertawa, "Aku tidak yakin dia tak tahu tentang perbuatanmu," ucapnya santai.
"Tidak jika kau menutup mulutmu."
"Kita lihat saja nanti."
Digo meraih sesuatu dan melemparnya ke arah Sydney. "Key?" bingung nya.
"Kekasihku akan datang besok, jadi bereskan semua nya dan pergilah ke SACO apart." kata Digo
"Baiklah honey." mengedipkan sebelah matanya ke arah pria itu.
"Bitch."
"Thanks hahaha."
*
-Vint House-
Liliana Zachary Vincent menghela nafas melihat putri nya kembali kerumah dengan mabuk. Dia menggeleng pelan, "Lany, bereskan dia. Dasar nakal." ucapnya keluar dari kamar Weyna.
"Baik Nyonya." Lany menggeleng pelan melihat Weyna terbaring lemah padahal dia tak minum banyak. "Bangunlah, aku tau kau tak minum banyak." mengusap pucuk kepala Weyna dengan penuh kasih sayang.
Gadis itu mendongak menatap nya terkekeh.
"Bersihkan diri, lalu tidur. Jangan lupa besok kita harus ke tempat--"
"Lany,"
"Hu'um, ada apa?"
Weyna melirik pintu, "Nyonya Vint sama sekali tidak peduli padaku." lirihnya menunduk.
Lany menghela nafas, "Jangan pikirkan itu. Kau harus ingat perkataan Nani, kembali saat lelah dengan keadaanmu disini. Jadi kapanpun kau kembali, beliau siap menerimamu. Kau satu-satu nya pewaris tunggal Queen, jangan lupakan itu." ucapnya memberikan pengertian pada gadis itu.
Weyna mengangguk, "Aku merindukan King." lirihnya memainkan jari-jarinya.
"Kita akan ke rumahnya besok. Baiklah aku keluar. jangan lupa bersihkan dirimu, semua nya sudah kusiapkan."
"Terima kasih Lany."
Lany tersenyum mengangguk lalu keluar tak lupa menutup pintu kamar. Weyna tersenyum miris melihat foto seseorang yang tengah tersenyum hangat, "King, i miss you really miss you." gumamnya kemudian berjalan ke kamar mandi. Kali ini, ia ingin meredakan semua amarah nya dalam air yang dingin.
Sedangkan di kamar tamu saat ini, Nirva yang sedang merendam tubuh nya dalam bak air hangat menghela nafas. Getaran pada ponsel nya, membuat lamunannya buyar kemudian meraih benda itu.
"Ya, ada apa?" ucapnya ketika mengangkat panggilan dari Bentley.
"Semua sudah beres, kita bisa pindah besok."
"Baiklah."
"Mike ingin mengatakan sesuatu,"
"Hm,l dehem nya menunggu apa yang akan adiknya katakan.
Michael Orion Holden Kim, umur 20 tahun kuliah di universitas london, jurusan seni.
"halo kak,"
"Ya, ada apa? Kau tak ke klub lagikan?" ucapnya Nirva terdengar menyebalkan di telinga sang adik.
"Eih, aku bukan dirimu kak."
"Whatever."
Mike terkekeh, "Hanya ingin mengatakan, ibu akan berkunjung besok."
"Dengan ayah?"
"Anio. Ibu hanya sendiri. Jadi temani aku menjemputnya, bisa kan?"
"Baiklah, akan ku jemput besok." putusnya akan menjemput sang ibu.
"Oke. Aku kembalikan pada kak Ben,"
"Hem."
"Nirva, sebelum menjemput bibi, kau harus menghadiri ruang rapat para kolega jam sepuluh siang." kata Bentley mengingatkan Nirva.
"Hanya itu kan," tanya Nirva
"Iya, hanya itu."
"Baiklah." katanya memutuskan panggilan mereka.
Nirva membuka album di ponsel nya menatap foto seorang gadis yang ia terima dari seseorang. Kemudian menggeser layar ponsel sekali lagi dan tersenyum tipis melihat foto itu.
"Sangat jelas perbedaan mereka." gumam nya meletakkan ponsel nya kembali menikmati air hangat yang menjalar di tubuhnya.
*
*
*
09:00, London Inggris.
-Vint House-
Oscar dan Liliana sedang duduk sarapan dengan Nirva berada di tengah-tengah mereka.
"Bagaimana sarapannya, kau suka nak?" tanya Liliana pada calon menantu nya itu.
Nirva mengangguk tersenyum, "Ya, tentu." jawab sekena saja.
"Syukurlah. Ayo tambah lagi," ucap Liliana pada Nirva. Bagaimanapun, calon menantu nya ini dari Seoul Korea. Ia tidak ingin membuatnya kecewa karena perbedaan lidah mereka.
"Ah… ya, terima kasih."
"Kau ini, santai saja nak." ucap Liliana ingin Nirva merasa nyaman di dekat mereka.
"Kudengar Nyonya Kim akan datang ke london, " tanya Oscar yang sedari tadi hanya diam melihat Liliana yang ingin mengakrabkan diri pada Nirva.
Nirva menoleh ke arah calon mertuanya, "Ah, benar paman. Mungkin hari ini, ibu sudah sampai." kata nya dengan masih tersenyum berusaha untuk sopan.
"Kalau begitu, nanti malam ajak beliau kemari ya nak." kata Liliana
"Tentu."
"Tuan Kim tidak ikut," Oscar kembali bertanya.
"Mana mungkin ayah ingin meninggalkan pekerjaan nya." ucap Nirva terkekeh,
"Sama sepertinya." Liliana menunjuk Oscar yang tengah tertawa."Itu demi kalian juga, jadi mengertilah sayang." elak Oscar karena itulah kenyataan nya. "Baiklah terserah padamu." pasangan suami istri itu tersenyum satu sama lain.
"Tapi Weyna kemana? Aku tidak melihatnya sejak tadi," tanya Nirva yang memang sejak tadi mencari keberadaan Weyna. Gadis itu sama sekali tak muncul selama mereka asik sarapan.
"Oh dia sedang ada urusan nak." kata Oscar dibenarkan oleh Liliana.
Nirva mengangguk, "Kalau begitu bibi, paman saya permisi." pamit nya segera berdiri,
"Ah iya, paman juga akan berangkat sekarang." kata Oscar.
"Hati-hati nak," ucap Liliana.
Nirva tersenyum mengangguk kemudian membungkuk lalu keluar dari rumah mendahului Oscar.
"Kau tak kesana?" tanya Oscar pada istrinya yang hanya diam. "Pergilah. Bagaimanapun dia--"
"Aku tau. Hanya saja, aku sudah tidak ingin terikat lagi dengan mereka." ungkap Liliana berdiri ingin membereskan piring kotor mereka.
"Apa kau lupa sesuatu?" Liliana menatap Oscar bingung, "Weyna Magnolia Queen." wanita itu diam. "Jangan lupakan dia. Aku tau, selama ini kau terlalu fokus padaku dan juga Zeey. Tapi jangan buat putrimu membenci dan menyesal mengikutimu kemari. Aku akan menyuruh Harvey membawamu ke sana." ucap nya berlalu pergi meninggal kan Liliana yang terduduk mengingat apa yang telah ia lakukan selama ini. Melupakan anaknya, hanya meminta Lany untuk terus melakukan apa yang seharusnya ia lakukan sendiri.
Liliana menghela nafas mengusap wajahnya kasar. Ia segera berlari meninggalkan meja makan segera masuk kamar untuk bersalin baju, sebelum ke tempat suami pertama nya.