Bab 10
Zahra menatap tajam tubuh cewek dihadapannya, matanya seakan mengeluarkan energi listrik yang bisa membunuh siapa saja yang menatapnya. Emosinya sedari tadi pagi sudah dipuncak batasnya, tangannya membentuk kepalan siap untuk meninju makhluk yang hanya bisa menggertak dihadapannya ini.
Sebenarnya Dinda takut dengan Zahra, ia tau emosi Zahra bukan hal yang patut untuk dimain-main 'kan. Apa lagi Zahra adalah atlit karate yang sudah memegang sabuk hitam, membayangkannya saja Dinda sudah bergidik ngeri. Namun ini soal harga diri, dia sudah menantang Zahra tidak mungkin ia mundur begitu saja. Bisa-bisa ia menjadi bahan bully an satu sekolah nantinya.
"Terakhir. Kali. Gue. Bilang. MINGGIR." Ucap Zahra dengan penuh penekanan disetiap katanya dan suaranya yang naik menjadi satu oktaf. Bahkan lelaki yang melihat ini bisa bergidik ngeri karnanya.
"Gue.bilang.engga.mau. lo aja sana yang minggir, sok berkuasa banget sih." Dinda benar benar cari mati.
Zahra maju selangkah, tangannya terkepal siap melayangkan bogeman mentahnya untuk anak bau kencur dihadapannya ini.
Bugh
Zahra melayangkan tinjuan mentahnya ke arah Dinda, tapi bukan Dinda yang kena. Melainkan seseorang yang dengan bodohnya menjadi tameng untuk Dinda, Zahra membulatkan matanya sempurna tepat saat ia melihat siapa yang sudah melindungi Dinda barusan.
"Eldy?"
●●●
"Makasih ya kak," ucap Dinda kepada Eldy sambil mengompres pipi Eldy yang lebam karna tinjuan dahsyat Zahra tadi.
Melihat pipi Eldy yang biru membuat Dinda terhentak dan langsung menarik Eldy ke uks, dilihatnya tampang Zahra yang masih shock tadi membuatnya tersenyum smirk.
Dinda sedari tadi menatap kagum ke arah Eldy, sebenarnya Dinda sudah lama menyukai Eldy. Dan saat Dinda mengetahui Eldy ternyata menyukai Zahra dari situ lah Dinda mulai membenci Zahra. Bukan karna apa, Dinda selalu geram setiap ia memperhatikan usaha Eldy yang mendekati Zahra namun selalu mendapat tolakan yang telak.
Merasa dirinya diperhatikan, Eldy menatap manik mata Dinda. Sebenarnya Eldy ingin sekali mencaci gadis dihadapannya ini, betapa bodohnya ia menantang seorang Zahrana. Selain Zahra adalah kakak kelasnya, Dinda seharusnya juga tahu diri bahwa ia tidak mempunyai bekal apapun untuk melawan Zahra.
"Lo itu bego atau gimana sih?" Eldy mengambil alih kompresan yang ada ditangan Dinda dengan kasar.
Alis Dinda terangkat satu,
"Hah? Maksud kakak apa?"
Eldy memutar bola matanya malas, ia pun berdecak sebal."Ck, lo itu punya apasih sampe berani nantangin Zahra kaya tadi? Seharusnya lo sadar lah, bukan uang yang jadi masalah. Nyali lo emang besar, tapi tenanga lo. Kaya kerupuk."
Jleb
Perkataan Eldy begitu menohok hati Dinda, bisa kalian bayangkan orang yang kita suka bicara sekasar itu. Apa lagi Eldy sekarang sedang membela Zahra, rasanya Dinda ingin menangis saja. Baru tadi ia bahagia setengah mampus karna Eldy menolongnya, namun sekarang. Rasanya Dinda ingin membungkam mulut tajam Eldy dengan bantal.
Saat ingin membalas perkataan Eldy, tiba-tiba pintu UKS terbuka terlihat gadis dengan postur tinggi dengan matanya yang tajam meneliti setiap ruangan mencari sesuatu. Dan saat itu tatapan matanya yang tajam bertemu dengan mata teduh menghangatkan milik Eldy. Langsung saja gadis itu berjalan kearah mereka berdua, ekspresinya yang datar namun tersirat kekhawatiran dan kemarahan wajahnya.
"Sakit?" Zahra menyentuh pipi Eldy yang lebam dengan sangat lembut, Eldy tertegun sesaat sebelum ia kembali sadar.
"Rasa strawberry,asem-asem manis," Eldy terkekeh pelan.
Dinda menatap Zahra sinis, ingin sekali ia mencakar membabi buta gadis ini, tapi apa daya ia tak memiliki kekuatan yang cukup. Ditambah lagi ada Eldy disini. Daripada ia semakin dongkol melihat pemandangan dihadapannya ini, lebih baik ia beranjak pergi.
Zahra tidak memperdulikan Dinda yang melenggang pergi begitu saja, toh Dinda ada ataupun tidak Zahra tidak pernah menganggapnya ada. Ia lebih memilih memperhatikan Eldy yang terluka karena melindungi Dinda dari tinjuan mautnya, mengingat itu lagi Zahra menjadi dongkol.
"Ya udah kalo ga sakit, gue balik ke kelas aja."Ketus Zahra yang sudah beranjak ingin pergi ke kelasnya namun tangannya ditahan Eldy.
"Tanggung jawab dong Ra, sakit nih." Eldy pura-pura mengaduh kesakitan.
Zahra melepaskan tangannya yang ditahan Eldy tadi dengan kasar,"Siapa suruh ngelindungin cabe keriting tadi!"sinis Zahra.
Eldy terkekeh melihat wajah Zahra sekarang, wajah marahnya yang sangat cantik bagi Eldy.
"Gue ga bisa biarin lo ninju Dinda, karna disana banyak saksi Zahra. Kalo Dinda ngadu kepolisi gimana? Umur lo udah 17tahun, lo udah bisa masuk sel anak-anak. Dan gue gamau itu terjadi."
Zahra kaget mendengar jawaban Eldy, ia tidak pernah memikirkan dampak jika ia benar-benar meninju Dinda didepan umum seperti tadi. Bisa jadi yang dikatakan Eldy itu benar.
Padahal Zahra belum genap berusia 17tahun, tapi ia mengiya kan saja apa yang diucapkan Eldy.
"Maaf,"
Alis Eldy terangkat satu,"Buat apa?"
"Itu." Zahra menunjuk lebam dipipi Eldy yang sudah mulai membiru.
Kesempatan emas tidak boleh disia-sia kan, tidak, Eldy tidak licik. Ini hanya ide disaat peluang kecil muncul. "Ada syaratnya." Eldy tersenyum jahil ke arah Zahra.
Kali ini alis Zahra yang terangkat satu, menunggu kalimat selanjutnya yang akan diucapkan Eldy.
"Jadi pacar gue,"
Dan seketika Zahra membeku.
Zahra menatap tajam tubuh cewek dihadapannya, matanya seakan mengeluarkan energi listrik yang bisa membunuh siapa saja yang menatapnya. Emosinya sedari tadi pagi sudah dipuncak batasnya, tangannya membentuk kepalan siap untuk meninju makhluk yang hanya bisa menggertak dihadapannya ini.
Sebenarnya Dinda takut dengan Zahra, ia tau emosi Zahra bukan hal yang patut untuk dimain-main 'kan. Apa lagi Zahra adalah atlit karate yang sudah memegang sabuk hitam, membayangkannya saja Dinda sudah bergidik ngeri. Namun ini soal harga diri, dia sudah menantang Zahra tidak mungkin ia mundur begitu saja. Bisa-bisa ia menjadi bahan bully an satu sekolah nantinya.
"Terakhir. Kali. Gue. Bilang. MINGGIR." Ucap Zahra dengan penuh penekanan disetiap katanya dan suaranya yang naik menjadi satu oktaf. Bahkan lelaki yang melihat ini bisa bergidik ngeri karnanya.
"Gue.bilang.engga.mau. lo aja sana yang minggir, sok berkuasa banget sih." Dinda benar benar cari mati.
Zahra maju selangkah, tangannya terkepal siap melayangkan bogeman mentahnya untuk anak bau kencur dihadapannya ini.
Bugh
Zahra melayangkan tinjuan mentahnya ke arah Dinda, tapi bukan Dinda yang kena. Melainkan seseorang yang dengan bodohnya menjadi tameng untuk Dinda, Zahra membulatkan matanya sempurna tepat saat ia melihat siapa yang sudah melindungi Dinda barusan.
"Eldy?"
●●●
"Makasih ya kak," ucap Dinda kepada Eldy sambil mengompres pipi Eldy yang lebam karna tinjuan dahsyat Zahra tadi.
Melihat pipi Eldy yang biru membuat Dinda terhentak dan langsung menarik Eldy ke uks, dilihatnya tampang Zahra yang masih shock tadi membuatnya tersenyum smirk.
Dinda sedari tadi menatap kagum ke arah Eldy, sebenarnya Dinda sudah lama menyukai Eldy. Dan saat Dinda mengetahui Eldy ternyata menyukai Zahra dari situ lah Dinda mulai membenci Zahra. Bukan karna apa, Dinda selalu geram setiap ia memperhatikan usaha Eldy yang mendekati Zahra namun selalu mendapat tolakan yang telak.
Merasa dirinya diperhatikan, Eldy menatap manik mata Dinda. Sebenarnya Eldy ingin sekali mencaci gadis dihadapannya ini, betapa bodohnya ia menantang seorang Zahrana. Selain Zahra adalah kakak kelasnya, Dinda seharusnya juga tahu diri bahwa ia tidak mempunyai bekal apapun untuk melawan Zahra.
"Lo itu bego atau gimana sih?" Eldy mengambil alih kompresan yang ada ditangan Dinda dengan kasar.
Alis Dinda terangkat satu,
"Hah? Maksud kakak apa?"
Eldy memutar bola matanya malas, ia pun berdecak sebal."Ck, lo itu punya apasih sampe berani nantangin Zahra kaya tadi? Seharusnya lo sadar lah, bukan uang yang jadi masalah. Nyali lo emang besar, tapi tenanga lo. Kaya kerupuk."
Jleb
Perkataan Eldy begitu menohok hati Dinda, bisa kalian bayangkan orang yang kita suka bicara sekasar itu. Apa lagi Eldy sekarang sedang membela Zahra, rasanya Dinda ingin menangis saja. Baru tadi ia bahagia setengah mampus karna Eldy menolongnya, namun sekarang. Rasanya Dinda ingin membungkam mulut tajam Eldy dengan bantal.
Saat ingin membalas perkataan Eldy, tiba-tiba pintu UKS terbuka terlihat gadis dengan postur tinggi dengan matanya yang tajam meneliti setiap ruangan mencari sesuatu. Dan saat itu tatapan matanya yang tajam bertemu dengan mata teduh menghangatkan milik Eldy. Langsung saja gadis itu berjalan kearah mereka berdua, ekspresinya yang datar namun tersirat kekhawatiran dan kemarahan wajahnya.
"Sakit?" Zahra menyentuh pipi Eldy yang lebam dengan sangat lembut, Eldy tertegun sesaat sebelum ia kembali sadar.
"Rasa strawberry,asem-asem manis," Eldy terkekeh pelan.
Dinda menatap Zahra sinis, ingin sekali ia mencakar membabi buta gadis ini, tapi apa daya ia tak memiliki kekuatan yang cukup. Ditambah lagi ada Eldy disini. Daripada ia semakin dongkol melihat pemandangan dihadapannya ini, lebih baik ia beranjak pergi.
Zahra tidak memperdulikan Dinda yang melenggang pergi begitu saja, toh Dinda ada ataupun tidak Zahra tidak pernah menganggapnya ada. Ia lebih memilih memperhatikan Eldy yang terluka karena melindungi Dinda dari tinjuan mautnya, mengingat itu lagi Zahra menjadi dongkol.
"Ya udah kalo ga sakit, gue balik ke kelas aja."Ketus Zahra yang sudah beranjak ingin pergi ke kelasnya namun tangannya ditahan Eldy.
"Tanggung jawab dong Ra, sakit nih." Eldy pura-pura mengaduh kesakitan.
Zahra melepaskan tangannya yang ditahan Eldy tadi dengan kasar,"Siapa suruh ngelindungin cabe keriting tadi!"sinis Zahra.
Eldy terkekeh melihat wajah Zahra sekarang, wajah marahnya yang sangat cantik bagi Eldy.
"Gue ga bisa biarin lo ninju Dinda, karna disana banyak saksi Zahra. Kalo Dinda ngadu kepolisi gimana? Umur lo udah 17tahun, lo udah bisa masuk sel anak-anak. Dan gue gamau itu terjadi."
Zahra kaget mendengar jawaban Eldy, ia tidak pernah memikirkan dampak jika ia benar-benar meninju Dinda didepan umum seperti tadi. Bisa jadi yang dikatakan Eldy itu benar.
Padahal Zahra belum genap berusia 17tahun, tapi ia mengiya kan saja apa yang diucapkan Eldy.
"Maaf,"
Alis Eldy terangkat satu,"Buat apa?"
"Itu." Zahra menunjuk lebam dipipi Eldy yang sudah mulai membiru.
Kesempatan emas tidak boleh disia-sia kan, tidak, Eldy tidak licik. Ini hanya ide disaat peluang kecil muncul. "Ada syaratnya." Eldy tersenyum jahil ke arah Zahra.
Kali ini alis Zahra yang terangkat satu, menunggu kalimat selanjutnya yang akan diucapkan Eldy.
"Jadi pacar gue,"
Dan seketika Zahra membeku.