Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Kebakaran

Bab 7 Kebakaran

“Jangan kau meremehkan apa kekurangan orang lain. Karena kamu beluk tahu ada kelebihan yang Allah beri pada orang yang kekurangan.”

Vincent mengerutkan keningnya bingung saat sesampainya di Ca miliknya di sana banyak orang berkerumun dan jangan lupakan beberapa polisi juga di sana.

“Apa yang terjadi sebenarnya?” tanya Vincent pada karyawan kepercayaannya.

“Terjadi kebakaran kecil di dapur,” jawab Rico yang tak lain adalah karyawan Vincent.

“Kok bisa!”

“Saya kurang tahu, Pak kejadian detailnya, saat itu saya sedang menjaga kasir. Dan saat suasana ricuh di dapur saat saya lihat salah satu karyawan sudah terbakar, Pak,”

“Terbakar?”

“Iya, Pak.”

“Ya Allah.”

“Maaf, bisa bicara dengan pemilik kafe?” ucap salah seorang polisi menghampiri keduanya.

“Saya Vincent, Pak pemilik kafe ini,”

“Bisa ikut saya ke kantor untuk memberikan keterangan?”

“Ke kantor polisi maksudnya?”

“Iya, Pak ke Kantor Polisi,”

“Kenapa harus ke Kantor Polisi? Bisa disini kan?”

“Di Kantor akan lebih tenang, Pak. Disini masih dalam suasana ricuh,”

“Rico kamu ikut saya!”

“Tapi, Pak!”

“Tidak ada tapi-tapian ayo ikut saya!”

Vincent menjalankan mobilnya mengikuti mobil polisi dengan Rico disisinya. Pikirannya kacau seketika. Belum selesai permasalahan dengan istrinya, sekarang sudah tertimpa masalah baru.

Setelah memarkiran mobilnya di pelataran kantor polisi lalu mengikuti langkah polisi yang memintanya tadi untuk mengikutinya.

“Silahkan duduk, Pak!”

Vincent mendudukkan tubuhnya di kursi yang tersedia, diikuti oleh Rico.

“Ada yang mau di jelaskan, Pak?”

“Saya tidak mengetahui kejadiannya, Pak. Kebetulan saya masih di rumah sejak pagi.”

“Apakah, Bapak sudah mengetahui salah seorang karyawan, Bapak terbakar?”

“Sudah!”

“Tadi saya berkeliling di Cafe, Bapak untuk identifikasi dan juga mewawancara karyawan, Bapak. Dan setelah selesai kami identifikasi kebakaran terjadi karena karyawan yang sedang memasak kemudian terjadi kebakaran. Namun alat safety yang kurang memadai kebakaran dengan cepat membakar tubuh karyawan Bapak.

Vincent menatap Rico seolah bertanya.

“Tapi kami telah menyediakan peralatan untuk mengantisipasi, Pak!,” bantah Rico.

“Ya memang di sana tersedia, tapi peralatannya kurang memadai sehingga karyawan Bapak terbakar di tempat.”

Vincent mengacak rambutnya frustasi.

“Sekarang Pak Vincent kami tetapkan sebagai tersangka. Sampai waktu yang belum bisa kami pastikan.”

“Kok bisa begitu, Pak?!” tanya Vincent emosi.

“Keluarga korban tidak terima atas apa yang menimpa anaknya.”

“Tapi kenapa saya harus menjadi tersangka!”

“Karena, Bapak pemilik cafenya. Dan semua tanggung jawab berada di tangan Bapak.”

Otak Vincent seperti tidak berfungsi seketika, tubuhnya hanya pasrah ketika digiring oleh polisi menuju sel tahanan. Namun sebelum itu ia menyuruh Rico karyawannya untuk mengabari istrinya dan juga mengurus cafenya selama ia menjadi tersangka.

Rico berjalan gontai keluar dari kantor polisi, ia menjalankan mobil bosnya menuju rumah bosnya untuk mengabari istri bosnya.

Ia mengetuk pintu bercat putih milik bosnya itu. Pintu terbuka memunculkan wanita yang menatap kosong.

“Maaf siapa, ya?”

“Saya Rico karyawan kepercayaan Pak Vincent,”

“Oh iya? Silakan masuk kalau begitu,” ucap Meira sambil membuka pintu rumahnya. “Tapi, Mas Vincentnya sedang ke cafe katanya. Apa, Mas tidak bertemu?”

“Tidak perlu masuk, Bu. Saya ke sini hanya mau kasih kabar saja.”

“Kabar, apa?”

“Pak Vincent ditahan,”

“Apa?” Meira menutup mulutnya karena terkejut dengan pernyataan orang di depannya itu. “Jangan sembarangan bicara, Anda!”

“Saya bicara apa adanya, Bu.”

Air mata Meira turun seketika, tangisnya tidak dapat dibendung pecah seketika.

“Antarkan saya ke Mas Vincent,” pinta Meira memohon.

“Ayo!” ajak Rico sambil menarik lengan Meira untuk menuju mobilnya.

“Pintunya belum ditutup, Mas,” ucap Meira menghentikan langkah keduanya.

“Biar saya yang tutup,”

Meira hanya mengangguk menyetujui

“Ayo!”

Rico menjalankan kembali mobilnya menuju kantor polisi untuk mengantarkan istri bosnya itu.

Suasana hening dalam mobil itu selama perjalanan mereka. Tak ada pembicaraan dari keduanya.

“Kita sudah sampai, Bu,” ucap Rico setelah memberhentikan mobilnya di pelataran kantor polisi.

“Antarkan saya bertemu, Mas Vincent.”

“Iya, Bu. Ayo!” ajak Rico setelah membuka pintu mobil penumpang lalu mengajak istri bosnya untuk masuk.

Setelah menunggu untuk bertemu Vincent mereka duduk diruang tunggu.”

“Meira?” panggil Vincent setelah mendudukkan badannya di depan istrinya.

“Mas? Itu kamu?” tanya Meira sembari mengulurkan tangannya seperti hendak meraih suaminya.

“Iya ini saya,” lirih Vincent sambil meletakan kepalanya di meja dengan meraih tangan Meira sebelumnya.

“Apa yang terjadi, Mas?”

Vincent yang tidak mampu menjawab pertanyaan istrinya hanya terdiam, sehingga Rico yang menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

“Ya Allah, Mas,” tangan Meira terulur untuk mengusap kepala suaminya. “Mas tenang, ya. Meira akan mencari bukti agar semua terungkap,”

“Kamu bisa apa?” tanya Vincent sambil mendongakkan kepalanya.

Meira tersenyum tipis, “lihat saja nanti, Mas. Yang penting, Mas di sini tenang saja dan jangan lupa berdoa, ya.”

Vincent terdiam menatap istrinya ragu.

“Ya sudah, Meira pulang dulu, ya. Nanti kalau sempat Meira ke sini lagi.”

“Hati-hati! Rico nitip, Meira.”

“Siap, Pak!”

Di dalam mobil Meira memikirkan hal apa yang harus ia lakukan agar suaminya keluar dari jeruji besi itu. Otaknya terus bekerja keras memikirkan jalan keluar.

“Bawa saya ke Cafe suami saya, Mas!” seru Meira dengan senyum yang terpantri di bibirnya.

“Mau apa, Bu?”

“Sudah bawa saja! Ikuti perintah saya,”

“Baik, Bu.”

Rico membelokkan mobilnya menuju cafe tempatnya bekerja, di sana terlihat sudah sepi. Hanya ada karyawan cafe.

“Sudah sampai, Mas?”

“Sudah, Bu,”

“Apa karyawan masih setia disini?”

“Masih, Bu. Ada apa.”

“Kumpulkan semua di ruang kerja suami saya,”

“Baik, Bu!”

Setelah semua berkumpul Meira menanyai satu per satu karyawannya, untuk mendapatkan informasi. Banyak pertanyaan yang terlontar dari Meira dan dijawab oleh mereka dengan cepat.

Setelah semua pertanyaan terjawab, Meira tersenyum lebar saat mendapatkan informasi yang sangat penting tentang kejadian kebakaran itu.

Epilepsi salah satu penyakit yang ternyata telah bersemayam di karyawan suaminya yang terbakar itu. Sehingga membuat sang karyawan itu sulit mengendalikan diri saat memasak.

Keterangan itu ia dapatkan dari salah satu karyawannya yang kebetulan belum di wawancarai oleh polisi karena tadi sempat syok dengan apa yang terjadi, tapi sekarang keadaan sudah membaik.

“Kamu mau memberi keterangan kepada polisi agar suami saya bisa keluar dari kantor polisi?” tanya Meira pada karyawan yang tadi memberikan keterangan kepadanya.

“Boleh, Bu. Mau kapan?”

“Sekarang bisa?”

“Bisa, Bu. Kami juga tidak mau jika Pak Vincent harus di kantor polisi.”

Meira tersenyum lebar, “Mas Rico antarkan kami ke kantor polisi kembali, ya.”

“Siap, Bu.”

Akhirnya ketiganya menuju kantor polisi dengan disopiri oleh Rico. Setelah sampai di sana karyawan tersebut memberikan keterangan kepada polisi tentang apa yang ia ketahui sebenarnya.

Dan dengan berbagai pertimbangan keterangan yang ada polisi akhirnya membebaskan Vincent dengan berbagai catatan.

Vincent tersenyum lebar saat melihat istrinya yang kini berdiri tanpa menatapnya. Ia tahu jika istrinya lah yang membebaskan dia. Sekarang ia tidak bisa meragukan istrinya sepertinya.

Vincent memeluk tubuh istrinya itu sehingga membuat tubuh istrinya terhuyung ke belakang, untunglah ia mampu menahannya agar tidak terjatuh.

“Terima kasih sudah membebaskan saya,”

“Jangan berterima kasih kepada Meira, Mas. Tapi berterima kasihlah pada karyawan, Mas yang sudah mau memberikan keterangan” ucap Meira sambil tersenyum dalam pelukan suaminya.

“Itu sudah pasti, tapi semua terungkap juga berkat kamu. Aku sangat berterima kasih sama kamu.”

“Iya, Mas sama-sama.”

Bersambung.....

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel