Bab 4 Perdebatan Hebat
Bab 4 Perdebatan Hebat
“Sesuatu apa yang terlintas di pikiranmu belum tentu apa yang terjadi sebenarnya. Jangan biarkan otakmu berpikir negatif tetaplah berpikir positif agar hidup tenang.”
*Istri yang Tertukar*
“Kamu benar bisa meramal?” tanya Vincent cepat sambil menahan rasa malu.
Meira menahan senyumnya agar tidak tertawa mendengar pertanyaan suaminya. Sepertinya suaminya itu sudah mulai mempercayai jika ia bisa meramal. ‘Bagus kalau begitu’ batinnya berkata
“Meira, jawab pertanyaan saya!” panggil Vincent sambil menatap istrinya dengan tajam yang duduk tepat di depannya.
“Menurut, Mas?”
“Saya bertanya, Meira! Kenapa kau jawab dengan pertanyaan kembali! Jadilah orang bijak! Menjawab pertanyaan bukan dengan pertanyaan.
“Terserah, Mas mau percaya atau tidak, tapi satu hal yang perlu Mas tahu! Meira mengucapkan apa yang Meira tahu.”
“Belajar dari mana kamu meramal, Hah!”
“Belajar dari mana saja bisa! Termasuk belajar dari hati!”
“Maksud kamu, belajar dari hati?”
“Hanya Meira yang tahu apa maksud dari apa yang, Meira ucapkan!”
“Sejak kapan kamu bisa meramal?”
Meira tersenyum tipis, “sejak kapannya, hanya Meira yang berhak tahu. Orang lain tidak boleh tahu, termasuk, Mas sendiri.”
“Tapi saya suami kamu.”
“Jadi sudah menerima Meira sebagai istri, Mas?” tanya Meira dengan senyum sinis terpatri di bibir tipisnya.
Vincent terdiam seperti termakan ucapannya sendiri.
“Hah! Bukan seperti itu maksud saya!” kilah Vincent sambil meremas sendok di tangannya.
“Lalu?”
“Terserahlah!” ucap Vincent sambil memakan makannya yang sempat terhenti tadi.
“Mas ada satu hal lagi yang perlu, Mas tahu,”
“Apa lagi? Meramal lagi Hah!”
Meira hanya tersenyum tipis sambil memainkan jari-jari tangannya, sedikit rasa gugup merasuki tubuhnya. “Mas akan segera memiliki anak,”
“Hei! Apa yang kau bicarakan! Sedangkan saya saja belum menyentuh kamu!” jawab Vincent emosi.
Bagaimana tidak? Ia saja sama sekali menyentuh istrinya itu tapi, berani-beraninya bilang mau memiliki anak. Apakah istrinya itu selingkuh di belakangnya?
“Kamu selingkuh di belakang saya?” tanya Vincent pelan. Tapi siapa yang dengan istrinya yang buta itu? Bahkan dia saja tidak mau menyentuh istrinya, tapi kenapa orang lain mau menyentuhnya. Rasa-rasanya tidak mungkin.
Meira tersenyum tipis melihat reaksi suaminya.
“Jika, iya kenapa?”
Vincent menatap tajam istrinya sebentar sebelum akhirnya menatap sinis istrinya.
“Siapa yang mau dengan seorang yang buta?”
“Saya memang buta mata saya tidak bisa melihat tapi satu hal yang perlu, Mas tahu mata hati saya bisa melihat,” jawab Meira sambil beranjak dari tempatnya berjalan meninggalkan suaminya dengan meraba-raba sekitarnya.
“Jangan berharap untuk memiliki seorang anak dari saya, karena saya belum siap menjadi seorang ayah!” balas Vincent sebelum Meira benar-benar pergi.
Vincent berjalan menuju kamarnya dengan langkah yang gontai. Pikirannya melayang tentang percakapan dengan istrinya tadi.
Ia akan memiliki anak? Ramalan konyol dari mana itu? Sepertinya istrinya itu tidak bisa meramal sebenarnya. Hanya saja itu harapan istrinya yang ingin segera memiliki anak. Dan jika memang memang benar apa yang diucapkan istrinya ia akan segera memiliki anak sebelum ia menyentuhnya berarti istrinya benar-benar selingkuh, ia tidak akan segan-segan menceraikan istrinya itu.
Lelah memikirkan semuanya, Vincent membanting tubuhnya ke ranjang miliknya. Kepalanya seperti hendak meledak dengan apa yang terjadi pada dirinya belakangan ini.
***
Sementara di lain sisi, Clift sepulang dari tempat kerjanya ia merasa sangat lelah ia membanting tubuhnya di sofa ruang tamu sekedar untuk menghilangkan rasa lelahnya.
“Minum dulu, Mas,” ucap Welny sambil menyodorkan segelas jus jeruk di meja depan Clift.
Clift menatap istrinya sekilas, “kesambet apa kamu tumben kasih saya minum sepulang kerja,” ucap Clift sambil meminum jus jeruk yang di sodorkan kepadanya.
Tapi belum sempat air itu tertelan di kerongkongannya, Clift menyemburkan jus itu seketika.
“Ambilkan air putih!” titah Clift sambil meletakan gelas yang di pegangnya tadi kemudian menyambar tisu di depannya.
“Mas tidak apa-apa?” tanya Welny sambil menyodorkan air putih kepada suaminya.
Clift mengambil gelas dari istrinya kemudian meminumnya untuk mengurangi rasa aneh sebelumnya.
“Kamu kasih saya jus jeruk tapi asin apa mau kamu hah!” ucap Clift setelah menghabiskan air putih dan meletakan gelasnya di depannya.
“Maaf, Mas aku belum bisa bedain mana garam mana gula,” jawab Welny sambil memainkan jarinya. “Besok aku bawa asisten rumah dari rumah Ayah ya, Mas?”
“Siapa yang mau gaji dia kalau kamu bawa asisten ke sini?!”
“Ya, Mas lah. Masa aku,” jawab Welny tak mau kalah.
“Kamu pikir uang saya segudang!”
“Ya kan, Mas yang kerja!”
“Saya yang kerja, kamu yang menghabiskan uangnya, begitu?”
“Nah benar! Memang sistemnya seperti itu! Suami kerja istri yang menghabiskan uangnya,” balas Welny sambil terkikik pelan.
“Tapi kamu juga harus belajar mengurus rumah! Biar makanan setiap hari tidak beli! Bosan saya kalau harus makan itu dan itu terus!”
“Tidak mau! Kalau tidak mau makanan beli ya pakai asisten rumah tangga!”
“Itu sih mau kamu!”
“Memang!” jawab Welny sambil tertawa lebar. “Oh ya, Mas!” panggil Welny setelah menghentikan tawanya tadi.
“Apa!” jawab Clift dengan keras.
“Tidak usah keras-keras bisa kan?”
“Suka-suka sayalah!” balas Clift tak mau kalah.
Welny terdiam sesaat, “Aku mau bulan madu!”
“Apa? Bulan madu? Tidak salah dengar saya?”
“Tidak! Aku mau bulan madu ke Labuhan Bajo!”
“Ke Labuhan Bajo? Kamu pikir ke sana tidak perlu uang! Uang saya sudah menipis karena hobi belanja kamu yang selalu foya-foya itu!”
“Belanja itu menyenangkan, Mas!”
“Menyenangkan bagi kamu tapi tidak menyenangkan untuk saya! Mengerti kamu!”
“Halah, pokoknya tidak mau tahu, aku mau bulan madu ke Labuhan Bajo! Kita ke sana naik pesawat pribadi Ayah! Dan di sana kita tinggal di Cotage Ayah! Pokoknya aku mau bulan madu yang mewah!”
“Kenapa harus melibatkan, Ayah!”
“Karena, aku tahu pasti, Mas pasti menolak dengan alasan keuangan!”
“Tapi ‘kan tidak harus melibatkan, Ayah! Kita bisa bulan madu suatu saat nanti!”
“Tidak mau pokoknya aku maunya secepatnya!”
“Saya tidak bisa!”
“Hal apalagi yang membuat, Mas tidak bisa?”
“Saya tidak bisa meninggalkan pekerjaan saya!”
“Pekerjaan lagi, yang menjadi alasan, Mas!”
“Kalau saya tidak bekerja bagaimana mau mencukupi kebutuhan kamu yang suka belanja itu!”
“Aku sudah mengajukan mengundurkan diri Mas dari perusahaan tempat Mas bekerja!”
Seketika Clift membanting gelas di depannya ke lantai sehingga membuat gelas itu pecah berhamburan. Welny terkejut melihat apa yang dilakukan suaminya, belum pernah ia melihat suaminya semarah ini.
“Mas!” panggil Welny sambil berusaha memegang tangan suaminya.
“Jangan pegang-pegang!” teriak Clift sambil menyentak tangan Welny kasar.
“Mas!”
“Apa maksud kamu mengajukan pengunduruan diri saya dari perusahaan, Welny!” teriak Clift sambil memegang lengan tangan istrinya kuat.
“Sakit, Mas!”
“Jawab pertanyaan saya, Welny!” ucap Clift sambil melepaskan cengkeram tangannya dari lengan istrinya.
“Aku hanya melakukan apa yang Ayah minta kemarin.”
“Tapi tidak secepat ini, Welny!” teriak Clift sambil mengacak rambutnya frustrasi.
“Lalu kapan, Mas? Justru kalau, Mas sudah keluar dari sana kita bebas mau ke mana saja kan?”
“Kapannya itu hak saya, Welny bukan hak kamu! Kamu tidak memiliki hak apa-apa tentang perkerjaan saya!”
“Aku punya hak, Mas! Karena Mas suami aku!”
“Saya memang suami kamu! Tapi dalam hal pekerjaan kamu tidak tau apa-apa, Welny! Ya Allah! Akh!” Clift menendang meja di depannya dengan kuat sehingga membuat meja itu terbalik seketika.
Welny sedikit ketakutan melihat suaminya yang terlihat emosi itu. Sekarang ia sedikit menyesal dengan apa yang telah ia perbuat kepada suaminya itu.
Clift yang tidak mau emosinya menyakiti istrinya ia berjalan cepat menuju kamarnya dengan langkah lebarnya. Sembari berjalan ia melepas jas yang dipakainya karena merasa gerah.
Setelah sampai di kamarnya ia membersihkan diri di kamar mandi sekaligus meredam emosi yang sedang meluap itu. Ia merasa dingin seketika setelah air mengucur di atas kepalanya.
“Mas,” panggil Welny lirih setelah Clift keluar dari kamar mandi.
“Apa?” tanya Clift sambil menggosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil.
“Ini bajunya,” balas Welny sambil menyodorkan baju di tangannya.
“Menyogok suamimu dengan baju heh?” tanya Clift sambil menatap sinis istrinya.
Bersambung....