Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

penemuan kitab kuno

"Benar yang paman katakan aku gagal menjadi seorang pendekar!"

Plak.

"DASAR BODOH! SELAMA INI DI DANAU LIMAU NGAPAIN HAH?" Tanya sang paman menggebu-gebu.

"KENAPA BISA GAGAL?" Tanya sang paman sekali lagi.

Fen Lian menghela nafasnya pelan. "Aku gagal kultivasi, aku tidak lolos ketika yang lainnya sudah berhasil. Maka dari itu paman guru memberikanku waktu untuk pulang dan melakukan latihan lagi, setelah itu barulah aku kembali ke Danau Limau untuk melakukan tes ulang," jawab Fen Lian.

"Bodoh! Paman tidak mau tau pokoknya kamu harus menjadi pendekar agar bisa mengabdi di kerajaan Sebrang. Kalau sampai kamu gagal untuk yang kedua kalinya, lebih baik kamu pergi dari Jiangnan!" Ujar paman sembari berlalu meninggalkannya.

Fen Lien memelototkan matanya tidak percaya dengan ucapan sang paman. Apa yang sudah ia khawatirkan sebelumnya kini terjadi, paman marah kepadanya karena tidak bisa menjadi pendekar. Selama ini tinggal di Danau Limau di paksa oleh sang paman, hal itu membuatnya sedikit merasa lega karena tidak ada tuntutan beban apapun dari sang paman. Namun begitu ia kembali, terpaksa harus menelan kenyataan pahit ini untuk yang kesekian kalinya.

Fen Lian adalah anak yatim piatu yang di tinggal kedua orang tuanya dalam tragedi pertempuran yang terjadi di kota Jiangnan beberapa tahun yang lalu. Pada saat itu Fen Lian masih berusia tujuh tahun, ia masih ingat betul bagaimana kejadian itu terjadi. Setelah kematian kedua orang tuanya, kini Fen Lian tinggal bersama pamannya yaitu adik dari sang papah. Tidak heran jika paman sangat menuntut Fen Lian untuk berlatih bela diri dan berkeinginan untuk menjadikan Fen Lian sebagai pendekar karena mereka terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja. Untuk mendapatkan kehidupan yang layak seperti masyarakat pada umumnya, mereka harus menjadi pendekar kemudian mengabdi di salah satu kerajaan yang paling terkenal di kota Jiangnan tersebut. Namun untuk bisa menjadi pengikut raja ini, tidak semua orang bisa masuk. Ada beberapa syarat yang harus di penuhi dari mereka, salah satunya pendekar dengan kemampuan kultivasi hebat akan dengan mudahnya di angkat menjadi pengikut raja seumur hidup dengan jaminan hidup layak.

Fen Lian menatap lurus kedepan dengan tatapan kosongnya. Setiap kali ia sedang terluka pasti teringat akan kejadian dimana ia dapat melihat secara langsung nyawa kedua orang tuanya terenggut pada pertempuran itu. Rasa sesag kembali menjalar keseluruh tubuhnya. Di kamar ini Fen Lian duduk di atas tempat tidur sembari mengingat wajah kedua orang tuanya yang masih jelas tersimpan di dalam ingatannya. Kedua orang tua yang tidak pernah sama sekali memarahinya, ataupun menuntut harus menjadi seperti ini dan seperti itu. Berbeda dengan paman yang selalu menuntutnya, entah apapun itu pasti paman selalu membuatnya sakit hati.

Fen Lian berjalan kearah pintu, kemudian membukanya dan berjalan kearah kamar kedua orang tuanya dulu. Kebetulan kamar Fen Lian dan kamar kedua orang tuanya berdampingan, sehingga ia tidak perlu berjalan jauh lagi untuk bisa sampai di ruangan yang ia tuju.

Sesampainya di kamar Fen Lian memegang gagang pintu kemudian membukanya secara perlahan. Ruangan itu terlihat sangat gelap dan bau apek layaknya ruangan yang tidak pernah di huni. Fen Lian menutup kembali pintu kamar itu kemudian membuka jendela di sudut ruangan tersebut. Setelah jendel terbuka, barulah sinar bisa masuk ke dalam memberikan sedikit penerangan.

Ruangan masih rapih lengkap dengan tempat tidur dan rak-rak buku yang masih rapih terpajang. Tidak ada yang berubah sama sekali, semuanya masih terlihat rapih, hanya saja kotor karena banyaknya debu yang menjadi sarang laba-laba. Fen Lian berjalan menyusuri ruangan itu sembari melihat sederetan rak berisi buku-buku peninggalan ayahnya dulu.

Fen Lian masih ingat bahwa ayahnya sangat menyukai buku semasa hidupnya. Tiada hari tanpa membaca buku sekalipun hanya tiga puluh menit sehari. Sang ayah sendiri juga sangat mahir dalam bela diri, hanya saja sejak dulu sang ayah tidak ingin masuk ke kerajaan untuk mengabdi kesana.

Pernah pada suatu kejadian Fen Lian melihat secara langsung ada seorang pengawal kerajaan yang datang ke kediamannya dan mencari ayahnya. Tidak sengaja Fen Lian juga mengintip pembicaraan ayahnya dengan pengawal tersebut, ia mendengar pengawal itu hendak mengajak sang ayah untuk masuk ke kerajaan dan menjadi pendekar disana. Namun sang ayah menolak, bukan hanya satu kali atau dua kali pengaw kerajaan datang. Dan setiap kali mereka datang pasti mengajak sang ayah untuk masuk ke kerajaan, awalnya mereka meminta sang ayah untuk menjadi pengawal, namun mendapat penolakan sehingga mereka kembali menawari untuk menjadi guru di kerajaan tersebut. Jawaban yang di berikan sang ayah masih sama, yaitu penolakan.

Hingga pada suatu ketika dimana Fen Lian mendapatkan kesempatan untuk mengobrol berdua dengan ayahnya di kamar ini. Fen Lian penasaran atas penolakan sang ayah, hingga ia bertanya secara langsung.

Namun jawaban yang di lontarkan sang ayah mampu membuatnya terpukau, hingga saat ini Fen Lian masih mengingat kalimat itu.

Flashback on.

"Ayah kenapa ayah selalu menolak ajakan mereka untuk menjadi pendekar di kerajaan? Bukannya ayah sendiri tau bahwa jaminan dari menjadi pendekar disana sangat bagus. Apakah ayah tidak ingin maju?" Tanya Fen Lian si anak kecil.

"Fen Lian, ingat ya nak. Jangan pernah kamu berpikiran bahwa ayah tidak menginginkan kehidupan yang lebih baik kedepannya, semua orang pasti menginginkan hal itu. Akan tetapi ayah ingat betul bahwa tujuan ayah menjadi pendekar ingin mencari banyak saudara bukan ingin mencari musuh, ayah juga ingin menggunakan ilmu ayah untuk menolong orang lain nak. Perihal kehidupan sudah ada yang mengatur, kamu tidak perlu khawatir bahwa kehidupanmu akan sengsara nanti." Jelas sang ayah.

"Berarti kalau ingin menjadi pendekar niat kita harus tulus karena kita ingin menggunakan ilmu itu untuk menolong orang ya yah?" Tanya Fen Lian anak kecil polos.

Sang ayah mengangguk.

Flashback off.

Fen Lian menghela nafasnya mengingat percakapannya dengan sang ayah dulu.

Hingga beberapa detik kemudian...

Bugh.

"Awaa..!!"

"Apa ini?" Tanya Fen Lian memegang tangannya yang kejatuhan buku besar dengan sampul berwarna coklat gelap.

Fen Lian meraih buku usang itu dan membenarkan posisinya hingga menghadap kearahnya. Buku tebal dengan sampul berwarna coklat tua usang. Fen Lian mendongakkan kepalanya, ia yakin bahwa buku itu jatuh dari rak di atasnya, tidak mungkin jika buku jatuh secara tiba-tiba dari langit.

"Buku apa ini? Terlihat sangat tua," gumam Fen Lian sembari mengusap sampul usang itu.

Perlahan Fen Lian membuka sampul buku itu secara perlahan untuk membayar rasa penasarannya yang sudah meronta-ronta ingin melihat isi dari buku tersebut. Hingga sampai pada halaman pertama yang sudah menbuatnya pusing setengah mati.

Kata sambutan dengan tulisan romawi kuno, yang sama sekali tidak Fen Lian kenal. Karena dirinya termasuk anak milenial sehingga ia tidak bisa membaca tulisan romawi ini.

"Bagaimana cara membacanya kalau tulisannya saja romawi kuno semua," ujar Fen Lian membuka halaman selanjutnya.

"Aku yakin ayah pasti punya buku panduan romawi kuno, aku sangat penasaran dengan buku ini. Aku harus mencari panduannya terlebih dahulu, agar aku bisa membaca buku ini," ujar Fen Lian bersemangat.

Mulailah ia mencari buku panduan romawi kuno pada rak deretan buku-buku kamus romawi. Hingga tepat pada buku kamus besar dan tebal bertuliskan kamu romawi. Fen Lian meraih kamus tersebut kemudian mengambilnya. Sehingga sekarang ini ada dua buku besar di atas meja di depannya, yaitu buku kuno dan kamus romawi.

"Aku harus mempelajari buku ini agar bisa membaca buku kuno ini. Sepertinya menarik," ujarnya.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel