Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

kitab

"Kenapa buku ini tidak ada ilmu kultivasi?"

"Buku apa ini sebenarnya?" Tanya Fen Lian kepada dirinya sendiri.

Selema kurang lebih dua puluh menit ini ia tidak melihat ada teori apapun tentang kultivasi, hanya ada kumpulan jurus-jurus yang sama seperti apa yang ia pelajari sebelumnya. Hal itu membuat Fen Lian merasa bosan dengan buku yang ada di depannya.

Buku tebal dengan isi tulisan romawi kuni itu berhasil membuatnya kesal, pasalnya ia sangat merasa penasaran ingin melihat apa yang ada di dalamnya. Namun begitu ia sudah melihat rupanya kitab besar itu hanya berisi jurus-jurus yang pernah ia pelajari.

"Sudahlah aku sudah malas dengan buku ini. Lebih baik aku mencari buku yang lainnya siapa tau aku bisa mendapatkan buku tentang kultivasi, lumayan bisa menambah wawasanku tentang kultivasi," ujar Fen Lian.

Setelah itu ia pun bangkit dari tempat duduknya kemudian mencari beberapa buku lagi yang sedang ia tuju, yaitu buku tentang kultivasi. Fen Lian mencari buku itu di rak yang berisi sekumpulan buku tentang ilmu kultivasi, mudah sekali untuk mencari buku karena sang ayah sudah menempatkan buku-buku sesuai dengan judul dan jenisnya. Di tambah lagi setiap rak sudah ada namanya sehingga siapa pun yang mencari pasti mudah untuk menemukan apa yang sedang mereka tuju.

Jari jemari Fen Lian memilah-milah buku yang menjadi tujuannya, sederetan buku berjenis kultivasi sudah ada di depan matanya. Namun sampai sekarang Fen Lian masih bingung ingin mengambil buku yang mana, sehingga nanti bisa ia pelajari.

"Banyak sekali buku tentang kultivasi, tapi aku tidak faham sama sekali buku mana yang layak untukku," gumamnya sembari memilah buku.

Hingga tepat di depan mata Fen Lian ia melihat buku besar nan tebal sampul berwarna biru usang. Entah kenapa kebingungan Fen Lian hilang seketika kala melihat buku yang ada di depannya. Tanpa ragu lagi Fen Lian meraih buku tersebut kemudian membawanya kembali duduk ke bangku baca yang ada di samping rak tersebut. Di sandingkannya buku besar itu dengan buku kamus yang sebelumnya ia ambil.

Buku kultivasi itu masih sama seperti buku yang sebelumnya, tulisan yang dipakai pada buku tersebut romawi kuno. Mungkin semua buku yang ada di ruangan ini bisa saja berisi tulisan romawi kuno semua, sama seperi sang ayah yang termasuk orang kuno. Sudah jelas bahwa buku yang ia pegang pasti bertuliskan huruf romawi kuno.

Baru beberapa menit Fen Lian hendak membaca buku tentang kultivasi itu. Tiba-tiba pintu terbuka hingga menimbulkan suara yang terdengar sangat kencang. Sontak hal itu membuat Fen Lian terkejut dan menutup kembali buku yang ada di depannya.

"Fen Lian!"

"Paman!"

Rupanya yang datang adalah pamannya. Dengan segera Fen Lian bangkit dari tempat duduk kemudian menatap sang paman takut. Apalagi paman sekarang ini memasang wajah galaknya seperti pada saat meninggalkan dirinya di halaman depan tadi.

"Sedang apa kamu disini? Bukannya berlatih dengan sungguh-sungguh malah disini," ujar sang paman tegas.

"Aku sedang membaca buku paman, siapa tau bisa menambah ilmuku agar bisa berkultivasi." Jelas Fen Lian.

Pandangan paman seketika tertuju pada buku yang ada di atas meja. Tanpa basa-basi paman menepis buku besar yang ada di atas meja dengan kasar.

"Tidak perlu buku! Percuma kamu membaca buku jika tidak kamu praketekkan. Paman sudah menyiapkan guru untuk berlatih, sekarang paman minta kamu segera berganti pakaian dan berlatih!" Pintanya.

Mendengar hal itu seketika Fen Lian mengernyitkan dahinya. "Guru? Untuk apa paman ambil guru? Aku tidak perlu guru karena aku sudah memiliki guru paman!" Jawab Fen Lian dengan tegas.

Sang guru tersenyum sinis mendengar pernyataan tersebut. "Apa kamu bilang? Tidak perlu guru? Sombong sekali kamu!"

"Kalau kamu tidak perlu guru seharusnya kamu lolos kultivasi, lantas kenapa kamu masih tidak berhasil? Itu artinya gurumu tidak becus mendidikmu!" Ujar paman ketus.

Mendengar paman yang meremehkan gurunya, seketika Fen Lian merasa marah dengan paman. Ia tidak terima jika gurunya di hina seperti ini.

"Jaga ucapan paman! Sampai kapanpun aku tidak akan berpindah guru, lagian guru sudah mengajariku dengan baik. Hanya saja nasib belum berpihak kepadaku, karena niatku mungkin masih salah!" Jawab Fen Lian.

"Niat salah apa? Memangnya kamu punya niat apa?"

"Seharusnya aku seperti ayah, ingin menjadi pendekar karena berniat untuk membantu orang lain. Bukan memanfaatkan ilmu kita untuk mengabdi kepada raja demi mendapatkan kehidupan yang layak. Seharusnya mengabdi kepada tuhan, maha pemilik segalanya, sudah jelas mampu memberikan kehidupan yang layak!"

Sang paman mengepalkan kedua tangannya sembari menatap sang keponakan dengan emosi. "Jaga ucapan kamu! Lakukan apa yang paman perintah dan jangan banyak bicara!"

"Satu lagi, kamu harus menjadi pendekar untuk masuk ke kerajaan! Tanpa pengecualian!" Jawabnya dengan tegas.

Fen Lian tersenyum kecut mendengar ucapan sang paman. "Aku tidak peduli, sampai kapan pun aku tidak akan menuruti ucapan paman."

"Maksut kamu apa Fen Lian?"

"Aku lebih baik tidak menjadi pendekar daripada menjadi pendekar tapi hanya untuk mengabdi kepada manusia, aku tidak sudi!" Jawab Fen Lian dengan tegas.

"JAGA UCAPAN KAMU!"

"Apa? Paman mau apa? Pukul aku lagi? Silahkan aku tidak takut!"

"JAGA UCAPAN KAMU FEN LIAN!"

PLAK.

Fen Lian tersenyum sembari memegang sudut bibirnya yang berdarah karena mendapatkan perlakuan kasar dari sang paman. Setelah itu Fen Lian menatap sinis kearah sang paman tanpa adanya rasa takut sama sekali.

"Ingat ya paman, sampai kapan pun aku tidak akan mengabdi dengan raja karena mereka tidak akan bisa memberikanku kehidupan tenang selamanya. Memang mereka berani memberikan segalanya, namun mereka juga akan memperlakukan kita seenaknya. Mungkin kehidupan layak hanya untuk paman, tidak denganku yang berjuang untuk terus berbakti kepada mereka!" Jawab Fen Lian.

Sang paman mengepalkan kedua tangannya dengan sangat erat. Ia harus bisa membuat Fen Lian patuh terhadapnya dan menuruti apa yang ia perintahkan termasuk mengabdi kepada raja. Salah satu harapan keluarga hanyalah Fen Lian sebagai yang paling muda dan mampu belajar ilmu bela diri.

"Paman tidak mau tau sekarang juga kamu harus berlatih atau paman tidak akan menganggapmu keponakan lagi!" Ancam paman.

Mendengar ancaman itu bukannya Fen Lian merasa takut, justru ia malah merasa tertantang dengan ucapan pamannya.

"Aku tidak takut dengan siapa pun. Aku tidak peduli jika paman tidak menganggapku keponakan," jawabnya.

"Kamu berani dengan paman?"

"Ya! aku tidak takut dengan siapapun termasuk paman! Selagi jalan yang aku ambil benar, untuk apa aku takut? Aku lebih baik pergi dari sini daripada tertekan batin dan mentalku!" Ujar Fen Lian dengan yakin.

Setelah mengatakan itu Fen Lian langsung menunduk meraih buku-buku yang jatuh berserakan di tanah, setelah itu membawa buku itu keluar meninggalkan sang paman yang masih terdiam di tempat menatap kepergian Fen Lian begitu saja.

"Fen Lian! Berhenti!"

Ia mendengar teriakan itu, tapi Fen Lian memilih untuk mengabaikan teriama  pamannya dan melanjutkan kembali jalannya.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel