Bab10 Bebas
Bab10 Bebas
Reina terbangun dari tidurnya di kamar kos Riza. Ia masih begitu kaget ketika melihat Riza berbaring di sampingnya, padahal dia sudah dua malam berada di kamar kos itu.
Reina kembali mengambil HP-nya, banyak sekali pesan dari Dio, Tasya, dan juga Fini. Mereka sangat mengkhawatirkan kondisi Reina saat ini. Reina pun membalas pesan itu satu per satu, dan yang pertama adalah Dio.
Dio pasti akan sangat khawatir, walaupun ia sudah memberikan kabar jika dirinya baik-baik saja. Lalu, ia membalas pesan dari Tasya yang begitu mengharukan. Juga, pesan dari Fini yang mengirimkannya foto satu keranjang buah, dan pesan yang diselipkan di bawah pintunya. Semua pesan itu membuat Reina bersemangat untuk keluar dari kamar itu.
“Aku harus keluar.” Reina meyakinkan dirinya dan membuat dirinya menjadi berani.
Reina mengambil ancang-ancang untuk pergi dari kamar Riza. Ia membereskan barang-barangnya yang mungkin saja tercecer. Reina juga menyiapkan tasnya untuk bisa langsung dibawa setelah ia siap.
Setelah barang-barangnya siap, Reina pun merapikan dirinya. Ia menyisir rambut dan menatanya dengan rapi. Reina tidak mau menaruh curiga kepada orang sekitar, ia juga memastikan bekas luka di wajahnya tidak terlihat.
Reina memastikan jika Riza masih tidur dengan pulas. Ia yakin jika ada sedikit pergerakan tidak akan tersadar olehnya, asal bukan bunyi yang keras. Dengan segala keberanian Reina perlahan melangkah menuju pintu keluar. Ia sangat berhati-hati agar tidak terpijak sesuatu yang dapat membangunkan Riza.
BUK!
Reina tak sengaja menendang sebuah botol air mineral berukuran 1,5 liter, botol itu pun jatuh dan mengenai gelas kaca di sebelahnya, gelas itu jatuh dan menghasilkan bunyi yang keras. Reina yang sudah sampai di depan pintu pun terdiam memastikan jika Riza tidak bangun.
Sayangnya, ketika tangan Reina sudah meraih gagang pintu, Riza memanggil namanya. “Reina, kamu mau ke mana?”
“A-aku.” Reina tak bisa menjawab pertanyaan Riza itu. Ia pun mengurungkan niatnya untuk keluar dari kamar.
Riza terbangun dari tidurnya, ia berusaha untuk menyadarkan diri. Sampai akhirnya, pandangannya jelas melihat Reina sudah bersiap untuk pergi dari kamar kosannya. Pagi ini, Riza tampak tidak searogan hari-hari sebelumnya.
“Reina … Reina, kamu mau ke mana? Reina jangan pergi.” Riza bersujud di kaki Reina memohon agar Reina tidak meninggalkannya.
Reina melihat Riza yang bersujud, ia merasa muak dengan lelaki di hadapannya ini. Emosinya pun mulai naik, ditambah dengan ingatan tentang perlakuan Riza kepadanya yang membuat emosinya semakin memuncak. Reina sudah merasa kuat, ini saatnya untuk membalas.
“Kamu memohon? Apa yang kamu lakukan ketika aku memohon kepadamu beberapa waktu lalu?” Reina menatap tajam Riza.
“A-a-aku...,” ucapan Riza terhenti.
“Apa?! Khilaf, tidak sengaja? Atau apa?!” Reina mulai memberikan nada tingginya kepada Riza. Tanpa banyak bicara lagi, Reina mencoba untuk membuka pintu kamar kos Riza.
Namun, Riza kembali menarik kaki Reina agar kekasihnya itu tidak pergi. Reina semakin emosi melihat tingkah Riza. Ia tak bisa berbuat sekasar atau sejahat yang diperbuat Riza kepadanya, sehingga air mata Reina pun berbicara.
Riza terus memohon maaf kepada Reina. Kecemasannya mulai kembali dan takut Reina benar-benar akan meninggalkannya, seperti apa yang dikatakannya tempo hari ketika Riza mengejar Reina ke kosan.
“Aku tidak akan seperti ini lagi, aku janji,” ujar Riza mulai menangis.
“Diam! Kamu lihat apa yang sudah terjadi kepadaku. Apa kamu sadar saat melakukannya? Apa kamu berpikir atas tindakan kamu?! Tidak, bukan!” Reina mulai mengamuk kepada Riza.
Reina kemudian memperlihatkan lebam-lebam yang ada di sekujur tubuhnya. “Ini, ini, dan ini, kamu pikir ini perbuatan siapa?! Semua adalah perbuatanmu!”
Riza terdiam dengan sikap Reina, ia sudah tidak bisa lagi berkata apa-apa. Reina benar-benar sudah menguatkan dirinya dan kembali menjadi berani demi orang-orang yang mengkhawatirkannya. Demi saudara kembarnya yang begitu khawatir dengan keadaannya saat ini.
Reina pun membuka pintu, meninggalkan Riza sendirian. Ia berjalan dengan begitu emosi dengan air mata masih menetes, mengalir di pipinya.
“Reina! Jangan tinggalkan aku!” teriak Riza melihat Reina pergi. Ia benar-benar bersikeras agar Reina tak pergi dan tetap bersamanya.
*
Hari ini pun Reina tidak masuk ke kampus lagi. Ia ingin memulihkan dirinya terlebih dahulu sebelum kuat untuk menutupi apa yang terjadi dengannya.
Reina tak mau teman-temannya khawatir ketika melihat dirinya yang kacau sekarang ini. Setidaknya, besok lebam di tubuhnya akan sedikit memudar. Kejadian kemarin bukanlah hal yang mudah untuk diterima Reina, tapi ia berusaha kuat.
Jika melaporkan Riza ke polisi saja, itu terlalu ringan untuknya. Reina ingin Riza dihukum seberat-beratnya seperti apa yang sudah dilakukannya kepada Reina. Tapi, ia ingin menuntaskan urusannya sendiri tanpa ada campur tangan dari siapa pun, termasuk Dio.
Saat sampai di kosan, Sofi melihat Reina berjalan dari depan gerbang langsung keluar dari kamarnya. “Reina, kamu dari mana saja?”
“K-Kak Sofi.” Reina menunduk, khawatir ada luka yang terlihat oleh Sofi.
“Kemarin teman-teman kamu datang dan menaruh bingkisan di depan kamar kamu. Aku sudah memastikan tidak ada yang mengambilnya,” ujar Sofi.
“Te—terima kasih, Kak.” Reina langsung naik ke kamarnya.
Bingkisan buah dalam keranjang masih rapi tergeletak di depan kamar Reina, namun buah-buah di dalamnya sudah terlihat kurang segar. Ia berencana untuk mengirimkan foto dan berterima kasih, namun Reina mengurungkan niatnya karena ini masih jam perkuliahan.
Reina tak mau membuat teman-temannya khawatir dan tidak fokus dalam pelajaran. Cukup ia yang tertinggal pelajaran di beberapa hari ini, jangan sampai teman-temannya juga. Setidaknya, ia bisa menanyakan tugas dan pelajaran kepada Tasya dan Fini.
Tak lupa, surat yang diselipkan di bawah pintu juga ia baca dan foto bersama dengan bingkisan buah tersebut. Reina beruntung masih memiliki teman-teman seperti Tasya dan Fini yang mengkhawatirkannya.
Melihat kasih sayang yang diberikan teman-temannya, Reina sudah membulatkan niatnya untuk membalas Riza dengan sangat sakit. “Kamu akan lebih menderita, Riza.”
Tak lama, HP Reina berbunyi, Riza kembali meneleponnya berulang kali. Lelaki busuk itu juga mengirimkan Reina pesan karena tidak ada respons dari teleponnya.
‘Reina, aku mohon maafkan aku. Jangan tinggalkan aku, semua aku lakukan demi hubungan ini,’ tulis Riza pada pesan itu.
“Kamu pikir aku akan terpancing. Lelaki busuk!” Reina mengumpat terus menerus karena menyimpan dendam kepada Riza.
*
Sedangkan Tasya dan Fini yang belum mendapatkan kabar lagi dari Reina, masih terus mengkhawatirkan temannya itu. Mereka sedikit tidak konsentrasi dengan penyampaian materi oleh dosen mereka. Hari ini pun Reina tidak masuk, membuat mereka ingin memastikan kembali ke kosan Reina.
“Jadi, hari ini kita pergi lagi?” bisik Fini.
“Iya. Belum ada kabar dari Reina lagi. Terakhir tadi pagi-pagi sekali,” jawab Tasya, juga dengan berbisik.
Dosen memperhatikan Tasya dan Fini yang mengobrol. “Kalian yang duduk di barisan dua, ada yang tidak jelas?”
Tasya menundukan kepalanya, Fini yang lebih berani menjawab dosen tersebut agar tidak menambah masalah lagi. “Sudah jelas, Bu.”
“Ada yang tidak jelas tanya ke saya, jangan ke temannya.” Dosen itu memberikan penegasan kepada semua.
Penyampaian materi kembali dilanjutkan. Kali ini Tasya dan Fini memperhatikan dengan baik agar tidak menerima teguran lagi. Setidaknya dengan mereka diam pembelajaran akan cepat berakhir, dan mereka bisa pergi.
Dosen kali ini cukup teliti, sambil membahas materi yang ia bawakan, dia juga menyadari jika mahasiswa yang hadir berjumlah tidak seharusnya. Ada yang kurang satu, namun tidak ada laporan kepadanya. Dosen memastikan jika memang daftar yang ia terima salah atau memang ada yang tidak hadir dalam kelasnya.
“Di kelas ini hanya segini? Atau ada yang tidak masuk?” tanya dosen.
“Ada satu orang yang tidak masuk, Bu.” Salah satu mahasiswa membantu jawab.
“Siapa?”
“Namanya Reina, Bu.” Mahasiswa itu kembali menjawab.
Dosen pun mencatat nama Reina untuk ditanya kepada dosen pembimbing, mungkin saja Reina sudah izin kepada dosen pembimbingnya.
*