Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 Nirwana

Bab 8 Nirwana

Riza mendekap Reina dan menciumi dengan ganas leher Reina. Reina yang ketakutan berusaha untuk mengelak apa yang dilakukan Riza kepadanya. Namun, Riza tetap berusaha untuk mendapatkan Reina.

Reina pun berusaha untuk meraih sesuatu yang keras untuk memukul Riza. Reina hanya mendapati bantal guling yang ada di sana. Ia pun menggunakannya untuk memberontak, setidaknya bisa lepas dari Riza.

Namun, kemarahan Riza kembali. Ia terlihat begitu cemas yang berlebihan, asumsinya tentang Reina pun mulai liar tentang hubungan kekasihnya itu dengan Dio. Umpatan mulai kembali dilontarkan Riza kepada Reina.

“Kamu menolakku?! Ternyata sudah benar-benar menjual diri dengan lelaki itu, ya.” Riza sudah tidak menahan lagi, tingkahnya semakin aneh dan ia mencari-cari sesuatu disemua lemari yang ada di kamarnya.

Sedangkan Reina mulai tersudut dengan situasi ini. Ia tahu tak mungkin bisa lari dan hanya menambah masalah dengan memukul Riza. Reina meringkuk dan mempertahankan dirinya agar tidak lagi bisa disentuh.

“Jangan lagi, aku mohon, jangan lagi.” Reina bergumam tanpa berani untuk bersuara dengan keras memohon kepada Riza.

Riza yang mendapati apa yang ia cari pun langsung mengeksekusi barang tersebut. Barang berbentuk butiran putih halus seperti tepung diletakan di atas meja. Riza pun menarik Reina yang sedang meringkuk, namun Reina berusaha mempertahankan dirinya.

“Sini kamu!” Riza terus memaksa Reina. Pertahanan Reina cukup kuat, sampai akhirnya Riza menjambak rambut Reina agar mau mengikutinya. “Hisap! Hisap ini.”

“Aku mohon jangan, Za.” Reina berusaha untuk melepaskan dirinya.

Reina yang tidak mau terus saja dipaksa untuk menghidapnya. Kepala Reina terus didorong oleh Riza sampai mendekati barang itu. Reina tahu jika itu adalah sabu, narkotika yang bisa membuatnya berhalusinasi tinggi.

Wajah Reina sudah sangat dekat dengan barang itu, namun ia masih menahan napasnya. Reza tahu jika Reina menahan napasnya. Ia pun menarik kembali rambut kekasihnya itu dan melayangkan sebuah tamparan kepada Reina karena tidak mau menghirup sabu tersebut.

Reina kembali di dorong ke barang tersebut, kali ini ia benar-benar dipaksa sampai tidak bisa lagi menahan napasnya. Reina pun menghirup sedikit, lalu kembali menahan napasnya. Riza pun kembali melakukan pemaksaan sampai Reina kembali menghirup sabu tersebut.

“Nikmati, nikmati itu!” Riza tertawa melihat Reina. Ia bisa dengan bebas untuk memperlakukan Reina sesuka hatinya sekarang.

“Ka—mu.” Dengan lemah Reina berusaha berbicara. Ia melihat Riza berbayang-bayang tersenyum melihatnya. Reina melihat Riza sudah tidak lagi marah kepadanya dan tersenyum begitu ramah, ia bahkan tak tahu itu nyata atau tidak.

*

Reina tampak sudah hampir tidak sadarkan diri lagi, ia tersenyum melihat Riza berada di hadapannya. Sedangkan Riza terus saja berusaha untuk mencekoki Reina dengan barang haram tersebut. Reina sudah tampak tidak karuan lagi, bajunya sudah kusut, rambutnya tidak beraturan lagi, wajahnya yang sembab pun turut kacau.

“Ini adalah peringatan yang sepadan untukmu,” bisik Riza.

“Ka-ka—mu baik.” Reina tersenyum memegangi wajah Riza. Ia sudah tidak tahu lagi apa yang dikatakannya. Di hadapannya sekarang Riza adalah lelaki baik hati dengan senyum yang penuh karisma.

“Ya, ini adalah kebaikanku padamu. Jangan pernah macam-macam lagi. Sekarang turuti kemauanku.” Riza mengangkat tubuh Reina yang begitu lemah karena pengaruh sabu yang diberikan kepadanya. Satu persatu pakaian yang ada di tubuh Reina dilucuti dengan penuh nafsu.

Reina sama sekali tidak menyadarinya, ia hanya berhalusinasi dengan masih memiliki kesadaran. Melihat Riza membuka bajunya, Reina hanya tersenyum saja di tempat tidur dengan membayangkan Riza hanya ingin memberikan sentuhan manja tanpa berbuat apa-apa.

Riza mulai menciumi Reina, ia menikmati setiap bagian tubuh kekasihnya itu. Dengan sama-sama berada dalam pengaruh narkotika, Riza sudah tidak lagi memedulikan apa pun. Ia senang Reina menjadi miliknya kali ini tanpa ada pemberontakan sama sekali.

“Biar kamu tahu, aku menyayangimu apa pun yang terjadi. Ini adalah tanda jika kamu adalah milikku.” Riza berbisik sambil menikmati tubuh mulus Reina.

Riza sudah menemukan kelemahan dari Reina, ini membuatnya akan menggunakannya lagi ketika kekasihnya itu memberontak. Ia tidak akan melepaskan Reina lagi apa pun yang terjadi, dan tidak ada yang boleh menghalangi ataupun mengelaknya.

*

Reina terbangun dengan keadaan minim busana. Wajahnya yang sembab dan tubuh yang lebab di beberapa bagian, menggambarkan bagaimana sangat buruk Riza memperlakukannya semalam. Reina tidak tahu harus bagaimana, rasanya berteriak pun tidak ada gunanya.

Riza keluar dari kamar mandi, ia tersenyum kepada Reina yang baru saja terbangun. Riza langung melemparkan baju ke sebelah Reina. “Ini pakai.”

Reina yang masih ketakutan tak berani mengambilnya, dan masih bertahan dengan selimut yang membalut tubuhnya. Riza mendekati Reina dengan begitu lembutnya, ia tidak lagi memiliki rasa kasihan kepada kekasihnya itu.

“Terima kasih sudah mau menurutiku.” Riza memberikan senyumannya lagi, membuat Reina semakin benci dengan lelaki itu. “Sebaiknya kamu bersihkan dirimu dulu.”

Reina yang masih terguncang sama sekali tidak mengeluarkan suara. Ia terus saja menatap Riza, mengisyaratkan kemarahan. Reina pastikan dia akan pergi selamanya dari Riza setelah lolos dari sini.

Reina pun terpikir oleh Dio, ia pasti masih mencari sampai sekarang. Reina pun melihat ke seluruh ruangan mencari HP-nya yang mungkin saja terjatuh di dalam kamar. Namun, Reina tak mendapati HP-nya di sana.

Riza yang menyadari Reina mencari HP-nya pun langsung memperlihatkan kepada Reina sebuah HP ditangannya dengan layar yang pecah. “Kamu mencari ini?”

“Kembalikan padaku, Riza!” teriak Reina.

“Sudah tidak bisa digunakan. Nanti akan kubelikan yang baru saja.” Riza berbicara dengan santai setelah apa yang sudah ia lakukan semalam.

Riza pergi entah ke mana meninggalkan Reina di kamarnya. Reina pun di kunci agar dia tidak dapat kabur. Setelah Riza pergi, Reina menggunakan kesempatan itu untuk pergi ke kamar mandi dan mengurusi dirinya.

Reina melihat dirinya di cermin dengan dan kembali menangis. Ia baru merasakan sakit pagi ini setelah tertidur pulas. Bahkan ia tidak ingat apa saja yang sudah dilakukan Riza kepadanya semalam.

Di kamar mandi, Reina membasuh dirinya dengan air. Ia menangis memohon ada yang membantunya, nama Dio pun kembali ia sebut. Reina terpikir untuk mencoba menghidupkan HP-nya, setidaknya bisa mengirimkan pesan atau menelepon nomor darurat, namun HP itu sama sekali sudah tidak bisa digunakan lagi.

“Ini sudah rusak.” Reina kembali menangis meratapi dirinya yang terkurung dan tidak ada yang bisa membebaskannya.

Reina benar-benar berharap ada yang bisa ia lakukan untuk keluar dan bebas dari kamar kos ini. Reina benar-benar ketakutan sampai tak bisa mengendalikan emosinya sendiri. Ia jadi marah dan kesal pada dirinya sendiri karena tidak bisa membela diri.

*

Riza kembali dengan membawakan makanan dan juga HP baru. Ia melihat Reina sudah mandi dan merawat dirinya. Baju yang kemarin pun kembali dipakainya, padahal Riza sudah memberikan bajunya yang dapat Reina pakai.

“Mengapa masih pakai baju itu, baju yang kuberikan tadi mana?” tanya Riza lembut.

Reina tidak mau bersuara sama sekali, ia bahkan tidak mau melihat lelaki busuk itu. Riza pun mencoba untuk meminta maaf dan menjelaskan kepada Reina mengapa dia seperti itu. Namun, diamnya Reina membuat Riza semakin naik darah.

“Kamu tahu, bukan, apa yang aku lakukan ketika kamu tidak mau menjawabku?” Riza berbisik kepada Reina.

Reina menoleh kepada Riza, lalu kembali membuang pandangannya. Riza tidak peduli dengan sikap Reina, kekasihnya itu pasti akan tahu akibatnya jika membantah kepadanya. Jika tidak sayang diri maka ia akan bertahan seperti ini.

Riza membuka plastik berisi kotak HP keluaran terbaru. Ia mencoba untuk menyenangkan Reina dengan HP tersebut, namun Reina sama sekali tidak menoleh. Riza pun membuat Reina berpikir untuk tidak menolaknya.

“HP ini bisa kamu gunakan untuk menghubungi lelaki itu, bukan?” ujar Riza.

Ucapan Riza membuat Reina tersadar. “Jika kamu mau memberikannya, berikan saja. Untuk apa banyak bicara.”

“Bicara juga akhirnya.” Riza pun kembali mengeluarkan sabu yang sudah disiapkannya. Ia tertawa melihat Reina yang membutuhkan HP itu untuk menghubungi Dio. Reina menahan rasa takutnya melihat kegilaan Riza yang kembali.

*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel