Bab 7 Masalah Baru
Bab 7 Masalah Baru
Reina kembali berusaha menyembunyikan dirinya, ia bahkan tidak mau melihat ke arah panggung. Reina berdoa semoga saja Riza tidak melihatnya sampai acara utama ini selesai. Untungnya, Dio fokus dengan wawancara yang sedang berlangsung, sehingga tidak melihat tingkahnya yang kembali aneh.
Reina melihat sisi lain Riza di atas panggung yang membuatnya mengerti mengapa dia bisa di kagumi oleh banyak orang, terutama kaum hawa. Pembawaannya memang berbeda ketika sedang berada di depan banyak orang.
Dasar pencitraan, gumam Reina dalam hati.
Wawancara itu tampak sangat santai, sampai-sampai pembawa acara menanyakan status hubungan Riza saat ini. Terkejut, dengan jawaban Riza, Reina merasa menjadi orang yang jahat dengan datang dan mengaku sebagai pacar kembarannya.
“Pastinya ada yang selalu mendukung. Dia jua sedang sibuk jadi tidak bisa hadir hari ini.” Riza menjawab dengan senyuman bahagia.
Sibuk? Aku ada di sini melihatmu melakukan pencitraan diri. Reina kembali menggumam dan menjadi semakin kesal dengan bualan Riza di atas panggung.
Sesi wawancara tak berlangsung lama. Riza turun dari panggung dan banyak mendapatkan pujian. Banyak juga yang ingin menyalaminya, termasuk dengan Dio yang langsung berjalan mendekati Riza.
Reina yang kaget dengan beranjaknya Dio secara mendadak pun langsung mengejar kembarannya itu. “Mau apa dia ke sana.”
Dio lupa jika ia datang bersama adik kembarnya, sehingga ia kembali dan menggandeng Reina. Jantung Reina langsung memompa dengan begitu kencangnya. Ia tak bisa lagi mengelak pertemuan dengan Riza kali ini.
Reina tidak mungkin berlari begitu saja tanpa alasan yang jelas, ia sudah menerima peringatan dari kakaknya karena bertingkah aneh. Reina hanya bisa menyembunyikan diri di antara kerumunan teman-teman Dio.
Tapi, Riza begitu jeli dan mengenali Reina dengan segera. Ia pun tersenyum dan merasa tersanjung, serta berpikiran ini adalah bagian dari kejutan Reina untuknya dengan datang tiba-tiba melihatnya diwawancara. Namun, Rasa tersanjungnya itu harus sirna dengan cepat tatkala Dio memanggil Reina dengan sebutan “sayang”.
Reina semakin ketakutan dan hanya bisa pasrah, menunggu apa yang akan Riza lakukan kepadanya setelah ini. Akhirnya, Riza menghampiri Reina dengan raut wajah yang begitu kesal dan penuh amarah. Tingkahnya menjadi berbeda setelah mengetahui Reina datang bersama lelaki lain.
“Ka—kamu.” Riza menatap tajam Reina.
Dio mulai khawatir, ia membaca situasi ini tampak sangat tidak baik. Dio juga merasakan ada sesuatu antara Reina dengan Riza. Ia pun berusaha untuk menolong adiknya dengan berdiri di samping Reina dan menggenggam tangannya.
Reina benar-benar sangat ketakutan, ia mengenggam erat tangan Dio, memberi tanda jika dia benar-benar takut. Tapi, Riza yang sudah sangat marah menarik tangan Reina dengan begitu kencang. Dio tidak bisa apa-apa ketika lengah memegang tangan adiknya, yang mengakibatkan pegangannya terlepas.
*
Riza menarik tangan Reina sampai ke parkiran gedung. Ia begitu marah dengan Reina karena tidak mengetahui jika Dio adalah saudara kembarnya. Cacian dan makian Riza pun kembali keluar untuk Reina.
Reina berusaha kuat dan menjadi berani seperti waktu lalu ia menghadapi Riza di kosnya. Reina berusaha untuk melawan cacian itu. Tetapi tindakan Reina menjadi boomerang untuknya, yang mengakibatkan Riza marah besar.
“Apa hakmu memarahiku?! Kamu tahu ini salahmu pergi dengan lelaki lain!” Nada Riza terlalu tinggi, sehingga mereka menjadi pusat perhatian.
“Aku punya hak atas diriku sendiri!”
“Tidak ada yang boleh membantahku, kamu tahu itu, bukan?! Ikut aku sekarang!” Riza kembali menarik tangan Reina dan memaksa Reina masuk ke dalam mobilnya.
Reina semakin ketakutan karena dia pasti akan dibawa ke tempat yang berbahaya untuknya. Pikiran buruk muncul dalam benak Reina, ia merasa tidak akan melihat dunia lagi setelah ini. Reina terus memanggil nama Dio dalam hatinya.
Reina tahu jika anak kembar memiliki kontak batin, ia berharap dengan seperti ini Dio bisa menolongnya. Namun, Riza dengan cepat memacu mobilnya, dan meninggalkan gedung itu. Reina melihat Dio berlari mengejar mobil Riza, namun langkah kembarannya kalah cepat dengan mobil Dio.
“Cepat katakana siapa dia sebenarnya?!” Riza kembali bertanya dengan kesal dan tergesah-gesah.
“Aku tidak akan menjawab!”
“Oh, begitu, baik. Biarkan kita pergi ke neraka bersama.” Riza mengendarai mobilnya begitu kencang dan tidak karuan. Ia hampir menabrak pengendara lain beberapa kali namun masih bisa menghindari.
“Riza jangan gila!”
Riza tidak mendengarkan apa yang dikatakan Reina sama sekali. Tingkat kemarahannya sudah semakin tinggi membuatnya tidak peduli sekitar. Riza benar-benar ingin cepat sampai dan memberikan pelajaran kepada Reina.
Reina merasa ia sudah diambang kematiannya, mungkin sebelum sampai ke kosan Riza mereka sudah menghadap Yang Mahakuasa. Reina hanya bisa memejamkan matanya sambil berdoa agar setidaknya ia sampai dengan selamat di kos Riza.
*
Sesampainya di kosan Riza, Reina kembali di tarik keluar dengan begitu kasarnya. Pergelangan Reina sampai membekas genggaman dari Riza. Ia terus memberontak, namun tenaganya kalah kuat dengan Riza.
Kosan yang sepi seperti memberi pertanda buruk untuk Reina. Air matanya pun keluar secara tidak disadarinya. Jantungnya memompa begitu kencang membuat dadanya menjadi sesah hingga susah bernapas.
“Lepaskan aku!” Reina terus memberontak.
Riza masih berusaha dengan kasarnya menarik Reina ke kamar kosnya yang berada di lantai dua. Saat berada di tangga, genggaman Riza terlepas karena susah mengontrol langkah menaiki anak tangga dan menarik Reina. Reina pun segera berlari dan kabur dari Riza, sayangnya Riza begitu cepat mendapatkan Reina kembali.
Kosan itu benar-benar sepi, taka da satu pun kamar yang buka, dan tak ada orang yang berada di luar untuk bisa membantunya. Kosan ini benar-benar begitu bebas, penghuninya sangat tidak peduli satu sama lain.
Karena susah menarik Reina ke atas, Riza pun akhirnya menggendong dengan paksa. Reina tampak tak berdaya, tangisannya semakin menjadi dan ketakutannya juga meningkat. Berulang kali HP-nya bunyi tetapi Reina tidak bisa meraihnya, ia tahu pasti Dio sedang sangat khawatir saat ini.
“Diam kamu! Tidak akan ada yang mendengarkan kamu di sini.” Riza mengancam dan memberikan peringatan keras kepada Reina.
Sesampainya di kamar Riza, pintu pun di kunci. Reina dibanting ke kasur dan Riza berdiri dengan wajah begitu kesalnya. Ia bahkan tidak menghidupkan lampu sama sekali, membuat Reina semakin ketakutan.
Riza kembali memaksa Reina untuk memberitahukannya siapa lelaki yang bersamanya tadi. Riza kali ini berbicara dengan nada cukup rendah berharap ada titik terang dari Reina. Namun, karena rasa takut yang berlebihan, Reina tidak sanggup untuk berbicara. Reina menangis sesunggukan sampai bernafas pun ia susah.
“Di—dia.” Reina semakin gagap berbicara.
“Jawab! Siapa dia!” Riza semakin panik karena Reina tidak mau berbicara. Ia pun memegang wajah Reina dengan kasarnya. “Jawab, atau apa yang sebelumnya terjadi akan semakin parah.”
Reina sudah tidak memiliki keberanian lagi untuk melawan Riza. Ia benar-benar takut kepada sosok monster yang berada di hadapannya. Reina ingin lari, atau terjun saja dari lantai dua ini dan mati.
Melihat Reina tetap tidak mau berbicara, Riza pun mengempaskan wajah yang tadi ia pegang dengan kasar. Riza kemudian mondar-mandir di hadapan Reina, ia merasa panik dan cemas karena mengira kekasihnya berselingkuh. Riza berusaha untuk membuat Reina berbicara dan menjelaskan segalanya.
Kekesalan Riza kembali memuncak setelah Reina lama diam. Ia kembali menjambak rambut panjang, indah milik Reina. Paksaan terus diberikan agar Reina mau berbicara, namun Reina hanya kembali nangis.
Di tengah ketakutannya, akhirnya Reina memutuskan untuk membuka suaranya. Dengan gagap ia membuat pengakuan kepada Riza. “Di-dia bu-bu—kan pa—pacarku.”
“Lalu apa?! Atau, kamu menjual diri kepadanya, iya?!” Riza membentak Reina cukup dekat dengan wajahnya. Reina menunduk ketakutan, ia hanya bisa menggenggam bagian bawah bajunya.
Dengan emosi yang maksimal dan kecemasan berada di puncak, Riza tergesah-gesah membuka ikat pinggangnya dan juga celananya. Ketakutan Reina sudah tidak tahu lagi berada ditingkatan apa, dengan ia mata yang membelalak melihat Riza.
“Jangan, Za, aku mohon jangan.” Reina berusaha menghindari Riza untuk melakukan apa yang akan dilakukannya.
*