Bab 3 Perundingan
Bab 3 Perundingan
Akhir pekan selalu diisi dengan kegiatan bersih-bersih besar untuk Reina. Ia memang pemalas, namun juga peka terhadap keberantakan yang dia buat sendiri. Sebagai seseorang yang tinggal sendiri, Reina harus bisa mengurus segala sesuatunya.
Tasya dan Fini mengajaknya untuk pergi menonton malam minggu ini. Namun, Reina lebih memilih diam di kamar menonton drama yang sedang naik daun. Pilihannya ini juga karena penghematan yang harus ia lakukan.
“Lebih baik kalian ke indekosku, kita menonton drama bersama saja sambil makan mie instan,” ujar Reina di telepon kepada Tasya.
“Tidak seru sekali. Ayolah! Lagi ada film bagus,” pujuk Tasya.
“Nanti juga keluar di aplikasi nonton difilmnya.” Reina tampak bersikeras untuk tidak ikut pergi menonton dengan teman-temannya.
“Ya sudahlah, nanti kami ke indekosmu,” ujar Tasya. Telepon pun di akhiri setelah Tasya terdengar begitu kesal karena penolakan Reina.
Reina kembali dengan aktivitasnya membersihkan kamar. Banyak barang yang ingin dia jual ke tempat barang bekas atau disumbangkan. Belakangan ini ia sadar sudah banyak membeli barang-barang yang tidak berguna.
Di tengah-tengah membereskan barang-barang, ketokan pintu terdengar membuat Reina waswas. Ia sangat khawatir jika itu adalah Riza yang datang untuk menemuinya. Reina menjadi bingung bagaimana harus memastikannya.
Reina berjalan perlahan menuju ke balik pintu, tak ada lubang yang bisa digunakan untuk mengintip. Ia pun terpikir Kak Sofi, mungkin saja dia sedang berada di rumah dan dapat membantu untuk memastikan. Reina pun langsung mengirimkan pesan singkat kepada Kak Sofi untuk meminta bantuan.
Tak ada balasan sama sekali dari Kak Sofi, telepon juga tidak diangkat olehnya. Reina semakin putus asa dengan keberadaan orang yang terus saja mengetok pintu. Tak lama terdengar suara Kak Sofi berada di atas.
“Cari siapa?” Terdengar suara Kak Sofi bertanya.
“Ini benar kamar Reina, bukan?” Suara lelaki yang menjawab Kak Sofi sangat dikenal oleh Reina. Ia cepat-cepat membukakan pintu sebelum terkena masalah oleh lelaki itu. Reina juga penasaran mau apa lelaki itu datang ke indekosnya, padahal mereka baru saja berkomunikasi melalui telepon.
*
“Berani-beraninya kamu tidak membukakan pintu untuk kakakmu sendiri,” ujar Dio yang kesal karena menunggu lama di depan kamar Reina.
“Maafkan aku. Aku pikir orang gila yang mencari-cariku.” Reina tertawa tanpa merasa bersalah.
“Orang Gila? Siapa? Kamu bermasalah dengan seseorang?” Sebagai kembaran, Dio cukup khawatir jika Reina terlibat sebuah masalah.
“Sudahlah. Kenapa kakak ke sini?” Reina mempersilahkan Dio duduk dan ia kembali membereskan barnag-barang.
Dio adalah kakak kembar Reina beda jenis kelamin. Mereka tidak identik sehingga tidak ada yang akan menyangka jika mereka adalah kembar. Dio dan Reina juga bersepakat untuk tidak memberi tahu siapa pun jika mereka adalah kembar.
Reina meneruskan berkemas sembari mendengarkan ocehan kakaknya. Biasanya jika Dio sudah datang kepadanya itu menandakan ada sesuatu yang diinginkannya dari Reina. Oleh karena itu, Reina langsung menanyakan apa yang diinginkan kakaknya.
“Kamu sudah seperti pembaca pikiran orang,” ujar Dio.
“Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aku bisa membaca pikiran kakak. 1. Kita adalah kembar, 2. Kita adalah kembar, 3. Kita adalah kembar,” jawab Reina.
“Itu bukan beberapa, tetapi hanya satu. Oke jadi gini –”
“Tunggu, ini bukan sesuatu tindakan kriminal, bukan?” Reina menyela.
“Makanya dengarkan dulu,” ujar Dio. Dio pun menjelaskan apa yang dia inginkan dari adik kembar yang disembunyikannya itu.
Gathering untuk jurusan teknik mesin akan diadakan sebentar lagi. Dio merasa tertekan karena tidak ada pasangan yang bisa dibawanya dalam acara itu. Reina bisa menjadi solusinya karena tidak ada yang tahu jika Dio memiliki kembaran beda jenis kelamin.
Reina hanya butuh untuk mendampinginya, memberikan senyuman kepada teman-teman. Ia tidak perlu untuk berbincang banyak karena pasti tidak akan sama jawaban mereka. Dio menawarkan sejumlah imbalan untuk hal ini.
Jika kali ini Reina tidak bisa membantunya, maka ia akan menjadi bahan candaan bagi teman-temannya. Acara tidak akan berlangsung lama, sehingga mereka hanya sebentar bersandiwara. Dio tampak sangat meminta tolong kepada Reina.
*
Reina duduk di hadapan kakaknya, namun ia terdiam memikirkan sesuatu. Mendengar semua cerita Dio membuat Reina tak bisa mengambil keputusan dengan cepat. Reina tampak tidak ingin terlibat, tapi dia juga mengasihani saudara kembarnya.
“Ayolah! Sekali ini saja,” paksa Dio. Ia seperti orang yang suah putus ada dengan permasalahan yang taka da solusi.
“Apa imbalan yang akan aku dapatkan? Jika hanya sejumlah uang itu akan merugikan reputasiku,” ujar Reina dengan wajah sombongnya.
“Reputasi apanya? Yang paling banyak dariku hanya uang, jadi harus apa lagi aku berikan?” Dio terdengar sedikit menyombongkan dirinya.
“Sayangnya uangmu tidak bisa membeli satu pun pasangan. Dasar jomblo!” Reina menghardik Dio karena dia jauh lebih unggul soal asmara.
Reina melihat ke arah barang-barang yang sedang ia bereskan. Tiba-tiba muncul sebuah ide untuk memanfaatkan situasi ini. Reina meminta saudara kembarnya untuk membantu membereskan kamar.
Reina berdalih, mungkin saja sembari membereskan kamar ia bisa menemukan jawaban. Mau tidak mau Dio pun akhirnya menuruti apa yang dia minta. Dengan tidak ada niat sama sekali untuk membereskan barang-barang itu, Dio mulai mengangkat dan menggeser.
Senyum bahagia Reina merekah, sangat jarang ia bisa menyuruh kembarannya seperti ini. Ia pun memutuskan untuk menolong dan membuat perjanjian dengan Dio. Kali ini Reina berada di atas angin karena dia bisa menolong kembarannya dengan mendapatkan keuntungan berlebih.
“Baiklah, aku akan menolongmu. Tapi –”
“Tapi apa? Aku sudah menolongmu.” Dio merasa kesal kali ini.
“Itu tidak cukup. Uang yang kamu janjikan juga harus aku terima,” ujar reina.
Dio tidak habis pikir saudari kembarnya memanfaatkan situasi ini dengan baik. Akhirnya, Dio pun menyetujui dengan perjanjian yang diutarakan Reina. Senyum senang dan merasa menang pun timbul dari diri Reina.
Sebagai tanpa persetujuan dan juga rasa terima kasih, Reina pun membuatkan makanan untuk Dio. Makanan yang tersisa di lemari hanyalah mie instan saja, jadi mau tidak mau Dio harus puas dengan itu. Dio baru menyadari mengapa kembarannya tetap meminta uangnya, itu karena kesulitan yang sedang dihadapi.
Namun, Reina langsung menyanggah apa yang ada dipikiran Dio yang sama sekali tidak ia ucapkan. Mie instan adalah bentuk penghematan agar Reina bisa menabung lebih banyak uang. Dio kembali terkejut Reina bisa membaca pikirannya.
*
Setelah selesai makan, Dio pun pamit untuk pulang. Ia kembali mengingatkan tentang perjanjian mereka. Reina diminta untuk mengenakan pakaian bagus dan juga sedikit berdandan pada saat acara nanti.
Pada saat langkahnya mau meninggalkan kamar indekos Reina, Dio baru teringat ada satu hal yang mengganjal. Reina sepertinya tidak menyimpan nomor telepon Dio karena selalu saja menanyakan siapa saat mengangkat telepon Dio.
“Ngomong-ngomong, kamu tidak menyimpan nomor teleponku, ya?” tanya Dio.
Reina tertawa, ia mengakui jika tidak menyimpan nomor Dio sudah sejak lama. “Nanti akan aku simpan, tenang saja.”
“Bisa-bisanya nomor kembaran sendiri tidak kamu simpan.” Dio menatap sinis Reina dengan kekesalan yang maksimal.
“Tidak penting,” ujar Reina tertawa. Ia sangat senang jika bisa menggoda Dio sampai kesal dan marah kepadanya. Kebiasaan itu seperti hobi terselubung yang tidak bisa dirubah dari mereka masih kecil dulu.
Dio hampir saja ingin menjitak kepala Reina karena tingkahnya yang menyebalkan. Dio pun benar-benar pamit kali ini agar tidak semakin terpancing emosi. Reina mengantarkan Dio sampai ke parkiran.
Setelah Dio pergi, Reina kembali ke kamarnya dan menyadari, mengapa dia tidak selalu meminta bantuan kepada Dio. Mengenai Riza mungkin saja Dio juga bisa membantu dengan juga berpura-pura menjadi pacar baru. Tapi, rasanya itu tidak mungkin, Riza akan berbuat yang tidak-tidak kepada kembarannya.
Mengenai masalah Riza memang tidak bisa melibatkan siapa pun. Reina tetap akan menyelesaikannya sendiri. Dia hanya orang gila yang sedang mencari perhatian saja setelah sekian lama tidak diakui sebagai kekasih.
*