Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 13 Menemani Reina

Bab 13 Menemani Reina

Reina, Sofi, dan Dio mengobrol dengan santai sambil menikmati jajanan yang dibawa oleh Dio. Saat itu pula Sofi mengeluarkan karakter aslinya, ia sama sekali tidak galak seperti kelihatannya. Humornya juga masuk-masuk saja dengan Dio dan Reina yang beda 1 tahun lebih tua.

Di tengah perbincangan mereka, tiba-tiba Sofi menyadari jika Dio dan Reina terlihat sangat mirip. Memang banyak saudara kandung yang mirip seperti ini, tetapi untuk ukuran Dio dan Reina kemiripan mereka bisa dikatakan hampir sama jika dilihat secara detail. Sofi yang penasaran mencoba mencari tahu.

“Kalian terlihat sama kalau diperhatikan dengan baik,” ujar Sofi.

Dio dan Reina saling melihat, mereka seperti berbicara menggunakan kontak batin. Mereka masih ragu-ragu untuk mengatakan jika mereka adalah saudara kembar. Reina seperti menyerahkan jawaban kepada kakaknya.

“Semirip itu, Kak?” ujar Dio.

“Iya, benar-benar mirip. Kaya … kembar.” Sofi melihat wajah keduanya bergantian.

Dio dan Reina kembali saling melihat dan tertawa setelah mendengar ucapan Sofi tersebut. Sofi yang bingung mengerutkan keningnya, ia merasa kedua saudara ini mempermainkannya. Reina hanya diam saja tanpa menjelaskan lebih banyak.

Sofi yang masih penasaran tapi tidak mendapatkan jawaban pun diam. Dio pun akhrinya mengakui jika dia dan Reina adalah saudara kembar, namun tidak ada yang mengetahuinya. Dio berharap kak Sofi juga bisa menjaga rahasia ini.

Tidak ada alasan khusus yang diberikan mengapa mereka menyembunyikan status kembar mereka. Sofi yang kaget hanya bisa diam ketika apa yang diasumsikannya itu benar adanya. Dia pun cepat-cepat mencari topik lain.

“Kenapa Dio tidak kos di sini saja?” tanya Sofi.

“Ah, dia anak kota, Kak,” ujar Reina.

Tiba-tiba Dio tidak terima dibilang anak kota oleh Reina, ia pun menyangkal dan mereka jadi bertengkar. Sofi yang berada di tengah-tengah mereka bingung melihat saudara kembar bisa bertengkar seperti ini. Sofi jadi meragukan jika mereka memang saudara kembar karena pertengkaran ini.

Sofi pun menanyakan keaslian status kembar mereka. Lalu, Dio dan Reina pun akhirnya terdiam dan menyadari kehadiran Sofi

*

Jam di dinding menunjukan pukul 18.00, Sofi tersadar jika ia sudah terlalu lama meninggalkan lapak toko onlinenya karena HP untuk bisnis tertinggal di kamar. Sofi pun pamit dan berjanji akan segera kembali.

Dio dan Reina hanya bisa melihat Sofi yang sangat terburu-buru, Dio sangat terhibur berbicara dengan tetangga adiknya itu. Dengan berkenalan pada Sofi, Dio bisa lebih tenang dan mencari tahu tentang adiknya jika Reina tidak bisa dihubungi lagi.

“Akhirnya ada juga yang bisa aku jadikan mata-mata,” ujar Dio.

“Mata-mata, kenapa?”

“Agar jika kamu tidak ada kabar aku bisa menanyai Kak Sofi,” jawab Dio.

“Kenapa tidak sekalian saja kalian pacaran.” Reina merasa dirinya menjadi diawasi.

Dio tertawa mendengar ucapan Reina, dia memang sedang sendiri, tapi Sofi bukanlah tipikal perempuan yang ia idamkan. Dio membayangkan jika ia bersama Sofi, setiap hari hanya akan ada suara datar dan kesal. Wajahnya juga tidak pernah bersahabat, jarang sekali untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang sudah ia kenal.

Reina heran dengan tawa kakaknya, tawa itu terdengar sebagai ejekan dari apa yang diucapkan Reina. Ia pun mengerutkan keningnya dan terlihat begitu kesal dengan tawa Dio tersebut. Reina pun hanya diam saja menunggu Dio berhenti tertawa.

Dio terus saja melihat Reina, ia berusaha untuk menghentikan tawa dan mencoba untuk berbicara. Dio pun balik bertanya, apakah Reina mau memiliki kakak ipar seperti Sofi? Jawaban Reina pun membuat Dio kesal.

“Mau, dong. Dia lebih dekat denganku nanti, jadi aku akan selalu dibela,” ujar Reina.

“Tidak bisa, jika dia sudah menjadi pacarku, maka dia akan berpihak kepadaku.” Dio terdengar ingin berpacaran dengan Sofi membuat Reina balik menertawainya.

“Apa? Coba ulangi?” Reina mencoba untuk menggoda kembarannya itu.

Dio menyadari jika ada yang salah dengan ucapannya, ia pun tidak mau mengulanginya. Reina tertawa melihat Dio menjadi salah tingkah karena pembahasan ini. Candaan mereka seperti membantu Reina kembali mendapatkan gairahnya kembali.

Tawa Reina membuat Dio semakin lega karena kembarannya sudah terlihat baik-baik saja sejauh ini. Dia merasa bisa tenang untuk meninggalkan Reina sendirian, ia percaya adiknya akan baik-baik saja.

*

Warna langit sudah berubah menjadi gelap, angin kencang pun bertiup tanpa cuaca tidak akan baik malam ini. Reina takut jika kemalaman hujan lebat akan turun dan menyulitkan Dio melihat jalan. Jalan juga akan menjadi licin, sehingga harus ekstra pelan dan hati-hati. Jika sudah seperti ini Dio akan lama sampai rumah.

Reina menyuruh Dio untuk pulang saja, ia juga akan istirahat setelah ini. Ia meyakinkan Dio jika dirinya tidak apa-apa, dan tidak akan terjadi apa-apa juga. Reina berjanji akan menghubungi Dio besok.

“Janji besok masuk kampus?” ujar Dio.

“Janji, Kak.”

“Aku jemput, ya.” Dio ingin memastikan jika Reina benar-benar sampai ke kampus dan tidak tersangkut di tempat lain.

“Tidak usah, aku juga biasanya sendiri.” Reina benar-benar bisa membaca apa yang dirasakan oleh kakaknya yang masih terlihat begitu khawatir.

“Tapi kamu akan sampai ke kampus, bukan?”

Reina menudukan kepalanya dan memegangi kepalanya, ia tampak begitu putus asa dengan ketidakpercayaann kembarannya itu. Reina hanya bisa menganggukan kepalanya saja karena sudah tampak pasrah.

Dio benar-benar hanya ingin memastikan Reina sampai dengan selamat. Tidak ada lagi drama hilang tanpa kabar, seperti dua hari lalu. Dio berharap Reina bisa lebih terbuka dengannya dengan apa yang telah terjadi.

Dengan berat hati, Dio pun mencoba untuk percaya kepada Reina, dan membiarkannya pergi sendiri besok. Sebelum pulang, Dio dengan berbaik hati membantu Reina membereskan makanan dan gelas-gelas bekas mereka minum teh.

Reina melihat Dio yang begitu perhatian, membuatnya sangat beruntung masih memiliki saudara di sisinya. Walaupun tidak semua hal bisa ia ceritakan, setidaknya Dio bisa menjadi penenang yang baik. Ia juga menjadi penghibur untuk melupakan semua kesedihan yang dialami dan dilewati.

“Terima kasih untuk hari ini, ya, Kak,” ujar Reina.

“Kamu ini, seperti baru kali ini saja aku seperti ini.” Dio masih menanggapi bercanda ucapan serius Reina itu.

Reina yang berusaha ingin serius dan mengutarakan isi hatinya, berubah menjadi kesal.

*

Setelah membantu Reina membereskan kamar, Dio pun pamit untuk pulang. “Besok akan aku telepon untuk memastikan kamu di kampus. Ingat, diangkat.”

“Siap, Pak,” ujar Reina sembari memberikan hormat kepada kakak kembarnya.

Reina pun mengantarkan Dio ke mobil, sekalian melihat Sofi yang sepertinya sibuk dengan bisnisnya. Reina berniat untuk membantu Sofi juga karena tetangga kosnya itu sering membantunya juga.

Dio juga ingin berpamitan kepada Sofi. Ia tidak enak hati jika pulang begitu saja karena mereka sudah berkenalan. Reina kembali menggoda Dio, membuat kakak kembarnya itu kembali salah tingkah.

“Jadi, berlanjut tidak?” ujar Reina tertawa.

“Jangan membuat keributam,” ucap Dio.

Reina pun tertawa membukakan pintu kamar kos untuk Dio. Ia mempersilahkan Dio untuk jalan duluan menuruni tangga. Reina berharap ada Sofi duduk di depan kamarnya agar bisa berpapasan dengan Dio.

Sayangnya, saat Reina juga turun, pintu kamar Sofi tertutup, namun lampu kamarnya menyala. Reina pun berinisiatif untuk mengetuk pintu kamar Sofi agar bisa bertemu Dio sebelum kakak kembarnya itu pulang.

Dio yang melihat Reina mengetuk pintu kamar Sofi menjadi canggung. Dengan gerakan tangan dan berbisik ia menghentikan Reina. “Jangan dipanggil.”

Tapi, Reina sudah terlanjut memanggil Sofi, dan tak lama Sofi pun keluar dari kamarnya. Dio langsung memberikan senyuman tanpa bisa berkata apa-apa. Reina pun menjelaskan maksudnya memanggil Sofi.

“Ini Dio mau pulang, Kak, jadi mau pamit.”

“Pakai pamit segala,” ujar Sofi tersenyum.

Dio tersenyum dan melihat Reina. “Iya, Kak? Pakai pamit saja, memang Reina ini mengganggu.”

Reina benar-benar puas mengerjai kakak kembarnya itu. Dio pun mengucapkan pamit kepada Sofi, dan segera pergi dari hadapan dua perempuan itu. Reina berteriak sambil tertawa puas. “Hati-hati!”

*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel