Bagian 14 Riza Lagi!
Bagian 14 Riza Lagi!
Setelah Dio pergi dan kamarnya sudah dibereskan, Reina bersiap untuk tidur. Ia melakukan rutinitas seperti biasa, membersihkan wajah, sikat gigi, dan lainnya. Besok Reina akan kembali ke kampus, dan mengejar mata kuliah.
Reina tidak memberitahu teman-temannya karena ingin memberikan kejutan. Ia berencana untuk mentraktir Tasya dan Fini makan siang di kantin kampus. Reina juga tidak sabar, apa reaksi dari teman-temannya saat melihat ia kembali ke kampus.
Tak disangka, saat Reina sudah berbaring di kasur, Tasya kembali menelepon. Reina sudah lebih tenang, sehingga ia bisa berbincang asyik dengan temannya. Mungkin saja ia akan berubah pikiran membocorkan kehadirannya besok di kampus.
“Kenapa, Sya?” ujar Reina.
“Kok kamu tanya kenapa? Aku khawatir sama kamu. Tadi kami ke kosan kamu, tapi Kakak yang tinggal di bawah berkata kamu tidak ada di kamar,” jawab Tasya.
“Kamu ke sini?”
“Iya, sama Fini. Kamu baik-baik saja, bukan?”
“Iya, aku baik-baik saja, besok aku ke kampus, tenang saja.”
Tasya merasa lega mendengar Reina akan kembali ke kampus besok. Ia pun berjanji akan membawakan sesuatu untuk Reina, walaupun hanya sarapan sederhana, tidaknya bisa membangkitkan semangat. Tasya juga sudah menyiapkan beberapa materi yang ditinggalkan Reina agar bisa dipelajari.
Reina sungguh berterima kasih kepada Tasya dengan semua yang sudah dilakukan. Ia merasa benar-benar beruntung banyak orang yang memberikan perhatian. Tapi, Reina tidak mau semua yang menyayanginya tahu jika ia sedang hancur sekarang.
Riza pasti masih akan mengejarnya besok, lusa, atau kapan pun itu. Sekarang, bagaimanapun caranya, Reina ingin menyelesaikan masalahnya dengan Riza dan mengakhiri semuanya. Reina juga akan berusaha untuk tidak terlihat berkomunikasi lagi dengan lelaki busuk itu.
Di saat seperti ini, Reina merasa sangat tidak tenang, Riza benar-benar terus berada di pikirannya. Reina pun melihat ke arah meja belajarnya, dan melihat pena pemberian ayahnya dulu. Ia pun beranjak dari pembaringannya, Reina berpikir untuk menulis sesuatu sebelum ia tidur dan menghadapi hari esok. Akhirnya, coretan demi coretan pun di tuangkan dengan pena di atas kertas putih tanpa garis.
*
Keesokan harinya, Reina bangun dengan perasaan yang lega. Menulis ternyata membuatnya lebih tenang karena menceritakannya dan mencurahkan kegundahannya tanpa ada orang yang tahu. Reina tidak tahu, apakah ini akan terus berlanjut atau tidak, yang jelas ia merasa nyaman saja.
Saat Reina hendak mandi, Tasya mengirimi pesan, Reina hanya meliat dari notifikasi saja. Tasya meminta Reina agar cepat datang karena sudah tidak sabar melihat tamnnya itu di kampus. Tasya juga memberitahu jika Fini tidak mengetahui jika Reina akan datang hari ini.
Fini sebenarnya perhatian, tetapi memang dia tidak suka menghubungi orang karena khawatir mengganggu. Setelah gagal memberi kejutan pada Tasya, Reina berpikir Fini saja pun tidak maslaah yang mendapatkan kejutan ini.
Reina seperti orang yang baru setelah kejadian bersama Riza kemarin. Ia semakin menjadi wanita yang kuat, dan lebih kuat lagi sekarang. Reina sudah bertekat jika Riza sudah tidak bisa macam-macam lagi dengannya.
Keberaniannya itu juga selalu Reina katakana pada dirinya sendiri saat berkaca. “Aku bukan lagi Reina yang lemah.” Kata-kata yang selalu menjadi mantra dan kekuatan bagi Reina.
Hari ini Reina sudah terpikirkan akan mengenakan baju yang bagus, dan juga riasan sederhana, namun memberikan kesan lebih segar. Reina benar-benar tidak mau terlihat sedang dalam masalah besar.
TOK! TOK! TOK!
Ketukan pintu dan suara Sofi memanggil terdengar. Reina menyahuti dari dalam saat sedang menggunakan riasan. “Sebentar, Kak.”
Reina pun segera membukakan pintu untuk Sofi. Terlihat Sofi membawa kotak bekal yang diberikan untuk Reina. “Pagi ini kakak masak, bawalah untuk bekalmu di kampus nanti.”
Reina benar-benar senang sampai tak bisa berkata apa-apa kepada Sofi. Sikap tetangga kosnya itu sekarang sudah sangat berbeda. Sofi lebih lembut dan juga begitu bersahabat kepada Reina, tetapi masih galak kepada penghuni lain.
Setelah menerima bekal dari Sofi, Reina mengambil tasnya, lalu bergegas pergi. Seperti biasa, Reina menggunakan kendaraan umum.
*
Sesampainya di kampus, Reina sudah di sambut oleh Tasya dan Fini. Fini yang baru mengetahui Reina datang ke kampus, langsung berlari dan memeluk hangat Reina.
“Aku senang kamu datang,” bisik Fini dalam pelukan. Lalu ia melihat ke arah Tasya yang hanya tersenyum melihat tingkah Fini. “Tasya, ini Reina, hanya seperti itu saja reaksimu?”
“Aku sudah tahu dia akan datang,” ujar Tasya.
“Kenapa hanya aku yang tidak tahu?” Fini memberikan wajah cemberutnya.
“Sudah-sudah, kita masuk kelas saja,” ajak Reina.
Mereka bertiga pun bergegas ke kelas karena ada jadwal pagi. Untungnya Tasya dan Fini tidak menanyakan ada apa sebenarnya dengan Reina. Mereka membahas banyak topik lainnya, seperti keadaan kelas dan kampus dua hari lalu.
Tasya juga kembali menceritakan Novan, lelaki pujaan hatinya. Tingkah Tasya jika sudah menceritakan Novan memang sangat menghibur. Ditambah Fini akan merespons dengan sangat kesal dan geram, membuat Reina tak berhenti tertawa.
Saat berjalan ke kelas, Riza kembali meneror Reina. Ia tak menyangka lelaki busuk itu akan mencarinya sepagi ini. Reina pun mematikan HP-nya untuk kenyamanan saat mengikuti pembelajaran.
*
Satu hari di kampus begitu menyenangkan. Tasya dan Fini menghibur Reina dengan banyak lelucon yang mereka buat, dan seperti biasa, ada saja pembicaraan tentang orang lain yang menjadi berita hangat.
Ketika mereka berpisah, Reina kembali menghidupkan HP-nya. Sofi mengirimkan foto Riza berada di luar pekarangan kos mereka dengan selalu memantau. Reina langsung menelepon Sofi untuk memastikan.
“Halo, Kak. Apakah dia masih ada sekarnag?” tanya Reina.
“Sudah tidak ada lagi sepertinya. Lebih baik kamu cepat pulang.”
Reina pun langsung bergegas untuk pulang. Agar lebih cepat sampai, Reina akhirnya menggunakan taxi saja. Ia ingin cepat sampai dan berdiam diri di kamarnya, jika sudah sampai kamar akan lebih tenang lagi nanti.
Di jalan, Reina terus menghubungi Sofi untuk memastikan lebih lanjut. Ia benar-benar khawatir jika bertemu dan dicegat kembali oleh Riza. Bayangan dua hari bersama Riza masih belum bisa hilang hinga sekarang.
Kekhawatiran Reina bertambah ketika Sofi mengabari jika ia harus mengambil barang di tempat yang jauh dari kos. Reina pun tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia juga tidak mungkin menahan Sofi begitu saja.
Sebelum pergi, Sofi memfoto jalan dekat kos, tidak ada orang mencurigakan sejauh ini. Reina pun bisa tenang sampai ke kos. Sekitar 15 menit lagi sudah akan sampai ke kosannya, dalam waktu itu tidak mungkin Riza akan datang tiba-tiba.
*
Sesampainya di kosan, Reina langsung berlari ke kamarnya. Ia buru-buru dan tidak lagi melihat ke sekelilingnya. Reina benar-benar menghindari terlihat oleh siapa pun saat masuk ke kamarnya.
Tapi, sangat disayangkan, saat Reina hendak menutup pintu, ada yang menahannya dari luar. Jantung Reina memompa begitu kencang, ia sudah berpikiran yang tidak-tidak. Reina hanya bisa diam dan membuka pintu itu untuk memastikan siapa yang menahan pintunya.
Ternyata apa yang dipikirkan Reina benar, Riza datang dengan diam-diam tanpa suara. Entah kapan ia sampai dan bagaimana ia tahu jika Reina sudah berada di kamar. Reina pun menatap Riza penuh kebencian.
“Akhirnya aku bertemu denganmu, Rein,” ujar Riza.
“Ma—mau apa kamu ke sini?”
“Aku hanya ingin menjelaskan semuanya, dan memintamu tetap tinggal. Aku tidak bisa seperti ini terus.” Riza kembali merengek di hadapan Reina.
Beberapa orang keluar dari kamar untuk melakukan aktifitas dan melihat Riza sedikit membungkuk dan memancarkan raut wajah sedih kepada Reina. Reina tak enak hati dengan penghuni lain, tapi ia juga tidak mau Riza masuk ke kamarnya.
Ketakutan Reina semakin bertambah ketika Riza menggenggam tangan Reina. Ia pun berusaha untuk melepaskannya, dan kali ini Riza sedikit lemah. Reina pun berpikir apa yang harus ia lakukan untuk bisa menghindari lelaki busuk ini.
Sebuah ide pun terlintas dikepalanya, mungkin ini adalah ide konyol dan akan membahayakan dirinya juga, tapi Reina tidak masalah. “Mari kita berbicara, tapi tidak di sini.”
“Lalu, kamu mau berbicara di mana?” tanya Riza.
“Mari kita ke villa milik kamu.”
Riza menyetujui ajakan Reina, dan mereka pun pergi menuju villa milik Riza yang sebelumnya sudah pernah mereka kunjungi ketika ada pesta.
***