Bab 9 Malam Minggu
Bab 9 Malam Minggu
Kinara tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hatinya meronta-ronta dan meleleh ketika mendapat tatapan tajam seperti itu.
“Sudah,” ucap Denis dan melepaskan tangannya dari sana.
“Terima kasih, Kak. Maaf sudah merepotkan.”
“Tidak masalah. Bisa melanjutkan perjalanan ‘kan?”
Kinara mengangguk. Kemudian mereka berjalan kembali. Menyusuri jalanan yang sempit dan juga beberapa warga menghampiri untuk membeli sate. Setelah sekian lama menyusuri jalan, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan.
Sudah ada Rama di sana. Dan terlihat banyak pedagang tertata rapi. Biasanya di sana memang banyak pedangan yang berjualan. Mulai dari jajanan, sampai minuman. Semua tersedia lengkap. Disediakan oleh pemerintah kota yang ditujukan untuk pedagang kaki lima.
“Den, lama sekali kamu sampai sini,” gerutu Rama.
“Tadi ada insiden.”
“Apa itu?”
“Tadi aku jatuh, Kak. Maaf, sudah merepotkan kalian. Sekarang jadi terlambat untuk berjualan,” sahut Kinara.
“Tidak perlu dibahas. Sekarang kamu membantu Rama menyiapkan kursi dan meja.”
Kinara mengangguk paham dan segera mendekati Rama yang tengah mengangkat meja. Menggunakan heels membuat gerak langkah Kinara sedikit susah. Untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, Kinara melepas heelsnya.
Alhasil, sekarang ia pun tidak memakai alas kaki. Keputusannya itu menyita perhatian orang yang berada di sekitar situ. Kinara tidak begitu memperdulikannya dan lebih fokus dengan apa yang menjadi pekerjaannya sekarang.
Denis tidak sengaja melihat ke arah kaki Kinara. Wanita itu kesakitan tatkala telapak kakinya menginjak kerikil yang ada di sana.
“Kamu kenapa melepas sepatu?” tanya Denis.
“Susah kalau pakai itu. Lebih nyaman seperti ini,” jawabnya.
Tetapi Denis tidak percaya, ia paham sekali kalau saat ini Kinara tengah merasa kesakitan. Tidak mau terluka, Denis memberikan sandalnya untuk dipakai oleh Kinara. Awalnya Kinara menolak, tetapi Denis terus memaksanya.
“Nanti kaki kamu terluka dan berdarah,” ucap Denis.
“Tapi, Kak…” belum sempat Kinara melanjutkan ucapannya, Denis mencegahnya dengan meletakkan jari telunjuk di bibir Kinara.
“Jangan banyak protes. Pakai saja, saya ada sandal yang lain.”
Kinara tidak bisa menolak dan memakai sandal milik Denis. Diam-diam Kinara tersenyum tipis, bahkan hampir tidak terlihat. Ia berdecak kagum dengan sikap yang ditunjukkan oleh Denis. Walau pria itu terlihat tidak perduli, tetapi jauh di lubuk hatinya, Denis memiliki sifat perhatian.
Tanpa ia sadari, memperhatikan Denis membuatnya semakin penasaran. Sedangkan Rama, tengah menunggu Kinara sadar dari lamunannya. Semakin lama, Kinara malah tersenyum lebar. Rama mendekat dan menepuk pundak Kinara.
“Hey! Kamu kenapa? Kerasukan, ya?” ujar Rama sambil meletakkan telapak tangan di kening Kinara.
“Tidak. Aku baik-baik saja, Kak.”
“Jangan melamun, di sini katanya banyak hantu. Gawat kalau kamu diikuti oleh hantu penunggu pohon itu.”
Kinara mengikuti ke arah pohon yang ditunjukkan oleh Rama. Bulu kuduknya berdiri sempurna, tangannya gemetar. Kinara memang takut ketika mendengar cerita tentang horor. Rama tertawa melihat ekpresi wajah Kinara yang menurutnya menggemaskan.
Selagi membayangkan sosok hantu yang diceritakan oleh Rama, pengunjung mulai berdatangan. Suasana petang semakin terasa, dan sebentar lagi matahari akan tenggelam. Waktu yang cocok untuk menikmati sore hari yang indah.
Sebagai penjual, Denis dan Rama melayani pembeli dengan baik. Kinara belajar banyak dari mereka. Selama ini Kinara belum pernah melakukan hal ini. Jadi ia masih kebingungan. Pelan-pelan Denis memberikan arahan kepadanya.
“Kalau di depan pembeli, harus selalu tersenyum. Agar pembeli itu senang,” ucap Denis.
Anggukan kepada Kinara berikan sebagai respon atas arahan yang diberikan kepadanya.
“Oh iya, satu lagi. Jangan lupa selalu mementingkan kenyamanan pembeli. Keadaan meja harus bersih, dan juga tidak ada kotoran.”
“Oke Kak, siap laksanakan!” jawab Kinara mengambil posisi siap siaga.
Ia memulai untuk pertama kalinya. Melayani pembeli dan mengantarkan makanan sampai ke tangan konsumen. Tidak lupa, Kinara juga selalu tersenyum manis. Yang ia lakukan membuat pembeli merasa nyaman. Semakin lama, pembeli semakin ramai. Itu artinya Kinara harus ekstra dan mempercepat kerjanya.
Ia bersama dengan Rama menangani pembeli, sementara Denis menyiapkan sate dan juga lontong atau nasi. Sesuai dengan permintaan. Mereka bertiga sibuk sekali, penampilan tidak lagi diperdulikan oleh Kinara.
**
Tanpa terasa malam telah tiba. Larut malam seperti ini, pembeli mulai berkurang. Dan sudah saatnya untuk mereka pulang. Kinara mengusap keringat yang muncul di keningnya menggunakan tissue yang sengaja ia bawa di dalam tas.
Sambil menyeruput minuman, Kinara memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang. Denis telah selesai merapikan dagangannya dan kemudian duduk di samping Kinara. Mereka beristirahat untuk sejenak, melepas penat.
“Letih, ya?” Suara Denis cukup mengagetkan Kinara.
“Eh, Kak Denis. Tidak, lagian letihnya sudah hilang.”
“Ya seperti ini pekerjaan saya setiap harinya. Perlu kamu tahu, berat memang.”
“Aku suka dan sangat menikmatinya. Jadi tahu bagaimana susahnya mencari uang,” jawab Kinara.
Jawaban yang tidak pernah Denis sangka. Wanita yang selalu bergelimang harta, bisa bersikap sedewasa ini. Padahal awalnya Denis mengira kalau Kinara akan pulang lebih awal. Tetapi semua perkiraan itu salah, justru Kinara paling bersemangat di antara mereka.
“Saya salut sama kamu. Sudah cantik, anak orang kaya, tapi tidak manja,” ucap Denis.
“Itu yang dinamakan wanita idaman,” sahut Rama yang duduk dekat mereka.
“Tidak begitu juga, aku sama seperti wanita pada umumnya. Lagian memangnya wanita tidak boleh bekerja seperti ini?”
“Ya boleh. Tidak ada yang melarang.”
Mereka bertiga menghabiskan waktu bersama hingga larut malam. Ponsel Kinara berdering dan ternyata mamanya menghubunginya. Segera Kinara memberi tahu kalau malam ini ia akan menginap di rumah Clara. Di saat semuanya telah usai, mereka beranjak pulang.
Sampainya di rumah Denis. Kinara langsung pamit, mengingat waktu sudah larut dan tidak baik jika ia pulang terlalu lama.
“Mau saya antar?” Denis menawarkan diri.
“Tidak perlu, Kak. Aku bisa pulang sendiri.”
“Oh ya sudah. Hati-hati di jalan.”
Kinara tersenyum, lalu masuk ke dalam mobil. Denis menunggu sampai wanita itu benar-benar hilang dari pandangannya. Kinara juga melambaikan tangannya dan melajukan mobil menjauhi rumah itu. Ia telah menghubungi Clara agar membukakan pintu. Semalam ini, jarang kendaraan yang melintas. Hanya ada beberapa saja, dan dapat dihitung dengan jari. Kinara melajukan mobilnya, menembus dinginnya malam. Ini bukan kali pertama baginya pulang larut malam.
Di rumah Clara.
Tok… tok… tok…
Berkali-kali Kinara mengetuk pintu, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. Ia sengaja mengencangkan ketukannya itu agar Clara meresponnya.
“Iya, tunggu,” teriakan Clara memenuhi rumah itu.
Tidak berapa lama, akhirnya pintu terbuka. Kinara mendengus kesal, sampai pegal kakinya berdiri. Dan ternyata Clara tengah sibuk menonton drama korea ditemani oleh secangkir kopi hangat.
“Kamu dari mana saja, Ra?” tanya Clara.
Kinara meletakkan tas di atas meja, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa, “Bantu Kak Denis jualan. Aku ‘kan sudah sepakat untuk membantunya.”
“Terus bagaimana? Sukses jualannya?”
“Ya begitu.”
Rasa letih tidak bisa dipungkiri lagi. Tubuhnya terasa pegal, ditambah dengan keringat yang membuatnya lengket. Untuk menghapus rasa lelah itu, Kinara beranjak pergi membasuh tubuhnya. Itu akan jauh lebih baik dan membuat tubuhnya segar kembali.
Selesai mandi, Kinara kembali menghampiri Clara. Ia merebut camilan yang ada di tangan sahabatnya itu. Membuat Clara berteriak dan merengek seperti anak kecil yang diganggu oleh temannya.
“Kembalikan camilan aku!” pekik Clara.
“Bagi sedikit. Pelit sekali, tidak boleh begitu Cla. Nanti kuburan kamu sempit.”
Clara memutar bola matanya malas, “Terserah kamu saja. Kalau mau, ambil sendiri di dapur.”
Clara berhasil merebut kembali camilan dari tangan sahabatnya. Mereka memang suka sekali makan di tengah malam seperti ini. Apalagi ditemani oleh drama korea. Semakin membuat mereka betah berlama-lama membuka mata.
Suasana rumah dalam keadaan sepi. Yang terdengar hanya suara yang berasal dari drama yang sedang mereka tonton. Beruntung, tidak lama kemudian drama tersebut bersambung. Terpaksa Clara mengakhirinya dan harus menunggu episode selanjutnya.
“Cie, yang baru jalan sama doi,” ledek Clara.
“Jalan apa?”
“Malam minggu,” jawabnya singkat.
“Malam minggu yang berfaedah. Memangnya kamu, malam minggu bukannya mengerjakan tugas. Ini malah nonton drama korea,” sungut Kinara tidak mau kalah.
Clara menyengir kuda, memperlihatkan deretan giginya yang rapi dan putih. Sementara itu, Kinara membaringkan tubuhnya di sofa. Mengeliatkan tubuh agar otot yang tegang dapat melunak.
**
Bersambung.