Bab 8 Ikut Berjualan
Bab 8 Ikut Berjualan
Merasa ada yang aneh, Frans mengamati tingkah laku temannya itu. Tidak bisa dipungkiri jika sejak lama Frans telah menaruh hatinya kepada Kinara. Tetapi tampaknya wanita itu tidak terlalu merespon. Padahal Frans selalu menunjukkan perhatian kepada Kinara.
“Ra, bagaimana kabar papa dan mama kamu?” tanya Frans memecah keheningan di antara mereka bertiga.
“Baik-baik saja.”
“Oiya, besok aku main ke rumah kamu, ya?”
“Jangan!” Kinara membentak.
Frans menyernyitkan dahinya bingung, sebelumnya ia sering main ke rumah Kinara. Dan tidak ada masalah, tetapi kali ini berbeda. Apalagi Kinara terlihat mengucapkan lantang larangan itu. Beberapa hari tidak bertemu, banyak sekali perubahan yang terjadi.
“Kamu kenapa, Ra? Kenapa aku tidak boleh main? Tidak seperti biasanya,” protes Frans.
“Hem… ini, ada acara keluarga. Jadi ya tidak enak hati saja.”
Sekarang Frans paham dan dapat memakluminya. Selesai makan siang, lalu mereka pergi ke perpustakaan. Sebab, mereka perlu beberapa referensi buku untuk membuat tugas yang diberikan oleh dosen.
Perpustakaan selalu tampil rapid an sunyi. Tidak ada suara bising di dalam sana. Cocok untuk mahasiswa yang menyukai tempat damai, dan juga cocok untuk membaca buku cerita atau novel. Kinara meraih sebuah buku yang letaknya berada di ketinggian.
Bahkan Kinara harus mengulurkan tangannya serta menjinjitkan kakinya agar sampai. Tetapi, saat hendak meraihnya tiba-tiba saja ada sosok tubuh yang berada tepat di belakang Kinara. Seketika Kinara terkejut dan memutar tubuhnya. Alhasil mereka saling berhadapan dengan jarak yang dekat.
“Ini,” ujarnya sambil memberikan buku tersebut.
Dan ternyata itu adalah Denis. Kinara tidak pernah menyangka kalau ada Denis di situ. Bibir Kinara mengatup, tidak bisa mengeluarkan kata-kata lagi. Sebab, kini tubuh mereka memang saling dekat. Hanya beberapa centi saja.
“Te-terima kasih,” ujar Kinara gugup. Kakinya gemetar begitupun dengan tangannya yang memegangi sebuah buku.
“Iya sama-sama.”
Denis hanya menjawab itu saja lalu pergi dari hadapan Kinara. Buku yang diberikan oleh Denis, kini sudah berada dalam pelukan Kinara. Ia mengelusnya dengan lembut sambil melihat ke arah Denis yang perlahan menghilang.
“Ya ampun, tampan sekali,” gumam Kinara.
Denis telah menghilang, Kinara memutuskan untuk duduk gabung bersama dengan teman-temannya.
“Lama sekali ambil buku saja,” gerutu Clara.
“Bukunya tinggi. Mana aku sampai.”
“Terus, kenapa bukunya bisa di kamu?”
“Tadi ada Kak Denis yang membantu.” Kinara mengucapkan itu dengan berbisik.
“Oh jadi begitu. Pantas saja, senyumnya merekah. Baru bertemu dengan Kak Denis,” cibir Clara.
Mendapat cibiran itu, Kinara tersipu malu. Ia menutupi wajahnya menggunakan buku dan berpura-pura membacanya. Senyuman terus merekah di bibir Kinara tanpa ada jeda. Ia seperti merasakan jatuh cinta, tetapi Kinara tidak menyadarinya.
Cukup lama mereka berada di perpustakaan. Hingga saatnya mereka harus kembali ke kelas sebab mata kuliah akan segera dimulai kembali.
**
Petang tiba.
Waktunya untuk Kinara pulang ke rumah. Satu hari penuh ia habiskan untuk belajar di kelas. Rasa penat sudah pasti, tetapi Kinara santai dalam menjalaninya. Ketika di parkiran, secara tidak sengaja Kinara melihat ada Denis.
Ia mengurugkan niat untuk masuk ke dalam mobil dan lebih memilih untuk menghampirinya. Saat itu, Denis hendak pergi dengan motor matic miliknya.
“Kak Denis,” panggil Kinara.
Denis menoleh, “Iya, ada apa?”
“Kakak mau pulang?”
Pria itu menganggukkan kepala.
“Kakak mau jualan, ya?”
“Iya, kenapa?”
“Ya sudah, aku ikut sama Kakak. Aku ‘kan sudah berjanji akan membantu Kakak berjualan.”
“Tapi nanti malam bukannya kita akan kencan?”
Kinara berpikir sejenak, “Tidak apa. Bilang saja kalau kita kencan, tapi sebenarnya kita jualan.”
Cukup lama Denis berpikir. Sementara itu, Kinara memohon sangat kepada Denis sebagai ucapan terima kasih karena sudah membantunya. Bahkan Kinara sampai mengatupkan kedua tangannya dan memohon kepada Denis.
Karena permintaan itu tidak bisa ditolak, akhirnya Denis setuju. Wajah senang langsung ditunjukkan oleh Kinara. Tanpa pikir panjang lagi, Kinara mengikuti Denis dari belakang menuju tempat jualan.
Sampainya di sana. Kinara melihat sebuah rumah sederhana tetapi rapi. Ia berjalan mengikuti Denis menuju rumah itu. Rupanya ini adalah tempat tinggal Denis. Kedua orang tuanya berada di luar kota, dan Denis tinggal bersama dengan temannya yang bernama Rama. Mereka sudah lama tinggal bersama, dan sudah seperti saudara sendiri.
“Ini rumah Kakak?” tanya Kinara.
“Iya, silakan duduk. Biar saya siapkan minuman.”
“Tidak perlu, Kak. Ini ‘kan sudah petang, sebaiknya kita langsung jualan saja.”
Denis menjual sate pada malam hari. Penghasilan itu ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Ia tidak pernah malu mengakui pekerjaannya, dan malah bangga karena bisa melakukan wirausaha sendiri.
Kinara menunggu, sementara Denis mempersiapkan semuanya. Selagi menunggu, Kinara melihat suasana di sekitar rumah itu. Halamannya luas sekali, da nada beberapa bunga yang mekar di sana. Walau ditempati oleh dua pria, tetapi keadaannya rapi dan terawat. Bisa dilihat dari tampilan Denis yang selalu menjaga kerapihan. Mulai dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.
“Kinara,” panggil Denis yang sudah berada di depan dengan mendorong sebuah gerobak.
“Sudah, Kak?”
“Ayo, kita berangkat. Mobil kamu biar di sini saja.”
“Oh, oke Kak.”
“Den, siapa itu?” tanya Rama.
“Nanti aku ceritakan.”
Pandangan Rama terus tertuju pada Kinara. Membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Ditambah dengan tatapan tajam setiap kali melihatnya. Bulu kuduk Kinara sampai berdiri, ia pun berjalan tepat di samping Denis.
“Kita akan jualan di mana, Kak?” tanya Kinara sambil memegangi gerobak tersebut.
“Di gang depan sana. Kamu mau naik motor atau jalan kaki?”
“Jalan kaki saja sama Kakak.”
“Ya sudah, tapi jangan mengeluh kalau lelah.”
Kinara menanggapi dengan menunjukkan ibu jarinya.
Kemudian mereka pun pergi. Sepanjang perjalanan menuju tempat berjualan, tidak henti-hentinya Denis berteriak dan menawarkan dagangannya kepada warga sekitar. Kinara hanya diam saja dan mengikuti ke mana pun pria itu pergi.
“Mas Denis, satenya,” panggil seorang gadis yang berlari menghampirinya.
“Seperti biasa, ya?”
“Iya, Mas,” jawabnya singkat.
Dengan sigap, Kinara membantu Denis mempersiapkan tusukan yang sudah berisikan daging. Gadis yang membeli malah memperhatikan Kinara. Karena baru pertama kali ini Denis membawa wanita untuk ikut berjualan bersamanya. Denis membungkus satu porsi sate, kemudian ia berikan pada gadis itu. Lalu gadis itu memberikan beberapa lembar uang.
“Mas, itu siapa? Mas Rama ke mana?”
“Teman. Rama sudah duluan.”
Kemudian Denis dan Kinara melanjutkan perjalanan. Banyak sekali yang menyukai sate buatan Denis. Terlihat dari banyaknya pembeli, padahal mereka belum sampai ke tempat tujuan. Tidak heran jika sate buatan Denis banyak penggemarnya. Karena memang satenya itu enak sekali. Dan ada ciri khas tersendiri.
Kinara juga pernah menyicipinya dan langsung suka. Belum juga setengah perjalanan, Kinara merasa letih. Kakinya pegal sekali sebab berjalan. Dan menurutnya itu jauh sekali. Sudah tidak tahan, Kinara memutuskan untuk duduk di pinggir jalan. Seketika Denis ikut terhenti.
“Kenapa? Lelah? Saya ‘kan sudah bilang, sebaiknya kamu naik motor saja.”
Kinara menghela napas panjang, “Aku kira tidak sejauh ini. Kaki aku pegal.”
Rengekan Kinara membuat Denis tidak tega. Ia pun duduk di samping Kinara dan mengulurkan tangannya. Tidak berapa lama, terasa pijatan lembut di kaki Kinara. Sontak itu membuat Kinara terperangah dan sempat menarik kakinya agar menjauh.
“Biar pegalnya hilang,” ucap Denis pelan.
Kinara tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain diam. Karena pijatan tersebut, membuat mereka saling dekat. Kedekatan itu menarik perhatian orang yang melewatinya. Tetapi Denis tidak perduli dengan itu semua. Ia fokus memijat kaki Kinara agar tidak merasakan letih.
Sudah berulang kali mereka dekat, tetapi debaran jantung Kinara masih saja tidak bisa terkontrol. Sekarang malah semakin kencang, dan ia cemas kalau Denis dapat mendengarnya. Beberapa kali Kinara menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Itu ia lakukan agar terhindar dari rasa gugup yang menguasai dirinya.
Saat Denis menengadahkan kepala, otomatis mata mereka saling bertemu. Ada getaran berbeda dalam hati Kinara.
**
Bersambung.