Bab 6 Makan Malam
Bab 6 Makan Malam
Telah mendapatkan pakaian terbaiknya, Kinara merasa puas. Sekarang ia tinggal mempersiapkan diri agar dapat meyakinkan kedua orang tuanya. Selagi Kinara merapikan kembali pakaiannya, terdengar suara bising yang berasal dari bawah.
Karena sudah tidak sabar, Pratiwi mengerahkan seluruh pekerjanya untuk membantu dirinya menyiapkan makan malam yang special untuk calon menantunya. Kinara keluar kamar, ia melihat suasana sibuk dari atas. Ia tidak pernah menyangka kalau sang mama akan berantusias sampai sejauh ini.
“Mama ini, selalu buat heboh satu rumah,” ujarnya pelan.
Kemudian, Kinara turun untuk membantu mempersiapkan makan malam. Ia menghampiri Bi Tiah, salah satu pekerja di rumah itu.
“Bi, boleh aku membantu?”Kinara menawarkan diri.
“Ya ampun, Non. Tidak usah, lebih baik Non istirahat saja. Nanti saya dimarahi oleh Ibu.”
“Memangnya kenapa? Lagi pula aku hanya membantu sedikit saja,” jawab Kinara sedikit kesal dengan tanggapan yang diberikan oleh Bi Tiah.
Sadar kalau puterinya ada di sana, Pratiwi segera menghampirinya. Kinara tengah memotong sesuatu menggunakan pisau yang tajam. Pratiwi merangkul puterinya dari arah samping. Membuat Kinara terkejut dan langsung menoleh.
“Mama.”
“Kamu sedang apa? Kenapa tidak mempersiapkan diri saja?”
Kinara menghela napas panjang, “Bosan, Ma kalau harus berdiam diri di kamar. Lagi pula Kinara juga ingin ikut mempersiapkan makan malam ini.”
“Ya sudah kalau begitu. Oiya, nanti kekasih kamu harus tepat waktu.Soalnya kasihan Papa yang sudah meluangkan waktu.” Pratiwi mengingatkan.
“Oke, Ma. Tenang saja, semua akan berjalan dengan lancar,” jawabnya sambil menunjukkan ibu jari kepada sang mama.
Tidak terasa waktu cepat berlalu. Dan kini saatnya untuk Kinara turun dari kamar. Ia telah mengenakan gaun berwarna merah muda lengkap dengan aksesoris yang menghiasi kepalanya. Malam yang begitu bersejarah bagi Kinara karena baru pertama kalinya ia membawa pria ke rumah serta memperkenalkan kepada kedua orang tuanya.
Sejak tadi Kinara tidak henti-hentinya menghubungi Denis. Memberi tahu agar pria itu segera datang. Jika terlambat maka akan mengurasi kesan baik di mata kedua orang tuanya. Selagi menunggu, Kinara duduk menghadap cermin. Melihat dirinya sendiri yang terpantul di cermin itu.Tampak cantik sekali, seperti tidak ada cacat sedikit pun.
“Kinara.” Suara Pratiwi telah berkumandang.
“Iya, Ma,” jawabnya.
Tiba-tiba saja jantung Kinara berdebar dengan kencang. Ia berjalan keluar kamar dan menuruni anak tangga. Ternyata benar, Denis sudah duduk bersama dengan papanya. Langkah kaki Kinara pelan sekali, bahkan kedua kakinya gemetar tatkala melihat Denis yang berpenampilan sempurna.
Belum pernah Kinara melihat pria setampan itu. Ia pun berdecak kagum di dalam hatinya. Sementara itu, Pratiwi memerintahkan agar Kinara duduk bersama dengan mereka.
“Sini, Kinara.”
“I-iya, Ma,” jawab Kinara gugup.
“Oh, jadi ini yang sedang dekat dengan kamu?” tanya Tomi.
“I-iya, Pa. Dia namanya Denis, kakak tingkat Kinara.”
“Iya, Om. Saya kebetulan sudah semester akhir dan sedang mengerjakan skripsi,” sahut Denis.
“Sejak kapan kamu mengenal anak saya?” Nada bicara Tomi terdengar serius dan menyeramkan. Wajar, semua ini ia lakukan untuk puteri semata wayangnya.
“Baru Om, beberapa hari yang lalu.”
Tomi menyernyitkan dahinya, “Beberapa hari yang lalu?”
Kinara mulai kelimpungan, “Bukan begitu maksudnya, Pa. Kita kenal sudah lama, tapi dekat itu baru beberapa hari. Dekat sekalinya baru beberapa hari, gitu.”
Tomi mengangguk paham. Beruntung Kinara dapat menimpalinya dan membuat papanya percaya akan ucapannya. Pertanyaan demi pertanyaan terus terlontar untuk Denis. Mulai dari kuliah, keluaga, bahkan sampai pekerjaan. Dalam hal pekerjaan, Denis tidak menyembunyikan identitasnya.
Ia menceritakan apa adanya. Kinara sempat cemas, takut kalau kedua orang tuanya tidak setuju. Apalagi dengan latar belakang Denis yang tidak sesuai dengan keadaan keluarganya sekarang. Tetapi, semua itu diluar dugaan.Tomi dan Pratiwi justru semakin ingin tahu keseharian yang dilakukan oleh pria yang ada di depannya ini.
“Hebat. Masih muda tapi sudah memiliki usaha sendiri, dan menghasilkan uang sendiri,” ucap Pratiwi.
“Iya, Tante. Bagaimanapun, saya ini seorang pria yang nantinya akan menghidupi sebuah keluarga. Mau tidak mau saya harus mencari nafkah dengan bekerja.”
Raut wajah senang tergambar jelas di wajah Tomi, “Bagus kalau begitu.Saya lihat kamu itu pria yang bertanggung jawab. Oiya, sudah lama kita berbincang sebaiknya sekarang kita makan saja.”
Semua setuju, dan mereka beranjak pergi menuju meja makan. Di sana telah tersedia berbagai macam makanan. Semua dihidangkan tanpa terkecuali. Denis bersikap tenang, seperti tidak ada beban.Sedangkan Kinara harap-harap cemas sejak awal kedatangan pria itu ke rumahnya.
Secara tidak sengaja mereka saling beradu pandang dalam beberapa detik.Menyadari hal itu, Kinara langsung menundukkan kepalanya. Makan malam berjalan dengan semestinya tanpa ada hambatan. Dan Kinara dapat melihat jelas kalau mamanya menyukai pria yang ia bawa ke rumah.
Bukannya senang, Kinara malah kebingungan. Tetapi ia tetap berusaha untuk tenang dan tidak menunjukkan kegelisahan hatinya di hadapan papa dan mamanya.
“Jadi kapan Denis akan melamar Kinara?” tanya Pratiwi.
“Ukhukk…” Mendengar hal itu membuat Kinara tersedak.
Semua jadi terkejut, dan Pratiwi dengan sigap memberikan air minum kepada Kinara. Pertanyaan yang tidak pernah didiguga sebelumnya. Denis pun sampai membulatkan mata sempurna tatkala terkejut mendengarkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Pratiwi.
“Kamu baik-baik saja, Kinara?” Pratiwi meletakkan kembali gelas ke atas meja.
“Tidak apa-apa, Ma,” jawabnya sambil mengusap sisa air minum yang menempel di bibir.
“Jadi, bagaimana Denis?” Pertanyaan itu masih berlanjut rupanya.
“Mama, kita itu masih kuliah. Mana bisa menikah,” timpal Kinara.
“Tapi ‘kan bisa lamaran terlebih dahulu. Apa salahnya?”
“Mama, tidak bisa secepat itu. Kasihan Kak Denis yang sedang mengerjakan skripsi. Lagian Kinara juga masih ingin main yang jauh.”
“Ya sudah kalau begitu,” jawab Pratiwi.
“Diusahakan Tante,” sahut Denis.
Kinara semakin kelimpungan, ia menatap Denis tajam. Tetapi Denis malah menanggapi dengan terpejamkan kedua mata. Perkataan Denis membuat Kinara tidak mengerti apa yang diinginkan oleh pria itu. Padahal jelas sekali kalau mereka itu hanya berpura-pura dan bersifat sementara.
Merasa tidak tenang, Kinara hanya mengaduk makanannya saja tanpa ada niatan untuk memakannya. Selera makan sudah hilang sejak pertanyaan lamaran yang diberikan oleh mamanya. Beberapa kali Kinara harus mendengus kesal. Itu artinya papa dan mamanya akan sangat berharap kalau Denis akan melamar puteri satu-satunya.
Cukup lama untuk mereka menghabiskan waktu makan malam. Tanpa mereka sadari malam sudah semakin larut. Kemudian Denis memutuskan untuk pulang. Kinara mengantarkannya sampai ke depan rumah.
“Kak,” panggilnya.
Denis memutar tubuhnya, dan Kinara melangkah maju.
“Kenapa tadi bilang seperti itu di depan papa dan mama?”
“Memangnya kenapa? Salah?” tanya Denis.
“Itu ‘kan membahayakan kita. Bagaimana kalau papa dan mama benar-benar meminta Kak Denis untuk melamar aku? Kita ‘kan hanya berpura-pura saja, bahkan Kak Denis sendiri sudah setuju dengan kesepakatan yang telah kita buat.”
Denis tidak menjawab apa-apa, dan hanya mengembangkan senyumnya saja. Kinara semakin bingung dan menatap heran. Tanpa ada kata lagi, Denis berlalu pergi begitu saja. Padahal pertanyaan Kinara belum terjawab sepenuhnya.
“Pria itu penuh teka teki,” gumam Kinara dalam hati.
Kemudian, Kinara masuk ke dalam rumah.Ia berjalan santai, dan tiba-tiba Tomi menghentikan langkahnya. Yang mengharuskan Kinara mengurungkan niat untuk pergi ke kamar. Kali ini suasana berubah menjadi senyap. Kinara merasa seperti sedang ujian yang akan dihadapkan dengan seorang penguji yang sulit.
“Papa hanya ingin menyampaikan, kalau Papa senang jika kamu bersama dengan pria tadi,” ujar Tomi.
Kinara terperangah, “Hah?! Kenapa bisa begitu, Pa?”
“Ya bisa, Papa lihat dia itu baik dan tentunya bertanggung jawab. Yang Papa inginkan, jika nanti Papa telah tiada. Ada yang menjaga kamu, karena tidak sepenuhnya Papa bisa menjaga kamu, Kinara.”
Kinara terharu dengan perkataan itu, “Papa, jangan bilang begitu. Papa pasti akan selalu temani Kinara, bahkan sampai nanti Kinara sukses.”
Pratiwi mengusap punggung anaknya dan juga memeluknya, “Ini alasan utama papa dan mama ingin kamu segera mendapatkan pasangan.”
Sekarang Kinara paham mengapa kedua orang tuanya ingin Kinara memperkenalkan pasangannya. Selama ini Kinara tidak pernah tahu, dan hanya mengedepankan egoisnya saja. Kinara semakin merasa bersalah, apalagi ditambah dengan kebohongan yang telah ia lakukan.
Ia tidak pernah membayangkan bagaimana jika papa dan mamanya tahu yang sebenarnya. Kinara tidak ingin melihat mereka bersedih.
**
Bersambung.