Bab 11 Penggemar
Bab 11 Penggemar
Di rumah.
Kinara menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Pikirannya melayang tatkala mendapatkan senyuman manis dari pria itu. Hatinya langsung meleleh dan tidak berdaya. Kinara merasa heran dengan perasaannya sendiri, serta tidak mengerti harus melakukan apa lagi.
Ia tidak langsung mengganti pakaian, melainkan memikirkan Denis. Mungkin benaknya sekarang telah dipenuhi oleh sosok Denis.
“Ya ampun. Kinara, kamu ini kenapa? Jangan bilang kalau kamu suka dengannya?” gumam Kinara dalam hati.
Menepis semua pikiran itu, Kinara kemudian memutuskan untuk berganti pakaian dan membersihkannya. Sebab kalau tidak, maka ia akan sakit dan itu tidak boleh terjadi. Karena sebentar lagi akan diadakan ujian akhir semester.
**
Dua hari telah berlalu.
Pagi ini Kinara lebih dulu pergi ke kampus. Ada beberapa hal yang harus diselesaikan segera. Pagi buta sekali, Kinara pergi ke rumah Clara. Tidak sempat sarapan pagi, bahkan papanya saja tidak tahu kepergian anaknya.
Kinara melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sebab, jarang sekali kendaraan yang melintas jika pagi-pagi seperti ini. Kinara bisa cepat sampai di rumah sahabatnya.
“Clara,” panggil Kinara sambil mengetuk pintu rumahnya.
Tidak berapa lama kemudian, pintu terbuka. Dan terlihat Clara yang baru saja bangun dari tidurnya. Bahkan ia masih mengenakan pakaian tidur dan menguap sangat lebar. Kinara yang menyaksikan itu, memutar bola matanya malas dan masuk ke dalam walau tidak dipersilakan oleh Clara.
“Baru bangun? Ini sudah jam berapa, Cla?” oceh Kinara.
“Masih pagi sekali. Memangnya kenapa? Aku saja masih terbawa mimpi, kamu malah mengganggunya,” gerutu Clara.
“Apa kamu lupa? Kalau hari ini kita ada acara?”
Clara duduk, menggunakan tangannya untuk menopang kepalanya. Sementara kedua mata masih tertutup sempurna. Kesal dengan sikap sahabatnya, akhirnya Kinara memukul meja kencang. Membuat Clara terperanjat dan berteriak.
“Kenapa harus pukul meja segala?” Clara naik pitam.
“Ya habisnya, aku ini sedang mengajak kamu berbicara. Tetapi kamu tidur lagi.”
“Aku masih mengantuk, Ra. Semalam aku tidur larut malam karena menonton drama Korea.”
Sekali lagi Kinara memutar bola mata dan mendengus kesal, “Hari ini kita ada ujian, kemarin ‘kan dosen sudah memberi tahu. Dan untuk ujian itu, kita belum belajar.”
Seketika kedua mata Clara membuka sempurna. Ia sudah ingat semuanya, dan hampir saja melupakan ujian hari ini. Beruntung sekali Kinara mengingatkan. Tanpa menunggu waktu lama, Clara melesat pergi ke kamar mandi.
Sedangkan Kinara, menunggunya dan mengisi waktu luang dengan membaca buku catatan. Saat sedang fokus membaca, secara tidak sengaja Kinara menjatuhkan sesuatu yang terselip di antara lembaran buku itu.
Sebuah kertas yang terlipat jatuh di atas lantai. Kinara mengulurkan tangannya agar bisa meraih kertas tersebut. pelan-pelan membukanya, dan terdapat tulisan di dalam sana. Mimik wajah Kinara seketika berubah, saat membaca tulisan yang ada di kertas itu.
“Ini tulisan Kak Denis?” ujar Kinara dalam hati.
Tulisan rapi, dengan gambar hati di bagian pojok kertas tersebut. Kinara tersenyum, kata-katanya sangat menyentuh sampai ke relung hati. Dan ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Di balik kertas, terdapat nama Kinara.
“Ini ‘kan nama aku?” gumamnya.
Seperti mendapat berlian, Kinara tidak henti-hentinya tersenyum. Bahkan ia memeluk kertas itu. Tidak pernah disangka kalau ternyata Denis adalah pria yang romantis. Selama ini Kinara tidak pernah mengetahuinya, dan menganggap kalau Denis pria diam dan dingin saja.
Beberapa saat kemudian, Clara sudah siap. Tingkah laku Kinara membuat langkah kaki Clara terhenti. Dahinya mengkerut tatkala menyaksikan Kinara yang sedang memeluk kertas dan memejamkan matanya.
“Ra, kamu kenapa?” Suara Clara mengagetkannya.
“Eh, sejak kapan kamu di sini? Beruntung jantungku tidak lepas dari tempatnya,” jawab Kinara.
“Kamu kenapa senyum seperti itu? Dan ini apa?”
Secepat kilat, Clara merebut kertas yang ada di tangan Kinara. Cemas kalau nanti ia akan menjadi bahan ejekan, Kinara berusaha untuk merebutnya. Tetapi gagal, Clara berlari menjauhinya dan membaca isi surat itu.
“KAU ADALAH PERMATA HATIKU. Hahaha.” Clara membacanya dengan suara kencang.
“Bawa sini, jangan dibaca,” gerutu Kinara.
“Ya ampun. Aku tidak pernah menyangka kalau Kak Denis bisa romantis seperti ini. Apalagi ini untuk kamu, Ra.”
Kinara memutar bola matanya malas, “Sini! Sembarangan saja, merebut barang milik orang lain.”
Clara menjawab dengan cibiran tetapi tidak mengeluarkan suaranya.
Saat ini wajah Kinara telah berubah, ia berusaha untuk tidak terlihat gugup. Kemudian, Kinara mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Clara untuk segera berangkat ke kampus. Mengingat waktu mereka tidak banyak lagi.
**
Di kampus.
“Waktu sudah habis. Silahkan kumpulkan lembar jawaban kalian di meja,” ujar dosen.
“Baik, Pak,” jawab mahasiswa serempak.
Semua bergegas untuk meletakkan lembar jawaban di meja. Tetapi tidak bagi Clara. Ia sibuk mencari jawaban dari soal yang tidak bisa dikerjakan. Dan yang menjadi tumbalnya adalah Kinara. Terpaksa Kinara mengulur waktu dan membiarkan Clara melihat jawabannya.
“Cepat! Nanti bisa ketahuan,” ucap Kinara agar Clara mempercepat menulisnya.
“Iya, jangan buru-buru. Aku belum selesai.”
Kinara mendengus kesal, “Kenapa tidak belajar semalam, Cla? Jadinya seperti ini ‘kan.”
Bukannya segera menulis, Clara malah tersenyum dan memperlihatkan deretan giginya yang putih. Hal itu semakin membuat Kinara geram. Karena tidak ada waktu lagi, Kinara menarik lembar jawabannya lalu membawanya ke depan. Clara berteriak, tetapi tidak dipedulikan oleh Kinara.
Alhasil Clara mengabaikan beberapa soal yang tidak sempat ia jawab. Setelah terkumpul semua, Kinara kembali duduk. Begitupun dengan Clara yang memasang wajah menyesal. Ia menyesal karena semalam tidak belajar dan malah menonton drama Korea. Dan sekarang nilai ujiannya pasti buruk.
“Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kalau nilai aku buruk. Pasti akan dimarahi oleh papa dan mamaku,” ujar Clara.
“Salah kamu sendiri. Kalau malam itu belajar, jangan nonton drama Korea.”
“Iya, aku tahu,” jawab Clara dengan mendengus pasrah.
Mereka fokus dengan gawai masing-masing. Suasana kelas berubah menjadi ramai. Bahkan tidak jarang para wanita berbincang kencang dengan teman-temannya. Kinara tidak terlalu tertarik dengan hal yang seperti itu.
Frans mendekat dan duduk di samping Kinara. Membuat Kinara menoleh dan tersenyum ke arahnya.
“Bagaimana tadi ujiannya?” tanya Frans basa-basi.
“Ya seperti itu.”
“Menurut aku, itu terlalu mudah untuk kamu yang pintar.” Frans melontarkan pujian.
Kinara tersipu malu, “Terima kasih. Kamu juga pintar, pasti banyak wanita yang menyukai kamu.”
Tidak ada jawaban dari Frans. Selagi mereka berbincang, tiba-tiba ada yang datang dan memberikan sesuatu kepada Kinara.
“Ini apa?” tanya Kinara sambil membolak-balikkan sebuah kotak yang ada di tangannya.
“Aku saja tidak tahu. Aku hanya mengantarnya saja,” jawabnya dan langsung pergi begitu saja.
Padahal Kinara belum sempat mengetahui siapa orang yang memberikan itu padanya. Kinara memandangi kotak itu, dan terlihat ada makanan di dalamnya. Kemudian Kinara membuka, dan ternyata benar di dalamnya ada makanan.
Dahi Kinara mengkerut, ia melempar pandangan ke arah Clara yang menanggapi dengan mengangkat bahunya.
“Ini dari siapa?” Frans meraih kotak makanan itu.
“Aku juga tidak tahu. Mungkin saja supir aku yang kasih,” balas Kinara.
“Tapi tidak biasanya supir kamu kasih makanan.” Frans mencecari dengan berbagai macam pertanyaan.
Kinara menghela napas panjang, lalu ia melihat ada sepucuk surat yang terletak di bagian atas kotak itu. Kinara meraihnya, dan membaca isi surat itu. Tidak ada tulisan bermakna di sana, hanya ada dua kata saja.
“Peri kecil. Siapa peri kecil?” gumam Kinara dalam hati.
Melihat kedua sahabatnya hanya memandangi makanan itu, dengan sigap Clara mengambilnya. Kebetulan perutnya sudah terasa lapar sekali dan tidak dapat ditahan lagi.
“Cla, kenapa diambil?” protes Kinara.
“Daripada dipandangi saja, lebih baik aku makan. Hem… Enak sekali,” ucap Clara yang telah melahap makanan itu.
Tidak mewah, tetapi cukup lezat dan nikmat. Bahkan Clara sampai memejamkan kedua matanya agar dapat merasakan kelezatan makanan sampai ke titik terakhir ia mengunyahnya. Kinara tidak tertarik sama sekali, melihat Clara makan saja sudah membuat perutnya terasa kenyang.
**
Bersambung.