BAB. 5 Menyambut Menantu Baru
Sesampai di butik, keduanya semakin heboh mempersiapkan baju-baju bermerk untuk calon menantu tertua keluarga Brett.
"Mommy senang banget. Akhirnya kita bisa menjerat Zay dalam sebuah pernikahan!" Seru sang ibu mertua.
"Iya, Mom. Aku juga merasa senang. Semoga usaha Zay tadi malam membuahkan hasil ya, Mom?"
"Iya, Mommy juga berharap begitu. Jadi Mommy bisa segera melihat cicit dari Zay." Seru Nyonya Darla.
Dering ponsel Hanny mulai terdengar, dan panggilan itu berasal dari suaminya.
Hanny
"Hallo, Mas. Bagaimana? Apakah sudah ada kabar tentang Zay?"
Greg
"Sudah, sayang. Kamu dan Mommy segera lah ke sana. Kita bareng-bareng menggerebek kamar Zay."
Hanny
"Baiklah, Mas. Sampai jumpa di sana."
Hanny menutup panggilan dari suaminya, lalu mengabarkan berita gembira itu kepada sang ibu mertua.
"Mommy, Mas Greg baru saja menelponku, dia berkata kalau bar tempat Zay menginap sudah ditemukan."
"Oh ya? Apakah benar begitu?"
"Iya, Mommy." Jawab Hanny.
"Ya sudah, ayo segera kita bereskan semua pembayarannya. Setelah itu, kita berangkat ke sana."
Hanny pun melangkah menuju kasir, dan melakukan pembayaran semua hasil belanjaan mereka. Kemudian setelah itu, dia melangkah menuju ke arah ibu mertuanya yang dari tadi menungguinya.
Hanny melangkah sambil menarik satu koper kecil, baju-baju untuk gadis itu.
"Han, apakah sudah cukup satu koper saja? Mommy kasihan, gadis itu pasti tidak memiliki banyak baju." Lirih Nyonya Darla kepada menantunya.
"Mommy, kita beli satu koper ini saja dulu. Baru setelah kondisi sudah kondusif kembali, kita bisa mengajaknya untuk berbelanja bersama kita." Seru Hanny.
"Ada benarnya juga yang kamu katakan, kalau begitu ayo kita segera berangkat." Keduanya pun berangkat menuju ke bar dimana Zay sedang berada.
"Kita berangkat sekarang, Nyonya?" Tanya sang sopir sesaat ketika mereka sudah masuk ke dalam mobil.
"Iya , Pak Sopir. Kita langsung saja menuju kesana. Mas Greg sudah share lokasi kan?"
"Sudah Nyonya. Tuan Greg sudah share loc, kepada saya."
"Ya sudah kalau begitu, segera jalan, Pak Sopir." Seru Nyonya Darla, sudah tak sabar ingin segera sampai.
"Siap Nyonya Besar." Lalu sang sopir pun mulai melajukan mobil dengan kecepatan sedang.
Di sebuah Bar di Kota London,
"Cepat katakan, dimana kamar anak saya! Jangan sampai saya menghancurkan usaha Anda ini!" Sergah Tuan Greg marah kepada manager bar tersebut.
"Maaf Tuan, saya bukannya tidak mau membantu Anda. Tapi saya tidak punya wewenang untuk itu. Saya menjunjung tinggi kode etik bar ini, untuk tetap menjaga privasi stiap customer." Sebenarnya, manager bar itu sudah takut setengah mati menghadapi Tuan Greg. Dia tahu betul bagaimana kekuatan Tuan Greg dalam dunia bisnis.
"Oh begitu?" Sela Tuan Greg.
"Iya, Tuan."
"Tapi saya ini ayahnya! Saya sedang mencari anak saya! Tentu saja Anda sudah tahu berita heboh itu, bukan?"
"I ... iya, Tuan." Manager bar itu, menjadi terbata. Karena dia juga ikut andil dalam usaha penjebakan Zay dan Oliv. Dia sudah mendapatkan bayarannya.
Lalu tiba-tiba ponsel sang manager berdering. Dia langsung mengangkat panggilan itu dan segera menepikan dirinya dari Tuan Greg dan beberapa orang yang ada di sana.
Bersamaan dengan itu, Nyonya Hanny dan Oma Darla, tiba di bar itu.
"Mas, Zay nya mana?" Tanya Nyonya Hanny kepada suaminya.
"Mana gadis itu? Pacarnya, Zay? Memang deh cucu-cucu ku ini. Sudah tidak tahan lagi rupanya, sampai-sampai mereka mendahului pernikahan dan melakukan kesenangan sesaat!" Kesal Oma Darla, tentu saja hanya pura-pura.
Karena beberapa dari orang-orang yang ada disitu adalah para wartawan yang sengaja didatangkan oleh Tuan Greg untuk menggiring opini baru kepada masyarakat, terutama untuk kolega-kolega Zay di perusahaan.
"Apakah gadis itu benar pacar Tuan Zay?" Grasak-grusuk diantara wartawan itu mulai terdengar.
"Apa? Laki-laki itu kok bisa menjadi pacar Oliv?" Kesal Jeni. Teman Oliv yang ikut serta menjerumuskannya tadi malam, bahkan dirinya sudah mendapatkan bayarannya juga.
Jeni terus menyimak apakah yang akan terjadi selanjutnya.
Sang manager kembali setelah menerima telpon dari bos-nya. Dia dimarahi habis-habisan oleh bos-nya karena menghalangi Tuan Greg untuk mencari Zay. Bahkan bos-nya sampai mengancam akan memecatnya jika menimbulkan amarah dari Tuan Greg.
"Ma ... maafkan saya, atas sikap saya tadi. Bos saya baru saja memberitahukan kepada saya semuanya. Mohon maaf jika saya tidak mengenali Anda, Tuan." Seru sang manager lagi.
"Si-apa Tuan ini? Kenapa Pak Manager serasa sangat segan kepadanya?" Jeni bertanya di dalam hatinya.
Sementara di dalam kamar.
Zay terbangun duluan dan mendapati dirinya telanjang dan hanya ditutupi oleh selimut.
"Sial! Tadi malam aku benar-benar kehilangan akal sehatku!" Diam-diam, dia mengutuk perbuatan bejatnya tadi malam.
Zay melirik kain seprei yang dipenuhi bercak darah yang sudah mengering. Bukti jika perempuan yang Zay tiduri tadi malam, masih suci.
"Perempuan ini masih suci! Dan aku telah merusaknya." Gumamnya menyesal.
Bersamaan dengan itu Oliv terbangun dan merasakan badannya yang terasa sakit semua. Terutama di daerah inti tubuhnya. Dia masih sangat ingat apa yang terjadi tadi malam.
Oliv sangat kaget, saat tahu jika saat ini tubuhnya telanjang. Bahkan dia satu selimut dengan pria yang telah merenggut kesuciannya.
Pandangan keduanya beradu.
Namun Oliv menundukkan kepalanya lebih dulu dan mencoba lebih menarik selimut untuk menutupi badannya.
"Kamu sudah bangun? Namamu Oliv, kan?" Tanya Zay.
"I ... iya." Jawab Oliv singkat.
"Sebut namaku!" Bentak Zay.
"I ... iya, Zay." Entah mengapa Zay suka saat Oliv memanggil namanya. Tiba-tiba terbayang olehnya, bagaimana gadis itu mengerang penuh kenikmatan di bawah kungkungan tubuhnya sambil menyebut namanya.
"Aku akan bertanggung jawab denganmu." Lanjut Zay lagi.
Mendengarkan itu, Oliv bukannya senang. Dia malah menangis meratapi kebodohannya tadi malam.
"Aku tidak suci lagi! Bagaimana aku menjelaskannya kepada ayah dan bunda? Apa yang akan kukatakan kepada mereka?"
"Kamu kok menangis? Apakah aku terlalu menyakitimu tadi malam?" Zay bertanya kepada sang gadis.
Oliv memilih diam. Matanya tiba-tiba dia tutup, saat melihat Zay keluar dari selimut dan berjalan dengan bertelanjang meraih celana boxer-nya yang tergelak di lantai, lalu memakainya kembali.
"Be-rani sekali dia melakukan itu? Berjalan telanjang di depanku."
Oliv tiba-tiba menatap Zay dengan tajam.
"Kenapa, melihatku seperti itu? Aku sudah melihat semua lekuk tubuhmu. Untuk apa kamu malu?"
Hati Oliv sangat sedih mendengar perkataan Zay yang serasa merendahkan dirinya.
Kembali ke lantai bawah bar itu,
"Mari, silakan Tuan, kita ke atas untuk menemui Tuan Zay." Seru Sang manager.
"Baiklah," Jawabnya singkat.
Lalu Tuan Greg bersama istrinya, ibunya dan beberapa orang lainnya menuju ke lantai atas bar itu.
Suara pintu kamar yang hendak di buka mulai terdengar di telinga keduanya yang sedang berada di dalam kamar.