PART 5
"Jadi, kapan kamu mau menikahinya?" tanya Meralda menanyakan kepastian setelah suasana tenang, dan Tasya juga merasa sedikit nyaman duduk di antara Ibu dan anak tersebut.
"Tentu secepatnya. Alangkah baiknya lusa." Aryo menjawab yakin, semalaman dia sampai tidak tidur memikirkan secara matang kapan seharusnya dia menikahi Tasya.
Akhirnya Aryo sudah memutuskan lebih baik cepat menikah daripada menunda terlalu lama membuang waktu. Aryo menduga kalau calon anaknya sedang dalam proses pembentukan janin dalam perut Tasya, tidak ada salahnya Aryo berharap tinggi supaya Tasya aman bersamanya menjadi Istri.
Tasya mengerjapkan mata tidak salah dengar kalau Aryo mau menikah dengannya lusa, bukankah itu sangat mendadak sekali. Apakah semuanya sudah di persiapkan oleh Aryo sehingga dia begitu yakin sekali hari sesudah besok mereka menikah tidak ada keraguan di matanya dan wajahnya penuh keseriusan tidak bercanda.
Tasya juga baru tahu Aryo memiliki sifat tegas seperti itu, kalau di katakan memang ada masa bodoh juga. Buktinya Aryo bisa menampilkan tatapan hangat membawanya kemari untuk bertemu Ibu dan Ayahnya. Tasya masih belum bisa menebak sifat dari kakak sahabatnya ini, penuh dengan misterius karena jarang bicara kalau tidak perlu, dan wajahnya tampan sayang sekali suka tidak berekspresi saat berbicara. Tasya juga belum tahu bagaimana Aryo marah, apakah sangar sekali membuat sampai ketakutan.
"Bagaimana? Apa kamu tidak keberatan, nak?" tanya Meralda menoleh menatap Tasya seketika tersadar dalam lamunan menoleh menatap mommy Aryo.
"Te-- terserah kakak saja, tante." tutur Tasya bernada pelan menerimanya dengan pasrah mau tidak mau harus terima, karena yang menentukan Aryo sendiri dan kelihatan tidak mau ada bantahan atau penolakan, setiap katanya selalu mutlak serta ketegasan.
Meralda tersenyum sembari mengelus pundak Tasya. "Jangan panggil tante, panggil mommy mulai sekarang dan harus di biasakan," Meralda meminta kepada Tasya, "kalau keputusan itu sudah matang, tidak masalah kalau lusa kalian menikah. Tetapi, semua berkas-berkasnya harus di urus mulai siang hari ini, kalian tenang saja biar mommy suruh orang suruhan mengurus berkas pernikahan kalian supaya KUA langsung memprosesnya."
"Oh iya, berapa umur kamu nak?" Meralda bertanya kepada Tasya dan dia langsung menjawab secara cepat. "Tujuh belas tahun, mm-- mom." jawabnya gagap.
Meralda senyum-senyum iseng sembari melirik Aryo. "Mom tidak menyangka kamu dapat calon Istri daun muda, Aryo. Bagaimana perasaanmu, wajahnya juga manis lagi, mudah-mudahan kamu jangan sampai diabetes ya, nak!" ledek Meralda mencoba mencairkan susana mereka berdua yang masih diam-diaman tidak berbicara berdua maupun berbasa-basi.
Aryo dengan tampang datarnya menoleh menatap Tasya dan Meralda. "Biasa saja." jawabnya datar tanpa intonasi, Aryo menggengam tangan halus Tasya mengajaknya untuk bangkit dari duduk.
"Loh, mau kemana kalian?" Meralda ikut bangkit menatap bergantian mereka berdua.
"Ya, say mau memulangkan dia dulu. Nanti masalah yang lain biar kita berdua bicarakan di dalam mobil." ujar Aryo memberitahukan kepada Meralda mengangguk mengerti.
"Malam nanti kami mau bertemu orang tuamu ya, nak. Kamu sudah tahu bukan maksud kedatangan kami jika bukan melamar kamu untuk menjadi menantu di rumah kami. Mereka ada di rumah 'kan?," Meralda melihat wajah Tasya seketika terkesiap dan menggelengkan kepalanya.
"Ibu dan Ayah aku sudah meninggal, aku merantau di Jakarta ikut tetangga tinggal di kota, asli aku orang kampung yang sebenarnya mencoba mencari peruntungan di sini, sekolah sambil kerja di mini market." kata Tasya memberitahukan siapa dia sebenarnya beserta asal-usulnya bukan asli warga Jakarta.
Aryo bersama Meralda terdiam secara bersamaan dan mereka saling memandang setelah mendengar paparan Tasya barusan yang membuat mereka tercengang. Aryo mengernyitkan kening dan mengela nafas bahwa Tasya gadis asal kampung, pantasan saja dia kelihatan polos dan lebih kalem serta pemalu kalau di ajak bicara sering berkata gugup atau dari gerak-gerik tubuhnya suka salah tingkah.
"Jadi, kamu tinggal satu rumah dengan tetangga yang bawa kamu?" Meralda menunggu jawaban dari Tasya mendapatkan anggukan dari kepalanya.
"Iya, tetapi aku sering tidur di rumah teman, humm... soalnya aku terkadang malas pulang kerumah kalau pulang kerja malam hari jalanan sunyi sekali dan menyeramkan." katanya polos dengan bergaya mimik ketakutan.
"Ya ampun, nak!. Kamu itu masih gadis harusnya ada yang mengawasi kamu sampai pulang ke rumah dengan selamat, nanti kalau sudah menjadi Istri Aryo kamu berhenti berkerja fokus menjadi Istri yang baik, kamu hanya cukup bantu mommy di dapur dan urusan menjaga kamu itu sudah ada Aryo suami kamu nanti menjamin bakalan aman dijaga sama anak mommy yang ganteng satu ini." senyum Merlada menoleh menatap Aryo hanya biasa saja mendengarnya dan sudah biasa mommy selalu membanggakan dirinya secara berlebihan.
"Tetapi, mereka itu tetap menjadi wali kamu walaupun kedua orang tuamu sudah meninggal, mereka ada di rumah bukan?"
"Cuman ada tante Maya, suaminya merantau kerja di Taiwan dan mereka tidak punya anak, kalau mommy mau ke rumah kami berdua ada kok." tutur Tasya.
"Bakaiklah kalau begitu, nanti mommy bicarakan ini kepada daddy. Kalian berdua hati-hati di jalan dan kamu Aryo jangan banyak acuh tak acuh begitu kepada Tasya, ajakin bicara jangan seperti patung kamu." nasihat Meralda kepada Aryo hanya menganggukan kepala tidak menyakinkan Meralda bahwa Aryo bakalan menta'ati perkataannya barusan.
Mereka berdua Aryo dan Tasya menyalami tangannya lalu berpamitan melangkah pergi meninggalkannya masih melihat bagaimana cara Aryo memperlakukan Tasya masih kaku dan canggung sekali.