PART 3
Aryo semakin bingung tidak mengerti situasi sekarang ini membuatnya frustasi sekali, mencoba menghubungi Santoso ingin menanyakan identitas gadis tersebut. Kemungkinan mengetahui atau temanya itu salah kirim alamat, malah gadis itu datang ke Apartemennya di saat nafsunya sudah menggebu-gebu sekali asal main pesanan orang lain.
Tetapi, sampai 30 menit ini sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari Santoso menduga kalau dia pasti sedang bersenang-senang bersama para wanita penghibur. Aryo menghela nafas kasar, berkacak pinggang berjalan mondar-mandir tidak nyaman untuk membangunkan gadis mungil tersebut.
Aryo tidak mengetahui siapa namanya, selama bercinta tadi Aryo tidak menanyakan nama hanya memanggilnya dengan sebutan 'kamu'.
"Sangat malang gadis manis. Apa kamu baru bermain bersama anak kecil?"
Friska menyakinkan apa yang dia lihat di depan matanya, kaget tentu saja karena kalau sampai ketahuan orang lain Aryo bisa sangat berbahaya.
"Saya bersumpah tidak mengetahui dia ini bahkan siapa. Pantas saja dia menolak bermain, aku juga tidak mengenali siapa dia dan apa tujuannya datang kemari." kesal Aryo mencoba duduk dengan tenang sekaligus menenangkan diri bersandar di sofa kamarnya.
"Well, aku harap kamu bisa menyelesaikan masalahmu sendiri karena aku sudah dapat Job menunggu. Bye handsome."
Sempat-sempatnya Friska menggoda Aryo mengelus dada telanjangnya langsung mendapatkan tatapan sinis dari Aryo memintanya langsung keluar bahkan sekarang dia sudah muak dengan yang namanya 'wanita bayaran'. Bukan bearti langsung memilih jalan menyimpang, mungkin belum saatnya mendekati wanita lagi, karena masih mengalami patah hati membuatnya menggeram mengeraskan rahang kalau mengingat kembali kepada Mona.
Bunyian bell membuyarkan lamunan Aryo menduga kalau itu pasti Feriska ketinggalan sesuatu barangnya atau Santoso yang biasanya suka menginap kemari dan kalau itu benar Santoso bakalan Aryo langsung bertanya dengannya. Aryo segera bangun duduk lalu segera melangkah membukakan pintu Apartemen, seketika pintu terbuka menampakkan Adik kandung. Olif berdiri menatapnya serius langsung menerobos masuk ke dalam.
"Kak, teman aku ada ke sini? Minjam termos kecil punya kakak yang waktu dulu liburan di puncak?" tanya Olif berbalik badan menatap Aryo seketika membeku mendengarnya.
"Apa kata kamu? Teman kamu yang pakai seragam Pramuka... huh?" tanya Aryo memastikan.
Olif mengangguk cepat. "Benar!, namanya Tasya. Aku 'kan sedang sakit jadi tidak ikut kemah, terus aku baru dapat pesan dari guru pembimbing Pramuka kalau Tasya belum kembali ke tempat kemah. Aku khawatir!, soalnya aku suruh dia kesini minjam termos kakak. Aku khawatir banget, kak. Dimana Tasya sekarang." kata Olif dengan raut wajah cemas memikirkan keberadaan Tasya sekarang, kalau sampai Tasya sungguhan menghilang Olif tidak akan memaafkan kesalahannya karena dialah yang bersalah menyuruh Tasya jalan sendirian ke Apartemen kakaknya.
Menduga pas waktu pulang temannya itu menghilang tidak ada kabar.
Olif mencoba menghubunginya berulang kali selalu tersambung, tetapi tidak mendapatkan jawaban dari Tasya dan itu semakin membuat Olif gelisah biarpun sedang sakit demam dia tidak bisa tenang berdiam saja di dalam kamar memikirkan keadaan Tasya yang masih di luar sana
Aryo memejamkan mata sejenak, menarik nafas setelah ini akan berkata jujur kepada Adik laki-lakinya. "Kamu tenang dulu, dia sedang tidur di kamar kakak." ujar Aryo memberitahukan dengan berani sembari menyentuh kedua pundak Olif.
Olif mengernyitkan keningnya bertampang bodoh. "Hah?!"
Aryo menganggukkan kepala membawa Olif masuk dalam kamarnya dan seketika saja mata Olif melotot seraya terperangah tidak percaya bahwa Tasya sedang tidur nyaman di ranjang kak Aryo dengan memakai selimut menutupi tubuhnya.
"Dia ketiduran disini?" tanya Olif berjalan mendekat hendak membuka selimut di tubuh Tasya, beruntung Aryo bergerak gesit menahan tangan Adiknya itu sebelum dia melihat tubuh Tasya.
"Jangan di buka!. Kamu tidak boleh lihat tubuhnya." ujar Aryo secara cepat membenarkan lagi selimut menutupi tubuh Tasya.
Olif menyengir tidak mengerti menatap kakaknya. "Maksudnya? Kakak tidak berbuat aneh-aneh dengan dia, kan?" tanya Olif mulai curiga dan dia mulai memeriksa seluruh sudut kamar Aryo.
Dan benar saja, Olif langsung menemukan baju pramuka Tasya yang tergeletak dekat tumpukan pakaian kotor, lalu menemukan satu botol minuman alkohol di depan meja televisi.
Olif ingin sekali menerjang Aryo sekarang juga karena telah ketahuan melakukan tindakan kelewatan batas kepada Tasya, gadis yang dia sukai, dia ingin berkata kasar tetapi dia tidak mau Tasya mendengar amukannya.
"Aku tidak tahu harus bicara apa dengan kakak, kakak kalau sedang ingin itu bisa main dengan kak Mona!. Biasanya juga gitu kalau kakak Mona datang langsung ke kamar?!. Ini Tasya, kak! Masih polos dan tidak tahu apa-apa malah kakak berbuat seperti ini!." emosi Olif menatap penuh amarah kepada Aryo meminta suara adiknya untuk bicara pelan supaya Tasya tidak terbangun.
Aryo menarik Olif keluar dari dalam kamar tidak memperdulikan amukan Adiknya yang sama-sama masih bocah seperti Tasya. "Tahu apa kamu tentang hal dewasa itu itu, huh?. Kamu menduga kakak sering melakukan itu begitu dengan Mona?. Dengar ini bocah, kakak ini sudah dewasa bukan anak kecil bau bawang seperti kamu. Kakak bakalan bertanggung jawab 1000%, mau temanmu itu hamil atau tidak hamil, asalkan kamu jangan bertingkah berlebihan seperti anak yang hilang Mommy."
Aryo berkata tegas kepada Olif dan menatapnya menajam membuat nyali Olif menciut takut hanya bisa menelan air ludah lalu memalingkan wajah.
"Tapi kakak harusnya sadar sudah punya tunangan, bagaimana nasip Tasya kalau tahu kakak sudah punya tunangan?" kata menohok Olif mengingatkan Aryo seketika tersenyum tipis sembari tangannya menjetik kening Olif.
"Anak kecil bisa apa, hem?. Kamu tidak perlu ikut campur urusan orang dewasa, cukup diam belajar yang rajin dan rahasiakan dulu masalah ini dari Daddy dan Mommy, paham?" tegas Aryo dan penekanan di setiap katanya meminta kepada Olif untuk pandai menjaga rahasia di antara mereka.
"Kalau begitu aku pulang mau istirahat, karena sepertinya demamku belum juga menurun. Kak Aryo aku cuman mau mengatakan bicaralah yang halus dengannya kalau dia sudah sadar, dia pasti shock sekali dengan kejadian yang dia alami bahwa kakak temannya melakukan ini."
Olif sebenarnya kecewa sekali dan ini adalah salahnya, untungnya Aryo mau bertanggung jawab dan pasti dia akan memberitahukan kepada Orang tua mereka, bakalan menerima resiko besar yang Aryo terima nanti.
Aryo hanya menganggukkan kepalanya. "Saya bukan pria seburuk yang kamu bayangkan, Olif." tutur Aryo nadanya mendalam, lalu menemani Olif sampai depan pintu. Olfi langsung melangkah pergi dari Apartemen kakaknya.
Aryo kembali melangkah memasuki kamarnya, dia menghela nafas duduk bersandaran di kepala ranjang memandang wajah manis gadis tersebut masih terlelap tidur.
"Siapa namanya tadi? Ahh ya... Tasya!" gumam Aryo mengingat kembali namanya setelah tahu dari Olif.
Ternyata Tasya satu angkatan dengan Olif, kalau begitu mereka sudah lulus SMA. Malam ini mengadakan kemah Pramuka, itu bisa jadi menjadi terakhir kali di adakan untuk pelepasan Angkatan 3 yang biasanya sudah menjadi Senior, seperti itu setau Aryo semasa dulu SMA.
Tangan Aryo sembari mengelus pipinya yang tembem dan saat tidur begini ternyata bibirnya manyun seperti minta cium atau ngambeknya perempuan. Aryo tersenyum tipis tangannya berganti mengelus bibirnya menggunakan jari jempolnya mengusap bibir bawahnya lalu dia mencium harum bekas tangannya yang mengusap bibir Tasya, harum minuman alkohol dan dia baru ingat bahwa saat berhubungan intim mereka berciuman dan Aryo sering membagi saliva miliknya saling merasakan masing-masing pasti Tasya merasakan mulutnya bau alkohol dan dia juga ketularan bau alkohol, tetapi bibir ranumnya manis sekali seperti manis gula dan sedikit tercium harum permen karet.
Aryo hendak turun ranjang masuk kamar mandi buang air kecil harus terhenti merasakan pergerakan Tasya yang kelihatan gelisah dan meringis seperti kesakitan. Aryo kembali ke tempat semula membenarkan selimutnya jangan sampai tubuhnya yang menggoda iman itu membuat imannya runtuh seketika dan untungnya dia masih bersabar serta mempertahankan nafsu tidak akan membuat kesalahan lagi.
"Aku ada di mana?" ternyata Tasya masih setengah sadar mengerjapkan mata menatap sekeliling kamar Aryo seperti orang lupa ingatan.
"Kamarnya kakak," kata Aryo lembut memberitahukan Tasya seketika menoleh menatap Aryo dengan tatapan bingung.
"Hummh? Aku kenapa bisa tidur di kamarnya kak-- kak Aryo?!" kaget Tasya baru sadar langsung bangkit duduk sedikit menjauh darinya. Tasya mulai ketakutan seperti melihat sesuatu yang menyeramkan ke arah Aryo yang melihatnya semakin bersalah.
"Kamu tenang dulu, ini kesalahan kakak sepenuhnya dan kakak bakalan tanggung jawab kamu. Mau tidak mau kita harus menikah."
Pertegas Aryo menenangkan ketakutan Tasya semakin mundur tidak mau di sentuh Aryo. Seketika tubuhnya terjungkal kebelakang terjatuh dari ranjang, membuat Tasya langsung menangis pecah menutup tubuhnya dengan selimut yang sempat dia tarik ke bawah.
Aryo segera turun ranjang menolong Tasya menyentuh lengannya lembut. "Jangan banyak bergerak, kamu masih sakit. Kamu jadi jatuh cuman hanya mau menghindar dari saya, sakit punggung kamu?" tanya Aryo membantunya duduk sembari tangannya mengusap punggung bebas Tasya.
Tasya segera menepis tangan Aryo masih tidak senang tubuhnya mendapatkan sentuhan dari lelaki tersebut. Tasya menangis menundukkan kepala, dia menangis merasakan sakit di sekujur tubuhnya di tambah jatuh dari atas kasur dan menerima kenyataan pahit bahwa sudah tidak perawan. Dan, yang melakukan ini semua adalah Kakak kandung dari teman baiknya, Olif.
"Apa aku bakalan hamil, kak?" gumam Tasya takut misalkan dia bakalan hamil muda.
"Apa kamu sedang masa subur sekarang?" tanya Aryo hati-hati.
Tasya terdiam dan secara perlahan kepalanya mengangguk-anguk pelan sembari kembali menangis sejadinya. Aryo semakin merasa bersalah mengusap kasar wajahnya. Biarpun Tasya tidak hamil, tetapi dia telah merenggut keperawananya bakalan tetap Aryo bertanggung jawab sepenuhnya.
"Tenang, Tasya. Saya bakalan tanggung jawab, jangan nangis lagi ada saya bakalan selalu bersama kamu."
Aryo mencoba menenagkan dan bahkan memberikan kepastian nyata, menarik perlahan tubuh Tasya membawanya perlahan ke dalam pelukan. Tasya tanpa sadar mau di peluk Aryo masih menangis tersedu di dada bidang Aryo yang membiarkannya menangis sembari memeluk tubuhnya yang sedang rapuh karena kesalahannya sebagai lelaki.