Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Mandi

Terakhir kali aku melihat putri kandungku, adalah ketika ia berumur 15 tahun. Masih mengenakan seragam putih abu-abu. Dan sekarang, 3 tahun kemudian, putriku telah berubah. Seperti ulat yang berubah menjadi kupu-kupu, sosok kurus tubuhnya dulu menghilang. Menjadi terlihat begitu mempesona.

Tubuhnya Sekarang berisi. Wajahnya tirus, kawat giginya hilang, payudaranya besar, dengan perut kencang dan pinggul yang sangat ramping. Bokong membulat indah, pahanya panjang dengan betis yang begitu mulus tanpa luka sedikitpun.

Sekilas, aku melihat sosok putriku bagai artis film porno yang sering aku tonton. Dan sekarang, artis porno itu seolah keluar dari TV. Menemaniku disini, dengan wajah polosnya dan handuk yang mulai basah.

“Ayah? Ayah…?” Panggil Febby sambil melambaik-lambaikan tangannya diwajahku, “Hallo. Ayah…?”.

“Eh…?” Kagetku. Langsung tersadar karena penampakan cantik putriku.

“Kok bengong Yah…?”

“Bengong? Ah. Enggak. Ayah cuman pangling aja ngelihat kamu..”

“Pangling-apa pangling?”Goda Febby, “Kalo pangling. Kok ada yang menonjol dibawah situ. Hihiihi…” Canda Febby sambil menunjuk kebagian bawah tubuhku dengan mulutnya.

Ah. Sial. Aku terangsang. Keseringan menonton film porno, memang membawa dampak negatif. Slaah satunya seperti ini. Ketika melihat tubuh molek putriku, secara tak sadar, aku jadi sering membayangkan adegan mesum di sekelilingku. Termasuk kepada Febby. Putri kandungku yang sedang berdiri menatap bengong kearahku.

“Ehh. Udah-udah. Buruan mandi sana gih. Ayah mau beberes dulu…” Kataku yang langsung menggiring putriku kearah kamar mandi. Berharap ia sedikit lupa mengenai kejadian barusan.

***

“Febby…” Panggilku dari depan pintu kamar mandi. “Febby…?”

“Eh ya Ayah…?” Jawab putriku yang sibuk keramas, sambil membilas rambut panjangnya.

“Mie rebus atau mie goreng? Matang biasa atau matang sekali?”

“Aku mau mie goreng aja Yah. Mienya matang biasa aja. Terus…”

“Telur ceploknya dua. Digoreng setengah mateng. Kasih garem dikit trus diambahin sambal instan disamping piring…” Potongku yang langsung menyebutkan semua kebiasaan pesanan Febby ketika meminta menu mie instan.

“Oooh. Ayah..” Haru putriku. Ketika aku masih begitu hafal diluar kepala mengenai semua kegemarannya, “Ayah masih inget semua..?

“Hehehe. Teh manis hangat. Celup dengan air mendidih. Dan gula setengah sendok? Baik Tuan Puteri. Makanan sebentar lagi siap.” Sambungku mengacungkan jempol.

Ternyata, Febby yang sekarang masih sama. Seperti febby 3 tahun lalu. Masih menggemaskan. Polos. Dan.

Menggiurkan.

Betapa tidak, dihadapanku, putriku mandi dengan pintu kamar mandi yang tak tertutup. Benar-benar terbuka lebar.

Aku jadi teringat, sebab Febby tak bisa mandi dengan menutup pintu. Itu dikarenakan oleh film horor yang sempet kami tonton ketika ia masih duduk di bangku kelas 5 SD. Di film itu salah satu pemeran utamanya mati dibunuh secara sadis di kamar mandi. Dan sepertinya hal itu yang membekas di benaknya. Oleh karenanya, semenjak saat itu, putriku jadi benar-benar takut untuk kekamar mandi.

Okelah, kalo dulu mungkin tak begitu masalah. Karena putriku masih kecil.

Tapi sekarang, ia sudah beranjak dewasa. Semua asset kewanitaannya sudah terbentuk dengan sempurna. Bahkan dimataku terlalu sempurna.

Dalam guyuran shower air hangat, aku bisa dengan jelas melihat payudara bulatnya yang ranum. Dengan putting berwarna merah cerah. Otot perutnya yang bergaris. Dan vaginanya yang tembem tanpa rambut sedikitpun.

Persis. Seperti model-model tubuh artis porno idaman, yang selalu kucari ketika aku hendak bermasturbasi ria.

“Ayah? Ayah..?” Panggil Febby lagi sambil melambai-lambaikan tangannya. “Kok bengong Yah? Banyak pikiran ya?” Sambungnya lagi sambil mencubit pipiku.

“Eh. Enggak…”

“Enggak apaan. Dari semenjak Febby dateng aja Ayah sering bengong kaya barusan..”

“Enggak kok. Ayah lagi mikir aja. Mau makan apa ya kita nanti…”

“Hahahahaha…” Tawa Febby terbahak-bahak, “Ayah pikun..!” Celetuknya lantang. “Barusan kan Ayah mau bikin mie instan Yaaaahhh. Tuh lihat. Ditangan ayah udah pegang bungkus mie dan telur…”

“Ehh.. Iya ya? Hehehehe…” Balasku kikuk melihat bahan masakan ditanganku.

“Yaudah Ayah. Abis gini kita makan bareng ya. Aku mau kelarin mandi dulu…”

“Eh iya. Mandi ya. Yang bersih ya..”

“Hihihi. Ayah lucu banget deh kalo lagi bengong.”

“Eh..? Bengong…?”

“Iya. Tuh luhat. Tonjolan kolornya nongol lagi.” Tunjuk Febby lagi-lagi memajukan mulutnya. Kearah selangkanganku.

“Tonjolan kolor?” Tanyaku mengikuti arah pandangan mata Febby.

“Ahhh. KONTOL SIALAN. Bisa-bisanya ngaceng mulu ngeliat tubuh putri sendiri.. ” Batinku sambil mengetuk pikiran mesum yang berseliweran didalam kepalaku.

“Sepertinya, aku harus mengurang-ngurangi nonton film mesum itu…” Umpatku sembari beranjak meninggalkan putriku yang masih mandi dengan pintu yang masih terbuka lebar.

HAAAP

“Nyaem. Nyaem. Nyaem. Enak banget Yah. Masih sama rasanya seperti dulu pas aku masih kecil…” Kecap mulut Febby, melahap gulungan mie satu garpu penuh dalam satu suapan. Mengunyah cepat, seperti orang yang begitu kelaparan.

“Yaiyalah. Itu mie instan. Buatan pabrik. Sampai tahun berapa pun, rasanya akan selalu sama. Konsisten tanpa berubah sama sekali.” Ucapku dalam hati. Menatap rindu kearah anak gadisku yang sudah baranjak dewasa.

Aku hanya tersenyum. Sedikit menepis pikiran jorokku yang mulai meracuni. Menatap, sekaligus mengagumi putri molekku yang dalam balutan shirt kebesaran. Cantik. Walau sekilas, Febby mirip seperti gadis nakal yang ada dicover-cover majalah dewasa.

Aku tak punya stok pakaian perempuan. Ya tentu saja, karena baju dilemariku semua baju laki-laki. Aku juga tak punya persediaan pakaian dalam wanita. Yang bisa kuberikan, hanyalah kaos tipis untuk menutup payudara putriku. Dan celana dalam tersempitku, guna melindungi vaginanya. Tanpa legging, tanpa kolor.

Pundaknya yang mungil berkilauan dibawah sinar lampu ruang makan. Terekspos bebas karena kerah bajuku yang sudah cukup melar. Satu kakinya terangkat, dengan tumit di alas kursi makan, memperlihatkan lutut putih dan paha mulus dengan urat-urat tipis berwarna hijau samar.

Dimataku, Febby, benar-benar terlihat begitu dewasa dan matang.

“Sebenernya, apa sih yang kamu lakuin disini..? Tanyaku sambil menyeruput kuah mie instan yang masih mengebulkan asap panas.

“Ya begitulah..” Ucap putriku singkat, sambil mengangkat pundaknya.

“Begitulah gimana?”

"Hmmm…. Ya gitu Yah. Udah keliatan jelas kan. Aku kabur ..” Jelasnya lagi. Terus mengunyah mie goreng yang sebentar lagi habis. “Aku ngga tahan lagi Yah. Tinggal bareng Mama. Udah nggak seseru dulu lagi.

“Keliatan darimana? Ayah aja ga pernah tau kabarmu. Ga pernah dapet informasi sedikitpun tentangmu. Bahkan, sekedar photo terbarumu pun, Ayah ta punya..” Mulutku komat-kamit, menceritakan tentang putusnya hubungan ayah dan anak, pada putriku, “Kamu aja yang ga pernah mau tahu tentang Ayah..”

“Bukan Febby ga pernah mau tahu, Ayah. Mama aja, yang tak pernah memberiku nomor telephon Ayah. Setiap kali aku minta, Mama selalu jawab ‘Nanti aja. Ntar aja. Besok aja’. Kalo aku nanya tentang Ayah, Mama jadi seorang pembohong. Yang suka mengumbar janji-janji busuknya. Jadi? Gimana coba caranya, aku bisa ngehubungin Ayah..”.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel