Mesum
Benar sekali penjelasan Febby. Selama ini , akupun tak pernah menanyakan kabar sama sekali ke Yula, ataupun putriku. Bagiku, selama Yula tak memberikan kabar apapun, itu artinya, semua, dan dirinya baik-baik saja.
Hanya saja, mungkin aku lupa, jika jauh disana, masih ada seseorang yang butuh berkomunikasi denganku. Seseorang bernama Febby. Darah dagingku. Yang seharusnya masih mendapat sedikit perhatian olehku. Yah walau hanya dari sekedar sapa.
“Aku kangen Yah. Kangen banget ama Ayah…” Ucap Febby sambil melahap kuning telur bercampur sambal. Satu suapan terakhir dengan porsi satu sendok penuh. “Bahkan disaat-saat ter-happy ku bersama Mama dan pria selingkuhannya, aku selalu ingat dan membayangkan Ayah..”
“Ah. Bisa-bisanya kamu aja itu…” Ucapku sedikit gede rasa.
“Beneran Yah.”
“Iye. Ayah percaya…” Cibirku.
“Huuu… Yaudah kalo Ayah ga percaya. Yang jelas bagiku, Mama dan Alex, adalah sebuah penderitaan buatku…”
“Tapi kalo memang mereka adalah penderitaan, kenapa kamu ga bilang Mama?”
“Hhhhh… Ayah. Percaya deh.” Dengus Febby menghela nafas pendek. “Orang yang sedang jatuh cinta, susah banget dikasih tahunya Yah…”
“Iya sih”
“Mama, mana percaya kalo pasangannya itu bajingan? Super-duper bajingan”
“Bajingan? Kok bisa?” Tanyaku menyelidik. Kuhirup teh manis yang sebentar lagi habis, dan kembali fokus ke cerita putriku, ”Emangnya, kamu diapain aja ama Alex?” Sambungku penasaran.
“Ntar dulu ya Yah. Aku agak capek kalo harus ceritain betapa bajingannya lelaki itu sekarang. Sluurrrppp... Aaahhh…” Hela Febby menenggak habis minuman yang sama denganku. Bersandar di punggung kursi makan sambil mengusap perutnya yang penuh. Kekenyangan.
Dari nada bicara dan raut wajahnya, aku bisa tahu jika ada sesuatu yang disembunyikan antara mereka bertiga. Hanya saja, mungkin sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk mengajaknya bicara.
Kutatap wajah Febby dalam-dalam, melihat sebuah kesedihan di raut wajahnya. Biarpun Febby selalu berusaha memperlihatkan wajah ceria disetiap ceritanya, tetap saja aku bisa melihatnya.
Aku bukan ahli psikolog, tapi aku bisa tahu jika ada beban berat yang menggelayuti pikiran putriku. Dari melihat spot hitam samar yang ada di sekeliling mata bulatnya, aku juga tahu jika gadis molekku ini kurang istirahat. Entah karena terlalu banyak tugas sekolah, atau memang kurang tidur.
Otot rahangnya juga sering menonjol setiap kali ia menceritakan banyak hal mengenai Yula dan Alex. Membuatku semakin yakin, jika memang hal buruk yang berusaha ia tutup rapat-rapat di pikirannya.
“Oohh. Okelah kalo begitu..” Jawabku singkat. Aku beranjak dari kursi, mengambil sisa-sisa peralatan makan yang ada diatas meja, dan meletakkannya ke tempat cuci piring. Meskipun keseharianku hidup dalam kondisi apartemen yang serba berantakan, tapi paling tidak, aku harus terlihat cukup rapi di mata putriku.
Tak lama-lah. Mungkin sehari atau dua hari. Selama Febby ada disini.
“Makasih makan malamnya ya, Yah. Meskipun cuman mie instan lauk telur, ini adalah makan malam terenak yang pernah aku makan. Lebih tepatnya, selama 3 tahun belakangan ini…”
“PREETT…”
“Suwer Yah. Ini enak…” Puji Febby, ”Beneran. Mirip makanan di hotel bintang lima..”
“Huuuu. Kaya pernah aja nginep disana.”
“Tahu dong”
“Aaaahhhh…. Palingan, kamu tahunya juga dari cerita temen-temenmu”
“Hhhhhhh…. Kalo aku ceritain juga Ayah ga bakal percaya, apa yang udah aku lalui setelah Ayah pisah dengan Mama.”
Merasa canggung. Aku langsung menutup mulutku. Tak melanjutkan percakapan yang sepertinya membuka luka dihati putriku.
Beberapa menit kemudian, cucian peralatan makan mulai terlihat bersih. Aku juga sedikit mengelap sisi wastafel yang belepotan karena cipratan air. Membuang sisa makanan ke tempat sampah dapur, lalu memutuskan untuk mandi sebentar. Sekedar menyegarkan diri dengan guyuran air hangat.
Sementara itu, Febby yang bingung harus ngapain di apartemenku, akhirnya berinisiatif untuk membantuku. Ia menyalakan music di perangkat TV-ku, mengambil sapu, dan membersihkan lantai yang penuh dengan gumpalan-gumpalan tissu.
Aku tahu, putriku sadar mengenai tissu itu. Tapi, apa yang mau dikata, aku memang tak memperkirakan jika akan kedatangan seorang tamu. Apalagi kedatangan putri kandungku. Jadi ya sudah. Apa yang ada di dalam apartemen ini, adalah perwujudan asli dari diriku selama ini.
Alias, AYAH yang MESUM.
Dengan perasaan jengah, Febby memaksakan diri untuk memunguti tissu-tissu itu dengan ujung jarinya lalu memasukkan ke kantung sampah. Meletakkan botol-botol pelumas kemaluan dan baby oil, ke rak samping TV. Memukul sofa hingga debu-debunya ngebul beterbangan lalu menyedot debunya.
“Gausah repot-repot Sayang. Nanti juga bakal berantakan lagi.” Ucapku keluar kamar mandi dengan handuk yang terlilit di pinggang. Masuk ke kamar dan mengenakan baju tidurku.
“Aku ga betah, Yah. Liat apartemen yang seperti kapal pecah gini.” Ucap Febby yang mengikutiku dari belakang. Celingukan melihat sekeliling kamarku dengan tampang yang datar, “Aku terbiasa hidup bersih. Ga kaya Ayah, yang cuek banget kaya gini…”
“Oh. Baiklah kalo begitu. Sok aja kalo mau beberes. Hanya aja. Jangan kaget ya, kalo kamu bakal nemuin hal-hal aneh disini” Sahutku memperingatkan
“Hihihi. Aman Yah. Aku paham kok. Kalo bujangan seperti Ayah. Pasti banyak menyimpan sesuatu. Karena….“ Febby tiba-tiba tak bersuara. Wajahnya fokus ke tempat sampah yang ada ditangannya. Alis matanya bertaut. Dan matanya membuka lebar. “IIIHHHSSSS. AYAH. JOROK BANGET SIIIIHHH…” Teriak Febby ketika melihat sesuatu di sudut lemari kamarku.
Mukaku mendadak memanas. Pipiku memerah dan jantungku berdetak cepat. Di tangan putriku, ada sebuah gelas plastik yang berisikan cairan kental kekuningan yang mengeluarkan aroma tak sedap.
“Ini apaan Yah…?!” Jerit Febby sambil mengacungkan gelas plastik itu tinggi-tinggi.
“Ehh. Udah-udah. Buang aja calon-calon tuyul itu.” Panikku yang langsung sadar, jika itu adalah tampungan sperma ketika aku masturbasi beberapa waktu lalu.
“Hah? Calon Tuyul? Ayah, jangan bilang kalo cairan digelas ini adalah, pejuhmu…?” Dengan gerakan spontan, Febby melempar gelas itu kedalam tempat sampah, “Iyuuuuhhhh…”
Namun, ketika gelas itu dilempar masuk ke tempat sampah, dasar gelasnya langsung membentur lantai. Akibatnya, cairan kekuningan itu langsung memantul naik, dan terbang kearah wajah cantik putriku.
CPREEET
“IIHHHSSSSS AYAAAHH….” Jerit Febby panik, karena cairan kuning itu menodai wajahnya.
Aku yang ikutan panik, pun langung mengambil tissu, dan menyeka wajahnya. Namun karena cairan itu begitu banyak, alih-alih bersih, wajah Febby jadi semakin tak karu-karuan. Karena terbalur oleh cairan spermaku.
“Ayaaahhh.. Gimana sih…? Kok muka aku malah jadi belepetan pejuh gini?”
“Eh…Ehhh.. Maap Sayang.. Duh… Maap… Buruan cuci mukamu gih. Biar Ayah yang ngebuang itu semua.” Sambungku sambil membereskan ceceran spermaku dan membuangnya ketempat sampah
“Sumpah. Dari semua ayah yang pernah aku kenal, Ayah adalah Ayah yang paling jorok.” Ucap Febby sengit sambil menyeka wajahnya. ”Jorok. Bener-bener jorok.”