Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

FEBBY

TOK TOK TOK

“Ayah…” Pangil Febby dari luar pintu sambil terus mengetuk-ketuk, “Ayah… Bukain pintunya Yahh... Aku kedinginan…” Ucapnya sambil terus membenturkan tulang jemarinya. Meminta ijin masuk dan bertemu denganku.

Tanpa membuka pintu. Aku mengawasi Febby dari lubang intip yang tersedia disitu. Mencoba Mengawasi gerak-gerik Febby diluar sana.

Gadis mungil itu tampak begitu kebingungan. Celingukan kekiri dan kekanan sambil berkali-kali menyeka wajahnya yang basah. Menggosok-gosok lengannya berharap ada sebuah kehangatan dengan jari-jari mungilnya yang keriput. Sesekali, Febby juga menelungkupkan tangannya didepan mulut, sembari meniupkan udara panas kedalamnya.

Kasihan sih aku melihatnya. Tak tega. Hanya saja, aku tak tahu harus berbuat apa.

“Ayah. Tolong. Biarin aku masuk dulu Yah..” Ucapnya dengan tatapan penuh harap kearahku yang ada dibalik pintu.

WUUUUUSSSSSS

Angin kencang tiba-tiba menderu. Meniup udara dingin yang disertai air hujan kesegala arah. Menghembuskan suasana basah kearah tubuh putriku yang masih ada diluar pintu.

Menggigil. Kedinginan dan putus asa. Febby langsung jongkok dibalik pintu kamar sambil memeluk kakinya. Terlihat bibinya begitu keriput, dan sedikit membiru

“Kamu ngapain kesini sih…?” Teriakku kearah pintu. Dari dalam ruangan apartemenku yang hangat.

“Aku kangen Yah… Aku pengen ketemu Ayah…” Jelasnya lantang sambil berulang kali, ia meniup kepalan tangannya.

“Mau ketemu? Ngapain…?”

“Ayolah Yahhh. Bukain pintunya dulu dong. Aku pengen ngomong sesuatu ama Ayah…”

“Khan ada telephon….” Tolakku terus berusaha menghindar.

“Aku ga punya nomor Ayah. Aku bisa tahu apartemen ini juga karena mencuri-curi alamat dari kontak Mama. Aku bingung Yah..” Jelas Febby.

“Kalo kamu bingung, ngapain kesini? Khan ada Mama-mu…” Tolakku dengan nada tinggi. Masih kukuh dengan pendirianku, “Gausah kesini. Tanya aja dia..”,

“Ihhhs Papa. Ayolah bukain pintu. Aku kedinginan nih. Lagian… Emang kenapa sih kalo putri kandung Ayah pengen maen kesini…?”

“Ayah lagi sibuk Sayang. Ayah banyak kerjaan. Jadi. Mending kamu pulang aja….”

“Helloow…? Ayah ga ngeliat? Ujan dan petir diluar sana masih menggelegar…?” Tanya Febby sambil memutar mata bulatnya, “Diluar masih ujan deras Yah. Angin kencang sekali. Dan lagi, aku nggak punya tempat buat neduh selain disini…”

“Hhhhhh….” Helaku menarik nafas panjang. Selalu deh, ketika permintaannya tak dikabulkan, putriku akan menggunakan senjata andalannya. Sebuah cerita yang dibalut derita. Yang selalu berhasil membuatku iba

TOK TOK TOK

“Ayolah Yahhh. Bukain pintu sebentar aja…. Pleasseeee…Aku udah kedinginan banget nih.. Aku juga udah kebelet pipis karena kebasahan gini..” Kata-kata andalan Febby ketika ia sudah terhimpit akan keadaan, “Ayah nggak mau khan. Kalo aku ngompol disini..?”

CTAAARRRR GLEEDAAARRRR

Suara petir dan kilat tiba-tiba menggelegar. Mengagetkan ku yang sedang emosi.

“Ayah…. Pleeeaaseeeee… Aku takuuuuttt….”

“Arrrggghhh… Kampret….!” Umpatku pasrah, dan akhirnya kubuka pintuku kembali

CKLEK

“Makasih Ayyaaaaahhhhh….” Senyum Febby yang buru-buru bangun dari duduknya. Ngeloyor masuk. Mengamit tanganku dan menciumnya pelan.

CUUPP

“Enak ya Yah. Tinggal disini. Bisa bebas nerima tamu dengan kondisi apa adanya. Sampe bisa telanjang tanpa khawatir ataupun malu…” Senyum Febby sambil melirik organ kelamin yang menjuntai panjang di bawah pusarku.

"ASTAGA.." Kagetku. Lupa akan ketelanjanan tubuh bawahku. Gara-gara masturbasi sambil menonton film porno, aku sampai lupa mengenakan celana sama sekali ketika membuka pintu. SIALAN.

BRAK

Aku lagi-lagi aku menutup pintu apartemenku. Berlari meninggalkan puriku yang masih terpaku di pintu apartemen. Menuju sofa tempatku tadi mengocok dan menarik celana kolorku. Dan buru-buru memakainya kembali

Tak lupa, aku juga mematikan TV yang masih masih bersuara lantang. Penuh dengan adegan erotis wanita yang sedang asyik bersetubuh. Melalui jalur belakang.

Setelah berpakaian lengkap, aku kembali ke pintu dan membukanya lebar-lebar. Sejenak, aku perhatikan keluar. Kekanan dan kekiri kamarku. Memeriksa keberadaan orang lain selain putriku. “Kamu kesini sama siapa? Sendiri?”

“Iya. Aku kesini sendiri. Emang kenapa Yah?” Heran Febby yang juga ikutan curiga. Celingukan kesana kemari, entah ingin menemukan apa, “Aku nggak sama siapa-siapa kok. Mama ama Alex ga ikut. Kalo itu yang Ayah khawatirin.”

Fiuh. Ada sedikit rasa lega sekaligus tenang dari kalimat putriku barusan. Bersyukur, karena tak ada istriku atau lelaki sialan itu bersamanya.

“Yaudah. Ayo masuk…” Ajakku sedikit menarik maju tubuh basah putriku. Sedikit masuk kedalam apartemen. “Tunggu disitu. Jangan kemana-mana..” Perintahku yang buru-buru bergegas kearah kamar mandi. Mengambil handuk kering lalu kembali kedepan. Kurentangkan handuk superlebar itu lalu kubalutkan rapat-rapat ke tubuhnya.

“Buka bajumu gih. Keringin tuh badanmu. Ayah ga ingin kamu sakit cuman gara-gara keujanan gini..” Ucapku sambil menggosok-gosok rambut kepalanya, “Kalo masih kediginan, mandi aja sana. Ada air hangat. Lumayan bisa ngebuat badanmu ga bikin kedinginan..” Cerocosku spontan. Seolah Febby masih anak-anak.

Dan seolah masih anak-anak, Febby pun menuruti semua perkataanku. Ia lalu membuka kaos kuning tipisnya yang benar-benar basah karena hujan. Ia juga melepas celana pendek orange-nya dan membuang kesamping. Sekarang tubuh Febby hanya tinggal bra dan celana dalam berwarna biru yang senada.

“Bawa baju basahmu ke ruang cuci di pojok kamar ayah. Kamar mandi ada disebelahnya.”

“Makasih Ayah. Aku sayang Ayah…” Ucap Febby yang tiba-tiba memeluk tubuhku erat.

“HEEH LELAKI MESUM… TUTUP PINTUMU… Dasar ga punya otak. Tak tak tahu diri…” Suara serak wanita, tiba-tiba terdengar memekakkan telinga. “Udah tua tak tahu malu. Masih aja bawa-bawa perek kemari…” Celotehnya sambil menunjuk-nunjuk kearahku dari luar pintu.

“HEEH… Jaga BACOTmu nenek peyot. Ini putriku. Anak kandungku…” Ucapku sedikit tersinggung karena dugaannya pada putriku.

“Yaa, Yaa. Yaaa. Dulu bilang keponakan. Dulu juga bilang sepupu. Sekarang bilang putri kandung. Cuih. Suka-suka lu dah…” Ledek nenek tua itu sambil meludah kearah pintuku. Menodai kesucian apartemenku dengan lendir kebencian dari mulutnya, “Moga-moga kali ini, putri kandungmu bisa menyadarkan ayahnya supaya bisa berubah. Tak jadi orang yang cabul mesum, yang ngehabisin umurnya hanya dengan nonton film porno setiap hari…”

"Udah-udah. Buruan balik sana ke kandangmu Nek. Gusah ikut campur urusan orang…” Ucapku sambil menutup pintu apartemen keras-leras.

BRAKKK

“Siapa tuh Yah…?” Tanya putriku sambil menggigit bibirnya. Menahan tawa karena drama tetangga barusan.

“Nenek Lampir….” Jawabku ketus sambil mengunci pintu.

Dan, ketika aku membalik badan, aku dikejutkan oleh sebuah penampilan yang begitu membuatku terpana. Beberapa kali aku kejapkan mata. Sedikit mengucek dan melotot.

“Febby,,,.?” Ucapku lirih. Melihat penampilan putri kandungku yang begitu berbeda.

Dalam balutan handuk, aku baru sadar jika dia sudah melepas pakaian basahnya. Rambutnya basah, pundak, perut dan pahanya terekspos, hingga membuat penampilannya benar-benar menggoda.

“Pantes…” Celetukku singkat mendengus tipis. Menyadari sebab, kenapa nenek reyot tadi mengira jika febby adalah seorang pelacur.

Benar-benar berbeda.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel