Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6. KUNJUNGAN SANG KAKEK

"Seharusnya begitu. Kamu tidak punya pekerjaan, kamu tidak punya tempat tinggal. Aku mengizinkanmu makan dan tidur di sini, jadi sebaiknya kamu ikuti aturanku."

Setelah Lara menyelesaikan kalimatnya, pria itu mencondongkan tubuh ke depan dan berbisik ke telinganya. "Oke. Mari kita lihat apakah kamu akan memohon untuk menghentikanku atau memohon untuk membiarkanku melanjutkan."

Dalam sekejap, dia meraih pinggang Lara dan menangkap bibirnya. Sementara tangan lainnya mulai menyusup ke dalam kaus Lara ketika mereka mendengar suara datang dari pintu depan.

Klik!

Suara kunci pintu dibuka dan suara kakeknya menggema di luar rumah.

"Lara, di mana kamu?

Mendengar suara sang kakek, Lara langsung mendorong pria itu sekuat tenaga.

"Sembunyi!" perintah Lara dengan panik seperti gadis kecil yang gugup.

Dia tidak bisa membawa pria itu kembali ke kamarnya karena tangga menuju lantai dua berada tepat di ruang tamu dan dapur terlihat di sisi kiri ruang penerima. Hanya konter yang berfungsi sebagai pembatas antara keduanya, sehingga terlihat dari luar begitu pintu terbuka.

"Kenapa aku harus bersembunyi?" tanya pria itu dengan ringan.

"Apa? Kenapa? Apakah kamu ingin ditangkap oleh kakekku?! Dia akan menghajar kita berdua sampai mati!"

"Jadi?"

"Apanya yang jadi!"

Lara hampir muntah darah karena stres dan kecemasan. Dalam hatinya terus berkata-kata. 'Tuhan yang baik. Apakah ini balasanku karena meneror karyawanku setiap hari?'

"Lara? Kakek di sini untuk mengunjungimu."

Mendengar suara kakeknya lagi, jantung Lara berdetak semakin cepat. Dia mencoba membuka lemari es untuk melihat apakah dia bisa masuk ke dalam.

"Tidak. Terlalu kecil. Tidak bisa muat," pikir Lara.

Dalam sekejap, dia sudah membuka semua lemari di dapur, tapi dia masih tidak bisa menemukan tempat untuk bersembunyi.

Ketika Lara sibuk mencari tempat untuk bersembunyi, pria itu hanya menatapnya, menikmati keadaan paniknya. Dia mirip anak anjing kecil yang melompat dan berlarian, tampak bingung.

"Lara ... Lara, Kakek di sini untuk menemuimu! Haish, anak ini. Apakah dia masih tidur?" gumam Thomas.

Lara bisa mendengar kakeknya bergumam pada dirinya sendiri sambil membuka pintu. Dia pun melihat kakeknya memasuki ambang pintu. Dia terus mencari kemana-mana sampai dia melihat meja panjang di tengah dapur.

Tiba-tiba, sebuah ide muncul di kepalanya, membuat matanya bersinar gembira. Tanpa pikir panjang, dia meraih tangan pria itu dan menyeretnya ke meja.

Lara mencoba mendorongnya ke bawah meja seolah dia menyembunyikan cucian kotor di bawah tempat tidurnya.

"Apa pun yang terjadi, jangan katakan apa pun! Kamu tidak boleh mengeluarkan suara apa pun, mengerti?!"

"Aku tidak ingin bersembunyi. Kenapa aku harus bersembunyi?" Pria itu berkata dengan cemberut.

Seketika Lara merasa seluruh nadinya mulai pecah karena emosinya telah memuncak. Dia ingin membalik meja dan berteriak hingga teriakannya terdengar ke langit.

Dengan gigi terkatup, dia mengatakan kata perkata dengan geram, "Kamu ... akan ... sembunyi ... atau aku ... akan ... mengebirimu!" Setelah menyelesaikan kalimatnya, Lara langsung mendorongnya ke bawah meja tanpa perasaan.

"Lara? Apa yang kamu lakukan di sana?"

"Eh, Kakek? Kamu di sini?" Lara segera menenangkan diri seolah tidak ada yang salah.

Thomas hendak pergi menuju dapur, tetapi Lara segera menghalangi jalannya.

"Kakek, ayo duduk di sofa. Usiamu sudah tidak muda lagi. Kamu harus duduk jika merasa lelah." Lara dengan bijaksana membantu Thomas berjalan menuju ruang tamu.

Setelah duduk, Thomas meraih kedua tangan Lara dan mulai berbicara.

"Lara, apa kamu marah kepada Kakek? Kakek hanya memikirkanmu. Bisakah kamu memaafkan Kakek? Kakek hanya menginginkan yang terbaik untuk cucu kesayangan Kakek sehingga Kakek ingin kamu menikah dengan pria terbaik yang bisa Kakek temukan."

Lara membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi sebelum dia bisa menjawab, kursi di bawah meja tiba-tiba bergerak dan mengeluarkan suara melengking.

Cciiitt.

Seketika Lara memucat dan mau tidak mau melirik ke meja panjang di seberang konter dapur.

"Sialan! Pria ini sangat ingin dipukuli sampai mati!" geram Lara dalam hati.

"Apa it—"

"Ah. Mungkin itu kucing," jawab Lara dengan cepat, memotong kata-kata Thomas. Namun, Lara segera menyesali perkataannya. Dia ingin memukul dirinya sendiri karena bersikap konyol.

'Seekor kucing?'

Serius? Itu adalah alasan paling umum dan paling menyedihkan yang pernah ada.

"Seekor kucing bisa masuk ke sini?" tanya Thomas dengan bingung. Matanya menatap meja di dapur.

"Mmm. Kadang aku lupa menutup jendela, jadi sering ada kucing tetangga yang bermain di sini." Saat menjawab, Lara diam-diam menyeka keringat dinginnya. Dia dalam hati mengucapkan selamat pada dirinya sendiri karena mampu mengutarakan omong kosong yang masuk akal.

"Oh. Begitukah? Tapi sebaiknya kamu kunci pintumu. Saat ini banyak sekali orang yang licik. Sebaiknya kamu berhati-hati dan menghindari sampah semacam itu. Mereka mungkin akan mencoba menipu dan memerasmu."

Mendengar perkataan sang kakek, Lara ingin sekali menangis, tetapi tidak mengeluarkan air mata. Diam-diam dalam hatinya mengatakan, "Aku sudah menemukan orang seperti itu, Kakek."

Meski berada di ambang keputusasaan, Lara masih bisa memasang 'pandangan acuh tak acuh', seolah tidak ada yang mengganggunya. Sekarang mereka sudah berdamai satu sama lain, Thomas mencoba "melempar batu", mencoba mencari tahu apa yang ada di depan.

"Lara, kemarin Kakek tidak marah kepadamu. Kakek hanya ... sangat cemas. Kamu tidak bertambah muda lagi. Sudah waktunya untuk memiliki keluarga sendiri, melahirkan anak-anak kecil. Kakek menginginkanmu untuk bahagia makanya Kakek mengucapkan kata-kata itu kemarin. Tentang pernikahanmu—"

Cciitt!

Sekali lagi, kursi di bawah meja bergerak, menimbulkan suara decitan yang keras. Seluruh rambut Lara pun seakan terangkat seperti tersengat listrik. Dia ingin berlari menuju meja tempat pria yang disembunyikannya itu, lalu memukulinya hingga tidak berperikemanusiaan.

"Lebih baik aku memeriksa kucing itu," kata Lara yang kemudian secepat angin, dia segera sampai di dapur.

Dia bisa melihat kakeknya memandangnya dari seberang konter dapur. Dia segera menatap ke bawah dan melihat pria itu berjongkok di bawah meja. Dia memelototinya dan berkata pelan, "Bersikap baiklah!" sebelum dia melihat ke arah kakeknya dan berkata, "Itu kucingnya. Dia sedang bermain di bawah meja."

"Biarkan saja. Kucing itu mungkin akan mencakarmu," ucap Thomas dari kejauhan.

Saat ini Lara tetap berdiri di samping meja di dapur sementara kakeknya terus mengoceh. Sekali lagi, dia bercerita tentang betapa cemasnya dia atau betapa senangnya jika ada Lara kecil berlarian di sekitar mereka.

Lara tidak bisa mendengar semua perkataan kakeknya karena perhatiannya terganggu oleh tangan pria itu yang terus menyentuh pahanya dan ketika dia tidak tahan lagi, Lara tidak bisa menahan diri dan berteriak, "CUKUP!"

Seketika Thomas berhenti bicara. Semua kata yang ingin dia ucapkan tertahan di tenggorokannya, membuatnya tidak dapat berbicara, mengira cucunya itu ingin dia tutup mulut.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel