Bab 5. PEMERASAN?
Setelah 'latihan intens' Lara tertidur. Dia terbangun karena keinginan untuk buang air kecil.
Lara yang masih belum bangun sepenuhnya turun dari tempat tidur berjalan lamban, tapi tergesa, menyeret dirinya menuju kamar mandi dengan tubuh polosnya. Dia masih merasa pusing dan ingin terus tidur.
Begitu sampai di kamar mandi, dia langsung duduk di dudukan toilet sambil menopang kepalanya dengan tangannya dan menuntaskan hajatnya.
"Haish! Mimpi yang aneh ... rasanya nyata sekali. Aduh, inti tubuh bawahku sakit sekali. Apa aku menyentuh diriku sendiri saat bermimpi?! Astaga, aku mulai menjadi mesum! Sebaiknya aku berhenti membaca novel adult roman itu," gumam Lara.
Setelah membersihkan diri, Lara menyikat giginya. Dia sedang mencoba memencet pasta gigi ketika dia melihat dirinya di cermin. Rambutnya acak-acakan, seperti baru saja terlibat tawuran dengan seseorang.
Bibirnya bengkak dan kulitnya yang putih bersih penuh dengan bekas ciuman terutama di bagian leher dan dada. Pasta gigi itu jatuh bersama sikat giginya. Sambil memegangi kepalanya dan berteriak sekuat tenaga.
"AAH!!"
Dia tiba-tiba merasa iri pada para wanita di novel roman yang pingsan setelah menerima kejutan, tetapi dia bahkan tidak merasa pingsan sama sekali.
"Bisakah seseorang menjatuhkanku? Aah! Aku ingin pingsan dan melarikan diri dari segalanya!" serunya.
Untuk pertama kalinya dalam dua puluh delapan tahun keberadaannya, Lara ingin membenturkan kepalanya ke pilar dan bunuh diri seperti di drama cina kuno itu.
Butuh beberapa saat baginya untuk menyelesaikan masalah sebelum dia menerima kenyataan bahwa "tahunya" dimakan bersih hingga kering.
Sambil mandi, dia menyemangati dirinya sendiri kalau tadi malam hanyalah momen kebodohan dan tidak akan terjadi lagi, SELAMANYA!
Dia bersumpah akan mengubur kenangannya bersama pria asing itu. Dia tidak akan minum anggur atau minuman keras apa pun lagi untuk menghindari penghinaan yang dia rasakan seperti saat ini. Ungkapan 'sekali digigit ular, sepuluh tahun takut akan tali sumur' sangat cocok dengan dilemanya saat ini.
Setelah dia mandi, dia berpakaian dan pergi ke dapur untuk memasak. Saat dia menuruni tangga, dia sudah mencium bau daging yang digoreng dan mendengar air mengalir saat seseorang sedang mencuci piring.
Mulut Lara membulat membentuk huruf 'O' ketika dia melihat seseorang sedang memasak di dalam dapurnya.
'Sial! Kenapa dia masih di sini?!' umpat Lara dalam hati.
Pria itu merasakan kehadiran Lara, lalu berbalik badan dan memperhatikannya sesaat kemudian berkata, "Kamu sudah bangun? Ayo, aku sudah menyiapkan makanan. Makanlah. Kamu butuh energi setelah melakukan latihan yang intens."
'Latihan kakimu!' Sebuah kalimat makian keluar dalam hati Lara.
'Kenapa pria ini bertingkah seolah dia adalah pemilik rumah ini?! Apa setelah memakanku, dia ingin memakan makananku juga?'
"Tunggu dulu. Apa yang kamu lakukan?"
"Aku? Sedang memasak," jawab pria itu dengan santai.
"Tidak! Maksudku, apa yang kamu lakukan di dalam rumahku? Dan kenapa kamu ada di dapurku? Kenapa kamu masih di sini?"
Mendapatkan pertanyaan bertubi-tubi dari Lara, pria itu kembali menjawab dengan santai. "Karena aku sedang memasak."
Sontak saja jawaban pria itu membuat Lara kesal. Mulutnya bergerak-gerak, kepalanya seketika berdenyut. Dia merasa berbicara dengan pria itu membuat IQ-nya turun menjadi dua digit.
Lara terus menatap pria yang merasa betah di dalam rumahnya. Dia ingin pria itu pergi!
"Aku akan memberimu uang untuk membeli makanan, jadi kamu boleh pergi sekarang," kata Lara.
Namun, saat itu juga dia sebuah pemikiran terbesit dalam benaknya. 'Tunggu dulu! Kedengarannya tidak benar.'
Dia merasa seperti orang tua kotor yang membayar pelacur setelah mereka melakukan one-night stand.
"Kamu mengusirku?" ucap pria itu sembari menyipitkan matanya dan menatap Lara.
Mendapatkan tatapan itu, Lara tiba-tiba merasa kedinginan. Dia memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya, lalu mencoba mempertimbangkan apakah akan mengusirnya atau tidak.
"Apa yang kamu inginkan?" Pada akhirnya, Lara menyerah dan bertanya langsung kepadanya.
"Kamu tahu apa yang aku inginkan," jawab pria itu sembari mengangkat sudut bibirnya.
"Untuk apa aku bertanya kepadamu kalau aku sudah tahu apa yang kamu inginkan?" balas Lara. Dia sangat kesal hingga ingin membuka tengkorak pria itu untuk melihat apakah otaknya masih utuh.
"Bertanggung jawablah atas tindakanmu tadi malam."
Seketika Lara tidak bisa berkata-kata karena sikap tidak tahu malu pria itu.
"Tanggung jawab?! Kenapa kamu mengatakannya seolah-olah aku yang memperkosamu? Itu jelas kamu—" Lara menghentikan kalimatnya. Dia tiba-tiba tersipu setelah mengingat semua yang terjadi tadi malam. Mengingat betapa nakalnya dia berperilaku di bawahnya, Lara jadi ingin mencari lubang dan mengubur dirinya sendiri.
'Sial! Pria tak tahu malu ini benar-benar tidak tahu malu!' umpat Lara dalam hati.
"Kamu bilang untuk mengikutimu dan aku tidak akan pernah kelaparan. Kamu juga mencium bibirku." Pria itu tanpa malu-malu mengingat apa yang terjadi di night klub semalam membuat Lara tercekik oleh kata-katanya dan tidak dapat menemukan keberanian untuk membalas.
Itu adalah jelas-jelas kesalahannya karena telah merayu dan membujuk seseorang untuk mengikutinya dan menjadi kekasihnya saat dia sedang mabuk.
'Aah! Rasanya ingin mati saja. Lara Aloody! Dasar wanita bodoh, sungguh bodoh!' Lagi-lagi Lara merutuki dirinya. Karena jelas-jelas kebodohannya sendirilah yang melemparkannya ke dalam kekacauan ini.
Kini yang bisa dia lakukan hanyalah berkompromi. "Jadi, katakan kepadaku, apa yang kamu inginkan? Uang? Berapa?"
'Huh ... kedengarannya sungguh mengerikan. Aku merasa seperti anak nakal kaya dan mesum yang ingin lepas dari tanggung jawabnya setelah merendahkan seorang gadis," batin Lara.
Wajah pria itu menjadi suram ketika dia mendengar kata-kata Lara tersebut. Kemudian dia membuka suara.
"Aku tidak butuh uangmu. Memiliki uang bukanlah sebuah solusi. Aku tidak punya tempat untuk tidur atau pekerjaan jadi aku ingin tinggal di sini bersamamu."
'Shit! Pengangguran yang tidak tahu malu ini ingin memerasku!'
"Tidak! Jelas tidak bisa!" Lara langsung menolak.
"Mengapa tidak?"
"Karena tidak pantas bagi seorang pria dan seorang wanita untuk tinggal dalam satu rumah!" jawab Lara dengan tegas.
"...."
Pria itu diam.
"Bagaimana jika terjadi sesuatu?" Lara melanjutkan perkataannya. "Akan terasa canggung di antara kita!"
"...."
Pria itu memandang Lara seolah ingin mencekiknya sampai mati. Kemudian dia berkata, "Apakah kamu ingin aku menunjukkannya lagi agar kamu ingat?"
Sekali lagi, Lara merasa tercekik sampai mati oleh kata-katanya. Setelah tidak berkata apa-apa selama hampir 10 menit, akhirnya Lara mengalah.
"Baik! Kamu boleh tinggal di sini SEMENTARA, tetapi kamu harus mengetahui beberapa 'hal' agar hubungan kita harmonis." Lara saat ini sedang meratapi dirinya sendiri dan tidak bisa melihat senyum tertahan di wajah pria itu. Seperti angin sepoi-sepoi di musim panas, anginnya berhembus cepat dan segera berlalu.
"Hal apa?" tanya pria itu.
"Karena kamu akan tinggal di sini untuk sementara, lebih baik kamu bersikap baik. Ada beberapa aturan yang harus kamu patuhi. Kamu tidak boleh menggangguku ketika aku sedang bekerja. Jangan menyentuh, tidak mencium, tidak memeluk dan tidak berhubungan seks kecuali aku yang memulainya." Lara mengungkapkan semuanya dan menambahkan beberapa dalam hati.
'Heh. Sebaiknya kamu tidak berpikir untuk memakan "tahu"ku tanpa seizinku, dasar bajingan tak tahu malu!'
"Jadi, maksudmu aku harus menunggumu seperti selir yang menunggu rahmat Kaisar?" ucap pria itu sembari maju selangkah ke arah Lara.
Matanya memiliki kilatan berbahaya jadi ketika dia melangkah maju selangkah, Lara segera mundur selangkah. Mereka berulang kali melanjutkan sampai dia terpojok di wastafel.
Saat ini jantung Lara berdetak sangat kencang, tapi dia berusaha untuk tetap tenang dan acuh tak acuh.