Bab 4
Akhirnya, perjalanan Geon untuk mengikuti Lalita telah berakhir. Kini di hadapannya berdiri sebuah panti asuhan yang bisa dibilang luas. Geon terus memperhatikan langkah Lalita saat ia memasuki gerbang panti asuhan tersebut. Sebenarnya, Geon hampir saja berniat untuk mengikutinya dari belakang. Namun, ia mengurungkan niatnya setelah melihat beberapa penjaga yang ada di depan gerbang.
Geon tampak keder. Ia tak tahu cara agar bisa masuk ke panti asuhan tersebut demi mencari informasi seputar gadis SMA itu. Mencoba berpikir, sebuah ide muncul di otaknya secara tiba-tiba. Geon berencana memanjat gerbang dari sisi yang tak dijaga. Dengan pelan, ia mulai mengitari panti asuhan tersebut, mencari celah agar bisa menyelinap masuk ke dalam sana. Tak lupa sebuah masker hitam dipakai agar tak memperlihatkan wajahnya dengan jelas, berjaga-jaga ketika dirinya tertangkap.
Beberapa menit yang ia butuhkan untuk menemukan sebuah celah yang sangat cocok untuk dipakai menyelinap. Salah satu bagian pagar di belakang panti yang tak terlalu tinggi. Selain itu, jebakan duri yang terpasang di sana juga telah longgar. Geon dengan sigap mengambil sebuah kain lapyang kebetulan tergeletak di depannya, lalu melilitkan kain itu ke kedua telapak tangannya. Kemudian, Geon mulai memanjat pagar itu dengan hati-hati. Selama percobaan yang sedikit menegangkan itu, ia pun berhasil berada di dalam panti asuhan tanpa ada yang menyadarinya.
Tak mau membuang-buang waktu, Geon bergegas mencari di mana keberadaan Lalita. Ia mencarinya dengan sembunyi-sembunyi. Beberapa orang yang lalu lalang di hadapannya membuat Geon menjadi panik, segera menyempatkan diri untuk tak terlihat oleh mereka. Semua rintangan dilaluinya dengan lancar, mengingat kemampuannya dalam menyelinap yang mahir.
Akhirnya, Geon melihat gadis itu, yakni Lalita. Ia segera mengikuti ke mana gadis itu berada. Lalita masuk ke dalam panti asuhan itu. Di sana, beberapa anak kecil menyambutnya dengan ramah. Senyum riang terpampang di wajah mereka masing-masing, begitu juga senyum manis Lalita yang diam-diam membuat Geon terpana. Namun, Geon segera menyingkirkan pikirannya, daripada ia dihajar habis-habisan oleh Daniel.
Geon kembali berpikir keras. Tak mungkin jika ia masuk ke dalam sana tanpa ada yang sadar akan kehadirannya. Di dalam bangunan itu pastilah terdapat banyak orang yang tak mungkin bisa ia hindari satu-satu. Geon mencoba mencari solusi, mencari cara lain untuk mengungkap identitas Lalita. Tak lama kemudian, ia pun berputar kembali, menuju ke arah belakang bangunan tersebut. Geon berencana untuk memasuki bangunan tersebut melalui pintu belakang, yang kemungkinan besar jarang ada orang yang ada di sana. Dengan begitu, rencana Geon akan berjalan dengan lancar.
Di balik bangunan itu, Geon menemukan sebuah pintu dengan beberapa rumput tinggi yang tumbuh di hadapannya. Geon menebak jika di balik pintu itu merupakan ruangan yang tak digunakan lagi. Dalam hati Geon merasa senang, akhirnya ada jalan pintas untuknya.
Perlahan Geon mendekati pintu itu. Namun, sayangnya knop pintu tak bisa ia buka. Geon memandangi sekitar, melihat sebuah jendela yang berada di samping pintu itu. Geon mendekati jendela itu, lalu mengintip ke dalamnya. Ternyata ruangan yang ia lihat adalah sebuah gudang yang tak terurus lagi. Geon mencoba membuat jendela itu dengan tangan kosong, tetapi kekuatannya masih belum cukup. Tak habis akal, Geon mengamati daerah sekitar tempatnya berada.
Obeng, salah satu benda yang saat ini mencuri perhatiannya. Senyum Geon mengembang. Geon segera mengambil obeng itu, lalu kembali untuk membuka jendela yang telah macet. Beberapa kali usaha yang ia coba, akhirnya jendela pun berhasil terbuka. Tak pikir panjang, Geon langsung memasuki jendela gudang sebelum ada yang melihatnya. Tak lupa ia pun menutup kembali jendela itu agar tak meninggalkan jejak.
Kini Geon berada di sebuah ruangan yang pengap dan bau. Ia mencubit hidungnya, tak kuasa menahan beberapa bau kotoran tikus yang menyengat. Pandangannya menyisir semua ruangan tempatnya berada. Kepalanya menengadah ke atas, mendapati tutup atap yang sedikit terbuka. Dengan hati-hati Geon menaiki beberapa benda untuk menuju ke atap tersebut. Kemudian, ia pun membuka tutup atap dan mulai merayap-rayap di dalamnya bak cicak.
Lima menit waktu yang dihabiskan Geon di atas atap. Ia pun menemukan sebuah jalan keluar lain yang menuju ke ruangan yang berbeda. Geon segera membuka tutup atap yang ditemukannya, lalu mulai mendaratkan diri di sebuah ruangan yang jauh lebih nyaman daripada sebelumnya. Di ruangan ini, bau kertas adalah hal yang pertama kali Geon cium. Ia mengamati ruangannya saat ini, beberapa kerta tertata rapi di beberapa lemari yang ada, membuat Geon kebingungan sesaat.
Setelah membaca beberapa lembar kertas yang ada, barulah Geon paham ruangan apa yang dipijaknya saat ini. Mungkin ini adalah salah satu ruangan terpenting di dalam panti asuhan, mengingat letaknya yang jauh di belakang, membuatnya tak mungkin bisa dijangkau oleh tamu-tamu yang datang dari depan. Geon menyeringai, ia memiliki sebuah ide yang lebih cemerlang lagi.
Ruangan ini adalah tempat dokumen-dokumen para penghuni panti tersimpan. Tak menutup kemungkinan bahwa seluruh dokumen Lalita juga berada di sini. Dengan begitu, Geon tak perlu susah-susah menjadi penguntit yang belum terjamin keberhasilannya.
Geon mulai mencari-cari di mana letak dokumen yang dibutuhkannya. Selama lima belas menit, dokumen milik Lalita tak juga dijumpainya. Merasa frustrasi, akhirnya Geon terduduk di lantai dengan napas yang terengah-engah. Tak lama kemudian, pandangannya menuju ke sebuah lemari yang belum dijamah olehnya. Geon langsung menuju ke arah lemari itu, kembali mencari-cari dokumen milik Lalita.
Tawanya lepas ketika benda yang dicari-cari ketemu. Geon mulai membuka isi dari dokumen-dokumen itu, lalu memotret beberapa bagian yang dianggapnya penting. Setelah selesai, Geon merapikan kembali dokumen-dokumen yang berserakan ke tempat semula. Tepat sebelum ia hampir selesai melakukan semua itu, tiba-tiba pintu ruangan terbuka dengan disusul beberapa raut wajah yang menatap kaget.
Mata Geon melotot, melihat beberapa anak panti yang kini ada di hadapannya dengan sebuah peralatan kebersihan yang ada di tangan mereka, seperti sapu, kain pel, dan lain sebagainya. Langkah Geon semakin mundur. Ia mengangkat jarinya, membentuk peace. “Hai.”
“Maling!!!”
Ketiga anak itu langsung menyerbu Geon sembari menyerangnya dengan membabi buta. Geon yang tampak kewalahan, memilih untuk menghindari mereka semua, lalu berlari menuju luar ruangan. Napas Geon terengah-engah, ia mencari-cari di mana pintu keluar berada. Namun, pintu itu sama sekali sudah untuk ditemukan.
Berkali-kali mencari, akhirnya pintu keluar pun berhasil ditemukannya. Geon langsung mendorong pintu tersebut dengan keras, lalu tibalah ia di luar panti asuhan. Geon pikir, dirinya telah lolos dari kejaran beberapa anak tadi. Namun, ternama itu semua hanyalah permulaan. Tepat di hadapannya saat ini, puluhan anak menatap dirinya dengan waspada. Setiap benda yang dijadikan senjata telah berada di masing-masing tangan mereka, bersiap untuk menyerbu Geon. Geon mendadak lemas, ia melayangkan senyum belas kasihannya, sebelum seluruh anak panti menerjang ke arah dirinya dan menghabisinya.
***
“Bos,” ucap Geon, menghampirinya Daniel dengan raut wajah yang telah penuh dengan luka lebam sembari berjalan terpincang-pincang. Seluruh pakaian yang dikenakannya penuh dengan bercak cokelat, lengkap dengan beberapa sobekan yang ada. Rambut yang semula rapi menjadi acak-acakan. Saat ini, Geon sudah mirip seperti gelandangan. Dengan penampilan yang seperti itu, ia menyerahkan seluruh informasi mengenai Lalita kepada Daniel yang masih menatap dirinya dengan bengong, mulutnya ternganga.
“Mission completed.” Seperti itulah kalimat terakhir yang diucapkan Geon dengan lirih, nyaris tanpa tenaga. Tubuhnya mendadak ambruk tepat di hadapan Daniel. Geon dinyatakan pingsan dan kehilangan kesadarannya untuk tiga hari lamanya.