Pustaka
Bahasa Indonesia

My Possessive Husband

63.0K · Tamat
Layla2000
60
Bab
1.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Blurb : Lalita Ningrum atau yang biasa dipanggil Lita, harus rela menikah dengan pria kejam bernama Daniel Tanza Wiharjakusuma karena menyelamatkan panti yang akan digusur. Perbedaan usia keduanya amatlah jauh. Lita masih duduk di bangku SMA kelas tiga dan berumur 18 Tahun. Sedangkan Daniel sudah berumur 32 Tahun. Lita tidak tahu kenapa Daniel bisa memilihnya menjadi seorang istri, padahal dia ini gadis kampungan dan hanya seorang anak panti yang orang tua saja tidak menahu apakah masih hidup atau sudah mati. Daniel terang-terangan mengungkapkan rasa ketertarikannya kepada Lita sejak pertama kali bertemu. Setelah menikah, Daniel begitu mengekang kehidupan Lita. Lita tidak boleh terlalu bergaul dengan teman sekolahnya. Bukan hanya itu saja, jika kedapatan seorang pria ingin mendekatinya atau menunjukkan rasa ketertarikan, Daniel tak segan-segan membunuh orang itu tepat di depan mata. Takut, ya Lita begitu takut dengan sosok Daniel yang berdarah dingin. Daniel begitu posesif kepadanya dan menjadikan ia seperti burung dalam sangkar. Bagaimanakah kisah Lita selanjutnya? Akankah kebahagiaan ia dapatkan dari pernikahan tersebut?

RomansaTeenfictionIstriFlash MarriageKawin KontrakPernikahanWanita Cantik

Bab 1

Sudah menjadi rutinitas di setiap harinya, Lalita selalu bangun pagi untuk bersiap-siap membantu adik-adiknya dan juga bersiap untuk pergi ke sekolah. Kini jam yang tertera pada dinding itu menunjukkan pukul setengah lima pagi, Lalita segera bangun dari tidurnya untuk membersihkan diri. Selesai mandi dia pun membangunkan adik-adiknya yang menyuruh mereka untuk segera mandi. Lalita menuju kamar adik-adiknya yang memang terpisah dari kamarnya, dia pun masuk ke salah satu bilik kamar yang di dalamnya terdapat beberapa ranjang susun.

Panti asuhan adalah tempat tinggal mereka, Lalita sebagai yang tertua di sana berusaha untuk membantu ibu panti untuk menjaga adik-adiknya. Bagi Lalita mereka adalah keluarga kandungnya, walaupun mereka terlahir dari rahim yang berbeda, Lalita sangat menyayangi mereka semua, begitu pun dengan Ibu panti yang selalu menjaga mereka dan merawat mereka dengan sepenuh hati.

Lalita merasa sangat berutang Budi kepada Ibu panti. Oleh karena itu, dia yang sudah besar ini berusaha untuk membantunya agar Ibu panti tidak terlalu kelelahan ketika merawat mereka.

"Adik-adik, ayo bangun ...." Lalita memasuki kamar tersebut dan membangunkan satu persatu dari mereka secara bergantian.

"Bangun, udah siang, nih. Liat tuh matahari sudah mulai naik," ucap Lalita sambil menarik selimut satu persatu dari mereka agar mereka segera bangun.

Akhirnya satu persatu dari mereka pun bangun dan terduduk di ranjangnya sambil mengucek matanya. "Masih ngantuk loh, Kak," ucap salah satu dari mereka.

"Udah, ayo bangun. Setelah itu langsung mandi dan bersiap untuk sekolah," ucap Lalita lagi.

"Aku bagian mandi terakhir aja, ya, Kak. Aku masih ngantuk soalnya," ucap salah satu anak yang ranjangnya berada di paling pojok. Dia pun kembali merebahkan dirinya di atas kasur sambil menghadapkan wajahnya pada tembok.

"Kamu ini, ya. Nanti kalo kamu tidur lagi nggak bakal ada yang bangunin, cepetan bangun sekarang!" ucap Lalita dengan tegas. Alhasil membuat mereka segera turun dari ranjang masing-masing dan keluar dari kamar.

Melihat mereka yang sudah keluar dari kamar, Lalita pun segera membereskan kamar tersebut dan menyiapkan perlengkapan sekolah mereka, sedangkan Lalita sendiri sudah siap dengan seragam sekolah yang melekat pada tubuhnya.

Selesai membereskan kamar adik-adiknya, Lalita pun bergegas menuju ke dapur untuk membantu Ibu panti. Sesampainya di dapur Lalita melihat bahwa Ibu panti tengah memasak untuk sarapan mereka, Lalita langsung saja menghampirinya dan menawarkan sebuah bantuan kepadanya.

"Bu, aku bantuin, ya," ucap Lalita.

"Nggak perlu, Nak. Kamu sudah rapih nanti kotor lagi," tolak Ibu panti dengan lembut.

"Nggak, Bu. Aku bantuin ya gapapa, kok." Lalita mencoba untuk kembali memberikan bantuan.

"Yasudah, ini kamu bantu bawa beberapa masakan yang sudah matang saja ke meja makan, ya," ucap Ibu panti pada akhirnya. Lalita pun tersenyum dan segera melakukan perintah tersebut, dia membawa beberapa makanan yang sudah disiapkan pada piring untuk dibawa ke meja makan.

Lalita mulai menata makanan di meja makan dibantu dengan Ibu panti juga yang kini sudah menyelesaikan masakannya. "Semuanya suda siap, sekarang kamu siap-siap dulu sana. Setelah itu baru kita semua sarapan, sekalian menunggu adik-adik selesai mandi dan bersiap-siap," ucap Ibu panti.

"Baik, Bu, kalo begitu aku pergi bersiap-siap dulu." Lalita pun berlalu dari hadapan Ibu panti dan pergi menuju ke kamarnya, Lalita bersiap untuk mengambil tasnya dan memeriksa kembali isi tasnya sebelum membawanya keluar dari kamar karena takut ada yang tertinggal, setelah itu Lalita pun memakai kaus kakinya dan juga sepatunya, terakhir dia juga merapihkan kembali rambutnya yang sedikit berantakan.

Lalita berdiri di depan cermin yang sudah sedikit buram itu. Dia menatap penampilannya yang sudah rapih. Setelah itu dia pun segera keluar dari kamarnya untuk kembali ke meja makan, untuk sarapan bersama.

Setelah selesai sarapan Lalita pun pamit untuk berangkat sekolah, sedangkan adik-adiknya yang juga sudah mulai sekolah akan diantar oleh Ibu panti langsung, dan beberapa yang belum sekolah tetap tinggal di panti.

"Bu, aku pamit berangkat sekolah dulu, ya." Lalita mencium punggung tangan Adiba, Ibu panti. Setelah itu dia pun bergegas keluar dari rumah sederhana tersebut untuk pergi sekolah.

Lalita berangkat dengan hati yang gembira, dalam perjalanannya dia sesekali bersenandung kecil sambil sedikit berloncat ria. Lalita adalah seorang perempuan yang begitu ceria, auranya yang selalu memancarkan kebahagiaan itu membuat beberapa orang tertarik dan merasa nyaman dengannya, tapi ada saja orang yang juga tidak menyukainya arena Lalita hanyalah seorang anak panti asuhan, Lalita tidak pernah memikirkan hal tersebut, dia begitu cuek, yang terpenting dirinya sangat bahagia tinggal di panti asuhan.

Perjalanan Lalita untuk sampai ke sekolahnya cukup jauh, Lalita memutuskan untuk berjalan kaki karena dia ingin berhemat, lagi pula jalan kaki pagi-pagi itu sehat, sekalian olahraga. Jarak dari panti asuhan ke sekolah memang cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki, membutuhkan waktu sekitar 30 menit, oleh karena itu Lalita berangkat lebih pagi agar tidak terlambat.

Lalita kini menghentikan langkahnya dan melihat kanan kirinya untu menyebrangi jalan, saat dirasa jalanan sudah sepi Lalita pun bersiap untuk menyebrang tetapi dari sebelah kirinya ada sebuah mobil yang melaju dengan cepat membuat Lalita terkejut dan hanya bisa menutup matanya rapat-rapat sambil berteriak.

Untungnya mobil tersebut berhasil mengerem dengan pas dan tidak menabrak Lalita. Teriakan kuat Lalita tadi membuat beberapa orang menghampirinya dan bertanya mengenai keadaannya, perlahan Lalita pun membuka matanya dan melihat bahwa dirinya baik-baik saja.

Orang yang berada dalam mobil itu turun dengan wajah yang menahan amarahnya, dia pun berdiri di hadapan Lalita dan menatapnya tajam. "Kamu cari mati ya? Kalo mau nyebrang itu liat kanan dan kiri dong bukan cuman liat satu arah doang!" ucapnya kepada Lalita membuat Lalita sedikit tersentak karena suara orang tersebut yang begitu keras.

"Kamu liat kan, orang-orang mikirnya saya nabrak kamu!" ucapnya lagi.

"Maaf, Pak, tapi tadi saya sudah melihat jalan kok dan tiba-tiba saja mobil Bapak melaju dengan cepat, seharusnya Bapak bawa mobilnya jangan ngebut-ngebut, dong," ucap Lalita mencoba untuk membela diri.

"Loh, kok, kamu malah nyalahin saya? Jelas-jelas ini salah kamu yang nyebrangnya nggak liat jalan!" ucap Bapak tersebut yang tak terima disalahkan.

Keributan tersebut menjadikan Lalita sebagai tontonan, beberapa orang datang untuk melihat dan mendekat ke arah mereka.

"Sudahlah, Pak, ngalah saja sama anak kecil, lagian semuanya baik-baik saja kan tidak ada yang terluka dan dirugikan." Salah satu orang melerai mereka dan membuat Bapak tersebut mengalah, alhasil dia pun kembali memasuki mobilnya tanpa berkata apapun.

Di sisi lain seseorang yang berada di dalam mobil yang terparkir di depan supermarket itu menatap ke arah Lalita dengan intens, Lalita yang merasa risih terus-menerus ditatap olehnya segera menyebrangi jalan tersebut dan pergi dari sana.

Lalita tidak tahu siapa orang yang berada di dalam mobil itu tetapi, ntah mengapa orang tadi menatap Lalita sampai sebegitunya, Lalita pun menggeleng pelan untuk mengusir pikiran tersebut, dia pun segera melanjutkan jalannya agar cepat sampai di sekolah.