Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 7 : My Enemy to be My Husband

Raline perlahan melangkahkan kakinya ke arah mereka berdua.

TAP..

TAP..

Wajahnya dingin, tetapi mengguratkan kebencian teramat sangat dengan apa yang dilihatnya sekarang.

Tristan yang sedang asyik mengobrol dengan Kanaya terdiam melihat Raline yang tiba-tiba saja sudah ada di depannya.

Raline tidak berbicara apapun, ia hanya menatap sesaat melihat mereka berdua lalu menyeringai.

Kemudian kembali melangkahkan kaki pergi untuk masuk ke dalam rumah.

Raline merupakan wanita yang akan diam jika ia benar-benar marah dengan seseorang dan yang paling memahami hal itu adalah Sang ayah dan juga Pak Anton.

Tristan yang tadinya ada duduk disamping Kanaya, beranjak untuk mengejar Raline yang pergi tanpa kata.

Ia memahami bahwa Raline terlihat sangat marah dengan apa yang tadi dilihatnya.

Tangan Raline ia raih menggenggam dengan erat-erat, ia tidak ingin Raline memikirkan hal pias yang mungkin akan menjadi kesalahpahaman dengan apa yang sedang terjadi.

Tatapan dingin dan tajam Raline jelas terlihat dari kedua manik cokelat hazel nya. Sesaat kedua maniknya memandang ke arah wajah wanita itu, yang terlihat bagai tanpa dosa setelah ketahuan berdua saja dengan laki-laki yang disebutkan oleh sang Ayah adalah Calon menantu keluarga ini.

"Lepaskan" Ucap Raline, suaranya datar dan terkesan dingin.

Genggaman tangan ini terlepas. Kakinya lalu melangkah, memunggungi Tristan lalu masuk kedalam rumah.

*

*

Waktu menunjukkan pukul 6 pagi.

Raline terlihat sedang berada di Taman bunga belakang ditemani oleh beberapa pelayan rumah tangganya.

Kedua tangan nya, terlihat merapikan beberapa bunga yang tampak tidak beraturan.

Di sepanjang mata memandang, terdapat jenis bunga mawar yang terlihat indah.

Taman bunga ini sendiri merupakan taman milik mendiang sang ibu, yang sangat menyukai Bunga Mawar. Sebenarnya ada satu bunga yang lebih ibu nya sukai yaitu bunga tulip tapi jenis bunga itu sangat sulit dipelihara di negara ini.

Terlihat beberapa jenis bunga mawar disini dari bunga mawar merah hingga mawar hitam yang sangat langkah.

Tristan mendekati Raline yang sedang memotong beberapa rumput liar dengan gunting besar itu.

"Good morning?" Sapa Tristan, sembari menyimpulkan senyumnya.

Tatapan wajah Raline tidak seperti biasa. Walaupun dirinya merasa jengkel dengan Tristan Raline pasti akan membalas ucap Tristan tetapi tatapan wanita yang ada didepannya ini tampak berbeda.

"Bu,bahan makanan sudah siap?" Tanya Raline pada salah satu pelayan dirumah nya ini.

Pagi ini Raline akan membuatkan sarapan untuk Ayahnya.

Wajah nya melengos tanpa mempedulikan Tristan yang tadi menyapanya.

*

Di Meja makan besar sudah tersaji beberapa makanan lezat yang dimasak langsung oleh Nona mudah Keluarga ini.

Senyum Raline mengembang sesaat melihat Ayah keluar dari dalam kamarnya yang berada di lantai satu.

"Yah ayo makan" Ucap Raline sembari merangkul tangan Darmawan, lalu menuntunnya menuju meja makan.

Tristan menatap Raline yang tampak baik-baik saja pagi ini, tetapi masih saja mengacuhkan dirinya.

Setelah itu, mereka pun menyantap sarapan pagi bersama.

"Yah Raline setuju menikah dengan Tristan" ucap Raline sembari menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Semua yang ada di meja makan Tampak terkejut tidak terkecuali Tristan.

Ia menatap tajam Raline yang sedang memperlihatkan senyum dan bersandiwara kepada mereka semua.

Sedangkan Kanaya terlihat tertunduk, ia tahu jelas apa alasan Raline menerima perjodohan ini.

*

Mobil yang dikendarai oleh Pak Anton melaju sesaat setelah Ayah dan juga Kanaya mengantarkan kepergian Raline dan juga Tristan.

Senyum Raline yang sedari tadi mengembang berubah Dingin.

"Pak stop!" Ucapnya.

"Pindah duduk di depan" Titah Raline kepada Tristan yang sekarang duduk di sampingnya.

Helaan nafas Tristan terdengar berat, terpaksa lalu ia berpindah untuk duduk di kursi depan.

Tristan melirik Raline dari kaca dalam mobil, Tampak Raline yang sedang duduk di belakang tengah menatap kosong keluar jendela mobil.

*

DM Company and Coorporation, Pukul 09.00.

Anita sudah ada di depan pintu masuk untuk menyambut Atasannya.

"Mana jadwal hari ini ?" Sambil menyodorkan tangan nya kepada Anita.

Tristan yang ada disampingnya tidak dipedulikan sama sekali olehnya. Kedua manik cokelat hazel nya tengah fokus melihat jadwal yang akan dilakukannya hari ini.

*

Di ruangan Tristan.

Tristan tampak menatap tajam foto yang ada di atas mejanya, foto Raline. Entah sejak kapan foto itu sudah ada di mejanya.

Ia terus berpikir lalu menutup matanya, mencoba dengan serius mencerna apa yang Raline katakan pagi ini, bahwa setuju untuk menikah.

Helaan nafas Tristan terdengar berat sekali lagi. Ia mulai Mengambil kesimpulan atas apa yang terjadi pada Raline.

"Dendam"Gumam Tristan.

*

Di dalam ruang Direktur utama.

Raline tampak sibuk dengan dokumen- dokumennya, sesekali ia menatap kosong, entah apa yang sedang dipikirkannya.

Wajahnya Dingin dan dadanya terasa sesak, setelah melihat kejadian semalam.

*****

Malam kemarin.

Setelah melihat Tristan dan Kanaya di Taman Bunga.

Raline tampak angkuh berjalan menuju ke kamarnya. Anak tangga ini dinaikinya satu persatu.

TAK !

Tiba-tiba kakinya terhenti setelah berada di tengah tangga yang sedang ia tapaki.

Wajahnya memucat dan dadanya sesak.

Tiba-tiba Air mata berderai membasahi pipinya, hari kecilnya sedang merasakan kekecewaan teramat sangat dengan apa yang dilihatnya tadi.

"Pandangan mata Tristan masih sama seperti tujuh tahun lalu saat melihat Kanaya" Gumam nya dalam hati.

Semalam tangisannya meledak sejadi-jadinya tanpa Tristan ketahui, di dalam kamar besar itu.

******

TOK..TOK..TOK..

Suara Pintu terdengar.

"Masuk" Sahutnya setelah tersadar dari lamunan.

Tristan lah yang ada di hadapannya sekarang, wajah Tristan tampak menatap lekat pada dua manik bulat nya.

"Ada apa?" Tanya Raline dengan senyum tipis.

"Kenapa menerima perjodohan ini ?" Tanya Tristan

Wajah Raline yang tersenyum berubah dingin. Tatapannya tajam dan diam sejenak.

"Bukankah ini yang kalian harapkan?" Tanya Raline, sembari menyeringai sinis.

"Tidak perlu bersandiwara di depanku, bapak Tristan Handoko, aku hanya menuruti apa yang menjadi Rencana kalian berdua Kepada keluarga ku" Ucap Raline sekali lagi dengan tatapan penuh kebencian.

Tristan yang mendengar ucap Raline mencerna maksud dari wanita ini.

Raline beranjak dari duduknya, lalu langkah kaki nya perlahan mendekati Tristan, sedang berdiri di depan meja kerjanya.

Wajahnya condong ke depan, mulutnya terbuka tepat di sisi daun telinga ini.

"Aku akan menghancurkan dirimu dan Kanaya" Bisik Raline

Raline benar-benar sudah membenci Tristan dengan sepenuh hatinya.

Dirinya sudah mengambil kesimpulan, bahwa Tristan mendekatinya hanya demi Kanaya, sedangkan kesimpulan nya untuk Kanaya adalah menjadi istri dari ayahnya karena ingin mengambil Harta kekayaan mereka.

"Aku sibuk sekarang, masalah pernikahan ini akan aku serahkan semua kepada sekretaris ku nanti kau bisa tanyakan pada Nita" Ucap Raline, sembari melangkahkan kaki untuk kembali duduk di kursinya.

Tristan benar-benar memahami dari tatapan kedua manik cokelat hazel wanita cantik itu, bahwa Raline sudah menghapus semua rasa cinta kepadanya.

Suasana hening seketika, Tristan masih menatap lekat pada Raline.

Tubuhnya kembali tersadar, kemudian langkah kakinya menuju pintu untuk keluar.

Sontak kepala Raline mendongak, memastikan kalau laki-laki itu sudah keluar dari ruangan nya.

Tatapan Raline yang dingin berubah menjadi Nanar, Terasa seperti ada silet yang mengoyak hatinya sekarang.

*

Jam tangan sudah menunjukkan pukul tujuh malam.

Raline masih terdiam di dalam ruangannya, ia bahkan tidak memeriksa beberapa berkas yang ada di atas meja sekarang.

Tidak lama kemudian Pak Anton memasuki ruangan nya, dan mengingatnya untuk beristirahat.

"Baiklah Pak, saya pulang sekarang" Ucap Raline, tampak tidak bersemangat.

*

Di dalam mobil.

"Sweety, pestanya mau seperti apa?" Tanya ayah yang terdengar bersemangat dalam sambungan panggilan suara ini.

"Terserah Ayah saja" Jawab Raline, sedang berada di dalam mobil menuju Apartemen nya.

Setelah selesai berbicara, panggilan ini terputus.

"Non, ada apa?" Tanya Pak Anton yang sedang mengemudi, sembari melirik melalui kaca spion mobil ini.

Sebagai orang yang sudah lama bersama Nona muda, Pak Anton memahami bahwa ada alasan kenapa Raline menerima perjodohan yang tidak diinginkan ini.

Tiba-tiba air mata Raline menetes. Tangisannya semakin menjadi.

Hanya di depan Pak Anton lah selama ini Raline selalu mengungkapkan keluh kesahnya.

Tangisan Raline pun baru terhenti sesaat setelah sampai di parkiran Basemen Apartemen.

Raline keluar dari dalam mobil.

Lalu terlihat kakinya sedang melangkah menuju Lift yang berada di Basemen ini.

Tristan tampak sedang menunggu Raline di dalam mobilnya, ia keluar ketika Raline sudah sampai.

Lalu menghampiri Pimpinan nya yang tidak lain adalah Calon istrinya sendiri, Tristan terdiam sejenak, kemudian memperhatikan kedua mata bulat nan indah itu tampak seperti habis menangis.

Kakinya melangkah perlahan, mendekati Raline.

TAP (Langkah kakinya terhenti)

"Baiklah kita akan menikah dan jangan harap kamu bisa lepas dariku setelah aku menjadi suami mu" Ucap Tristan.

Dengan kedua manik matanya sedang memburu raut wajah wanita cantik yang tengah menatapnya dingin.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel