Chapter 4 : Tristan Handoko
"Murid lelaki dengan nama Tristan Handoko di panggil ke atas podium" Panggil Kepala Sekolah.
Hari ini dirinya kembali mendapatkan juara pertama dalam lomba yang ia ikuti.
Sedangkan, Raline menatap dengan senyuman manis melihat laki-laki yang pujaan nya itu mendapatkan prestasi.
Wajah nya tidak lepas memandangi lelaki tampan diatas podium itu, serta bibirnya terus menyeringai.
"Awas ngiler" Canda Lala yang ada di sampingnya.
******
Raline sudah di dalam Lift, tapi Pintu ini masih terbuka
Tristan melangkahkan kaki masuk ke dalam lift yang sama dengan Raline.
Seketika Raline tampak canggung, ia tidak menyapa laki-laki yang ada di depan, tengah berdiri memunggungi tubuhnya.
Raline yang memiliki tinggi 168 cm, menatap punggung yang tampak tegap ini dengan canggung.
"Kenapa kesini?" Tanya laki-laki yang memiliki tinggi 185 cm ini kepada nya yang sedang berdiri di belakang.
Spontan kepala Tristan menoleh menatap Raline yang sedari tadi hanya diam di belakangnya.
"Oh,aku tinggal disini" Jawab Raline singkat, berpura-pura tenang.
Wajah Raline tampak datar dan dingin ketika Tristan menatapnya. Padahal Dalam hati semua kata-kata bergumul menjadi satu karena merasa sangat canggung sekarang.
"Lantai berapa?" Tanya Tristan yang sudah kembali memunggungi Raline.
"Dua puluh lima" Jawab Raline, singkat.
Wanita yang ada dibelakang Tristan ini tidak seperti Raline yang dulu, sekarang terlihat jauh lebih tenang dan sedikit dingin, pikir Tristan di dalam hati.
TING (Suara pintu Lift terbuka)
Elevator ini tiba tepat di lantai yang dituju. Raline pun keluar, tapi langkah kakinya tengah diikuti oleh Tristan yang ada dibelakang.
"Kenapa dia mengikuti ku?" Gumam Raline sembari berjalan terus menuju Unit Apartemen nya.
TET ( Suara tombol pada Pintu Apartemen).
Pintu itu tengah dibuka dengan Kode rahasia.
Raline yang akan segera masuk melirik dari samping, dan baru diketahui nya ternyata Tristan tinggal tepat di samping Apartemen nya.
Tanpa menoleh, Tristan masuk ke dalam kediamannya setelah membuka dengan kode rahasia yang hanya dirinya yang tahu.
Diikuti Raline yang juga baru membuka pintu, lalu masuk ke dalam Apartemen nya sendiri.
***
Apartemen ini sudah tertata sesuai permintaannya.
Ruang tamu diisi dengan Sofa berwarna hitam, tepat di depannya Televisi 42 inch, dan terletak di atas nakas Televisi tampak Foto Raline dan kedua orang tuanya.
Lampu LED tampak menerangi ruangan yang berdinding putih ini.
Di sana, di dalam dapur sudah terletak Lemari pendingin dengan tipe terbaru dan beberapa alat elektronik dari perusahaannya sendiri untuk memudahkannya memasak.
Berjalan masuk ke ruang kerja miliknya, tertata rapi buku-buku koleksi nya dan juga satu buah Laptop Berwarna putih diatas meja kerja nya.
Ruang kamar juga bercat putih, tergantung gorden putih, dengan Ranjang berukuran king dengan sprei berwarna putih. Semuanya serba putih, karena Raline memang sangat menyukai warna itu, bahkan beberapa barang yang dimilikinya kebanyakan berwarna putih.
Tubuh lelahnya ia rebahkan diatas kasur empuk, sesaat sebelum ia akan membersihkan diri dengan mandi.
Setelah merebahkan tubuh, ia kembali beranjak dari atas ranjang. Lalu kakinya melangkah ke dalam kamar mandi.
Kimono putih milik nya sudah tergantung di balik pintu kamar mandi, sedangkan air terus mengalir mengisi Bathtub besar nya.
Setelah terisi dan dituangkan cairan sabun dengan wangi bunga mawar, lalu tubuhnya ia rebahkan di dalam Bathtub.
*
Jam dinding di ruang tamu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, Raline yang sudah membersihkan tubuhnya, sekarang duduk bersantai di atas sofa hitam sembari menonton televisi.
PING ( Suara pesan masuk)
"Sweety besok makan malam di rumah" ~ Pesan dari Ayah.
Raline hanya membaca dan tidak membalas sama sekali pesan dari Ayahnya, karena sekarang tidak ingin berurusan dengan Ayahnya dulu. Raline ingin menata emosi nya terlebih dahulu dan menerima keadaan yang sudah terjadi sebelum ia menghadapi Ayah dan ibu tirinya nanti.
Setelah menerima pesan, memutuskan untuk beristirahat.
Raline merebahkan tubuhnya di ranjang besar nya.
*
*
TENG !
Suara bell, segera ia buka pintu Itu.
CEKREKK ( Suara pintu terbuka)
"Pagi Non?" Sapa Pak Anton yang sudah datang tepat di pukul tujuh pagi.
Raline yang masih sibuk membuat sarapan mengajak Asisten kepercayaannya ini untuk sarapan bersamanya terlebih dahulu.
Pak Anton sendiri selain sebagai Asisten pribadi Raline dirinya sudah dianggap sebagai Paman dan keluarganya sendiri. Karena itu, Raline sangat menghormatinya, walaupun dirinya adalah atasan Pak Anton.
*
Di dalam Mobil, perjalanan menuju ke DM Company.
"Bagaimana Pak, tentang pengganti GM yang baru?" Tanya Raline yang sedang mencari seseorang berkompeten yang baru, karena Manajer umum yang sekarang akan di pindahkan ke cabang yang ada di negara Jepang.
"Pimpinan sendiri yang memilih nya Non" Jawab Pak Anton yang sedang mengendalikan setir di tangannya.
Keputusan mengenai Manajer Umum yang baru, merujuk bahwa kekuasaan untuk memilih staff eksekutif perusahaan masih di bawah wewenang Pimpinan perusahaan yang sekarang tidak aktif Tidak lain adalah Tuan Darmawan Admotjo.
"Baiklah, nanti Suruh GM yang baru menghadap saya" Perintahnya di dalam mobil yang melaju menuju perusahaan.
*
Gedung Perusahaan yang memiliki 50 lantai ini tampak menjulang tinggi diantara gedung-gedung tinggi lainnya. Terlihat jelas tulisan pada logo dengan nama DM Company and Coorporation di puncak tertinggi gedung yang menghasilkan produk elektronik rumah tangga dan ponsel pintar itu.
Ada tiga puluh cabang yang berada di beberapa negara, antara lain cabang di negara-negara asia, Amerika dan Eropa, dan berpusat di Indonesia.
"Pagi Bu" Ucap sekretarisnya Anita yang sedang menyambutnya di depan pintu masuk.
Sembari berjalan, sekretarisnya ini memberi tahu jadwal terbaru yang akan dilakukan oleh Direktur Utama.
"Baiklah, tolong nanti antar Dokumen yang saya minta kemarin" Ucapnya Sembari mereka bertiga menuju ke lantai tiga puluh menggunakan lift.
*
(Suara ketukkan)
"Ada apa Nit?" Tanya Raline sesaat melihat sekretarisnya ini masuk.
"GM yang baru sudah datang, Bu" jawab Anita.
"Baiklah suruh masuk" Jawab Raline, Masih Terlihat Sibuk menandatangani beberapa dokumen yang baru pagi ini terletak di atas meja kerjanya.
"Pagi bu" Ucap laki-laki dengan suara sedikit berat tapi lembut dan tertata.
"Pagi" Jawab Raline, masih sibuk dengan Dokumen-dokumen yang tengah ia baca.
"Duduk dulu"Lanjut Raline.
Tidak berapa lama menyelesaikan menandatangani dokumen. Raline mendongakkan kepala, lalu menatap tajam ke arah Manajer Umum yang baru, sedang duduk di Sofa itu, tidak lain adalah Tristan Handoko.
"Tristan Handoko" Gumam Raline, baru saja sempat membaca dokumen yang berisi data pribadi dari Staff baru nya itu, dilihatnya sesaat setelah melihat Tristan.
Pada awalnya ia merasa canggung, namun dengan segera ia memposisikan dirinya sebagai seorang pimpinan dari perusahaan ini.
TAK..TAK..
Langkah kaki anggun, Raline meninggalkan kursi dan meja kerjanya untuk duduk di sofa, dengan membawa satu dokumen di tangan kanannya.
Wajah Tristan mengisyaratkan bahwa dirinya sudah mengetahui bahwa atasan nya adalah teman sekolahnya sendiri dan sekaligus gadis yang pernah ia tolak dulu.
Raline yang tampak canggung, segera membuka dokumen pribadi tentang Tristan dan melihat dengan teliti.
"Baiklah Bapak Tristan Handoko, saya hanya ingin menegaskan dengan jelas bahwa saya tidak ingin ada kemerosotan setelah pergantian GM yang baru, GM yang lama sudah bekerja dengan sangat baik dan saya harap anda bisa meningkatkan kinerja yang sudah dipertahankan oleh beliau" Ucap Raline yang terdengar tegas
Melihat seorang wanita dewasa dengan wajah yang cantik, mengenakan blazer berbahan terbaik, dipadu padan kan dengan kemeja putih di dalamnya serta rambut panjang yang dikuncir rapi , membuat Tristan terkesima dengan perubahan seorang Raline Putri Darmawan yang dulu terkenal sangat polos dan tidak pandai berdandan.
"Bapak Tristan" Panggil Raline
"Baik, Bu" Jawab Tristan, setelah tersadar.
"Karena anda dipilh langsung oleh Pimpinan, jadi saya tidak harus mengkoreksi lagi, saya hanya menegaskan point kerjakan semaksimal mungkin dengan hasil terbaik" Lanjut Raline yang tampak mencoba menyembunyikan kegugupannya.
Ponsel Raline tiba-tiba saja berdering.
"Maaf tunggu sebentar" Ucap Raline pada Tristan yang masih duduk di sofa hitam ini.
Kakinya pun melangkah untuk menjawab panggilan, pada ponsel yang terletak diatas meja itu.
Sesaat setelah mengangkat Ponsel.
"Halo, La ?" Wajah sumringah Raline tampak kontras dengan raut wajahnya yang tadi berhadapan dengan Tristan.
Tristan memperhatikan cara berbicara Raline yang terdengar seperti berbicara dengan orang yang juga ia kenal Nabila, sahabat raline saat di sekolah menengah atas..
"Sepertinya dia tidak berubah" Gumam Tristan sembari menyimpulkan senyumnya, ketika melihat Raline mengobrol asyik pada panggilan suara itu,. sembari duduk di kursi empuknya.
Sesekali Raline tertawa kecil dan ia hentikan sejenak karena ia tidak mau lepas kendali di depan bawahannya.
Setelah menutup panggilan suara dari Lala, Raline kembali duduk di depan Tristan.
"Baiklah Bapak Tristan, karena ada proyek baru yang akan di luncurkan awal semester ini saya akan meminta kerjasama anda agar bisa terlaksana dengan baik sesuai jadwal"Ucap Raline sebelum mempersilahkan Tristan untuk kembali bekerja.
"Apa dia tahu mengenai Kanaya"Gumam Raline sesaat setelah Tristan keluar dari ruangannya.
"Hemp.." Helaan nafas nya terdengar berat.
*
(Suara pesan masuk)
"Sweety jangan lupa makan malamnya" Pesan dari Ayah.
Walaupun Raline terlihat enggan untuk datang, tetapi dirinya tidak ingin menjadi anak tidak berbakti yang terus mengabaikan satu-satunya keluarga yang ia miliki.
"Pak Anton tolong belikan bunga Tulip dan beberapa Buah" Ucap nya pada panggilan suara ini.
*
Jam tangan nya sudah menunjukkan pukul 06 sore,
Raline segera merapikan mejanya, lalu bersiap segera menuju ke lantai paling bawah.
Sudah ada Anita yang akan ikut dengannya untuk menghadiri makan malam keluarga, serta Pak Anton. Raline tidak ingin pergi sendiri yang akan membuatnya tampak canggung nantinya.
*
Pagar tinggi itu terbuka otomatis menyambut anak perempuan satu-satunya dari keluarga Darmawan.
Sudah ada seikat bunga tulip dan Parcel berisi buah-buahan terletak di samping tempat duduknya dibelakang.
"Nita dan Pak Anton nanti ikut makan malam sama saya" Ucap nya sebelum keluar dari dalam mobil mewahnya ini.
Beberapa pelayan tampak menyambut Raline yang sudah tidak tinggal disini lagi.
"Apa kabar nya Non?" Tanya salah satu pelayan yang sudah akrab dengan Nona muda keluarga ini.
"Baik Bu" Jawab Raline, sembari tersenyum.
"Sudah di tunggu bapak dan ibu serta Mas Tristan" Ucap Pelayan ini.
"Tristan?!" Celetuk Raline pelan.
Perlahan kakinya melangkah ke ruang makan.
Tristan yang dimaksud adalah Tristan yang tentu saja dikenalnya.
"Kenapa dia bisa disini?lalu kenapa dia tampak tenang dengan ada nya Kanaya sebagai istri ayah?"Pikirannya berkecamuk melihat keberadaan Tristan yang berada diantara Ayah dan Kekasih masa sekolahnya itu.
"Hi Sweety" Sambut ayah yang langsung memeluk dan mencium kening Raline.
Raline tidak ingin sang Ayah tahu hubungan Kanaya dan Tristan dulu, hingga ia hanya diam saja di meja makan.
"Bi,Tolong ambilkan sup yang saya buat untuk Raline" Ucap Kanaya
"Sup apa?" Tanya Raline ketus
"Bukannya kamu suka sup ayam" Jawab ibu tirinya
"Siapa yang mengizinkan anda masak sup ayam disini?!" Jawab Raline dengan nada tinggi.
Sup ayam adalah makanan kesukaan Raline yang selalu dibuat oleh mendiang sang ibu sewaktu masih hidup.
Raline yang mendengar kalau Kanaya memasak sup ayam dan seolah-olah menggantikan sosok ibunya dirumah besar ini, tentu saja akan marah besar.
"Raline"Ucap Ayah, dengan suara baritonnya, hanya akan memanggil dengan nama jika ia marah.
"Ada tamu disini" Lanjut Ayah yang merujuk kepada Tristan yang sedang duduk di hadapan Raline sekarang.
"Tamu apa?" Tanya Raline, ketus.
"Dia hanya bawahan ku" Ucap Raline yang semakin meninggikan suaranya.
Tristan tampak terkejut melihat perubahan emosi pada diri Raline,.yang dia tahu Raline adalah Gadis ceria dan sedikit pendiam.
"Yang sopan berbicara dengan calon suami mu!" Bentak Ayah.