Chapter 3 : Kejutan yang tidak menyenangkan
Raline yang masih mematung, melihat sang ayah sedang menggandeng seorang wanita yang seumuran dengannya dan tampak mesra.
Membuat darahnya mendidih dan kepalanya dipenuhi pertanyaan mengenai keberadaan wanita yang pernah membuat ia kehilangan cinta pertamanya itu.
Raline tidak ingin menaikkan intonasi suaranya di depan para kolega perusahaannya, ia harus menjadi Raline yang elegan dan berwibawa.
Darmawan Admotjo mendekati Raline dan berniat mencium kening dan memeluk anak gadis nya ini.
Tetapi, karena Raline sudah merasakan kekecewaan. Sebelum sang Ayah memeluk dirinya, ia langsung masuk dan mengajak beberapa kolega perusahaan untuk segera menyantap beberapa makanan yang sudah tersaji di meja makan.
*
Di dalam Ruang makan.
Semangat Raline dari kemarin, buyar seketika. Nafsu makannya hilang, wajahnya tampak dingin.
Ditambah Ayahnya baru saja memperkenalkan wanita itu sebagai Istrinya kepada semua orang.
Dengan sopan Raline meminta izin untuk masuk ke dalam kamar tidurnya, dengan beralasan sakit kepala. Walaupun secara tersirat semua yang ada di ruang makan ini mengetahui bahwa Nona muda rumah ini tidak menyukai situasi yang sekarang.
"Saya pamit dulu, silahkan dinikmati hidangannya. Pak Anton tolong dijamu para tamu kita dengan baik" Ucapnya, Tanpa mengacuhkan sang Ayah.
Raline melengos dan menaiki tangga untuk menuju kamar tidurnya yang berada di lantai dua.
*
Sesaat setelah masuk ke dalam kamar tidur, ia terdiam dan mengatur emosi nya di ruangan yang gelap, tanpa penerangan lampu yang belum menyala.
Situasi ini seperti bom Atom yang jatuh tiba-tiba tepat di hati nya. Raline yang tidak pernah marah dan selalu memiliki perilaku yang baik serta kepribadian yang menyenangkan tidak mungkin menunjukkan perubahan sikapnya hanya dalam sekejap.
KRAKKK (Suara pintu terbuka).
Ayah yang sudah tiga tahun tidak kembali, masuk ke dalam kamar dan mendekati Raline yang sedang diam termenung tanpa suara di ruangan besar yang gelap.
Tidak berapa lama, lampu kamar tidur besar ini dinyalakan oleh lelaki paruh baya berumur lima puluh tahun ini.
"Hi, Sweety apa kabar ?" Ucap Darmawan, Sambil mengelus rambut panjang anak gadisnya.
Raline melengos sesaat sebelum sang ayah mencium kening nya. Ia tetap diam membisu, karena takut emosinya meledak dan akan mengeluarkan kata-kata yang sangat tidak sopan.
"Kanaya sekarang adalah ibu mu" Ucap Ayahnya.
Sontak perkataan Ayahnya membuat Emosi Raline meledak tidak terkendali. Ia mengeluarkan kata-kata yang pasti akan menyakiti hati laki-laki ini.
"Keluar dari kamar ku !" Ucapnya menyudahi emosi yang sudah ia luapkan.
Ayah yang tidak pernah melihat sikap Raline sekarang, mengalah dan keluar dari kamar anak gadisnya ini.
Raut sendu tampak terpatri di wajah Darmawan sebelum menuruni anak tangga dan menemui kembali para kolega dan istri muda nya itu.
*
*
Pelayan sibuk di pagi hari menyiapkan sarapan untuk majikan mereka.
Tampak Darmawan dan Kanaya sudah berada di meja makan. Sedangkan Raline belum juga turun dari lantai dua.
Sang Ayah dan Ibu tirinya sengaja belum menyantap sarapan yang tampak lezat ini untuk menunggu Raline.
Tidak lama, Raline turun dengan pakaian formal yang tampak elegan berwarna biru malam dengan sepatu hak tingginya berwarna hitam sembari menjinjing tas dengan dengan lambang LV.
Darmawan mendekati anak gadis nya tersebut dan meraih tangannya untuk segera duduk di kursi. Raline Sontak melepaskan genggaman sang Ayah, dan memanggil Pak Anton.
"Pak Anton, Mobil sudah disiapkan?" Tanya nya.
"Semua sudah siap, Non" Jawab Pak Anton, sesaat setelah membungkukkan tubuh.
Langkah kakinya dari sepatu hak tinggi nya pun terdengar, tengah menuju pintu keluar tanpa melihat Ayah yang sudah mengecewakan nya.
Kanaya tampak memasang wajah masam, sesaat setelah melihat anak tirinya itu pergi begitu saja tanpa pamit.
*
Di dalam Mobil.
"Pak, setelah dari kantor tolong kemasi semua barang saya yang ada di dalam kamar, dan dipindahkan ke Apartemen" Ucap Raline yang duduk di kursi penumpang.
"Baik Non" Jawab Pak Anton, yang tengah mengendalikan setir di kedua telapak tangannya.
Raline memendam kekecewaan nya yang sangat besar terhadap Ayahnya, yang selama ini adalah satu-satunya orang yang paling ia cintai dan dipercayainya.
Raline tidak ingin berdebat berkepanjangan dan membuat suasana rumah menjadi tidak nyaman untuk nya ataupun untuk Ayahnya, karena itu ia berniat pindah dan keluar dari rumah mewah itu.
**
Kediaman Keluarga Darmawan, Pukul 11.30
"Anton, kenapa kembali lagi" Tanya Darmawan yang sedang membaca koran di meja kerjanya.
"Saya disuruh untuk menyiapkan kepindahan non Raline, Tuan" Jawab Pak Anton yang sudah berada di depan meja kerja majikannya ini.
"Pindah?" Tanya Darmawan bingung.
"Non Raline akan pindah ke Apartemennya, dan nanti setelah pulang Nona muda akan langsung kesana, Tuan" Jawab Pak Anton.
Wajah Darmawan tampak menahan emosi mendengar hal tersebut.
"Baiklah kau bisa keluar" Ucap Darmawan yang terdengar tegas.
Sesaat setelah Asisten pribadi anaknya tersebut keluar, diambilnya Ponsel berwarna hitam tipe terbaru miliknya dan segera menyambungkan ke nomor milik anak tunggal nya itu.
TUT !
Sudah beberapa kali ia mencoba menghubungi anak gadisnya itu, tetap tidak dijawab sama sekali.
"Lery, siapkan mobil" Ucapnya menyuruh sopir pribadinya melalui sambungan telepon kabel ini.
*
Di dalam Mobil.
Darmawan tampak terus berusaha menghubungi Raline, tapi tidak juga dijawab.
Tidak berapa lama mobil sedang hitam A-class nya ini berhenti di depan perusahaan yang sudah di pimpin oleh anaknya.
Tampak Manajer umum dan beberapa Staff lainnya menyambut pemilik perusahaan ini.
"Dimana Direktur utama?" Tanya nya kepada manajer umum yang sudah berada di sampingnya saat menaiki lift.
"Di ruangan, Pak"Jawabnya.
Langkah kaki Darmawan terdengar, ia sudah lama tidak menginjakkan kaki di ruangan nya.
Terlihat pimpinan tertinggi perusahaan ini terlihat tegas dan berwibawa.
Beberapa karyawan yang berpapasan dengan nya menyambut dengan hormat.
*
Ruangan di lantai 30.
Tempat dimana pimpinan yang baru dari perusahaan ini berada.
Raline tampak sibuk mengutak-atik laptop putih miliknya di meja kerjanya.
Tiba-tiba pintu yang tadi tertutup terbuka begitu saja.
Sang Ayah yang tidak ia acuhkan sejak kemarin tampak sudah berdiri di depan pintu.
Wajah Ayah selama perjalanan tampak masam, berubah tersenyum saat melihat anak gadisnya itu bekerja dengan serius.
"Kenapa panggilan dari Ayah tidak diangkat ?" Tanya Darmawan yang sudah duduk di sofa
"Sibuk" Jawab Raline tanpa melihat kearah ayahnya.
Seketika sang ayah mendekati Raline yang terus menerus mengacuhkan dirinya.
"Bagaimana dengan proyek baru?" Tanya Ayah untuk mengalihkan pembicaraan yang akan menyulut emosi nya atau pun anak gadisnya ini.
"Berjalan lancar, dan akan dimulai di semester depan" Jawab Raline.
Dan benar saja Raline akan tetap bersikap Professional terlepas dari masalah pribadi Mereka.
"Kenapa mau pindah?" Tanya ayah yang mencoba bertanya pertanyaan yang sedari tadi ingin ia tanyakan.
"Dekat Kantor" Jawab Raline, singkat.
*
Percakapan Antara ayah dan anak ini memanas.
Emosi Raline tersulut saat Ayahnya melarang dirinya untuk keluar dari rumah.
"Aku apa istri kesayanganmu yang keluar ?" Celetuk Raline menaikkan suaranya.
PLAKKK !
Suara tamparan terdengar sesaat, setelah Darmawan melepaskan tamparan di pipi anak kesayangannya ini.
Raline memegangi pipi nya, sedangkan Darmawan tampak menyesal dengan perbuatannya karena emosi sesaat.
"Saya harus bekerja, harap anda keluar " Ucap Raline terdengar menahan emosi.
Jarinya kembali mengutak-atik laptop putihnya.
Sedangkan, sang ayah masih tampak berdiri di meja kerjanya hanya terdiam melihat perubahan sikap putri tercintanya yang terkenal sangat berbakti kepadanya menjadi seorang wanita yang keras kepala.
*
Gedung Utama DM Company and Coorporation.
Tatapan kosong Raline memandangi hiruk pikuk ibukota dari ruang kerjanya yang berada di lantai tiga puluh ini.
Seperti banyak pikiran yang bergelayut di kepalanya. ia mengingat betapa kekecewaannya sesaat melihat Ayah yang paling ia cintai menggandeng teman sekolahnya sendiri dan wanita itu juga adalah wanita paling Tristan sukai dulu.
(Suara Ponsel berbunyi)
"Non semua sudah disiapkan di Apartemen" Ucap Pak anton.
"Baiklah saya segera turun" Jawab Raline.
Panggilan suara pun terputus.
*
Raline yang baru keluar dari dalam Lift, disambut oleh Pak Anton dan Sekretaris barunya Anita.
Tas jinjing mewahnya sudah berpindah tangan ke tangan Anita.
Langkahnya terdengar dari sepatu hak tingginya.
*
THE ROYAL APARTMENT.
Apartemen yang berada di kawasan elite ini terkenal dengan harga nya yang luar biasa mahal.
Raline memiliki beberapa unit disini, dan akan menempati unit yang berada di lantai dua puluh lima. Unit yang tidak terlalu mewah untuk ukuran seorang Raline yang adalah seorang Pimpinan perusahaan Elektronik nomor satu di Asia.
"Baiklah Pak biar saya sendiri ke atas" Ucap Raline sesaat setelah keluar dari mobil mewahnya ini.
Langkah kakinya terdengar menaiki Lift untuk menuju ke lantai dua puluh lima.
"Tunggu" Seseorang dari luar pintu lift meminta untuk menahan lift agar menunggu dirinya.
Raline langsung menahan lift ini dengan telapak tangannya agar tidak tertutup.
Lelaki dengan mengenakan kemeja putih dan celana chinos berwarna biru malam dengan jas biru malam melilit di pergelangan tangannya memasuki lift yang juga ada Raline di dalamnya.
"Tristan?!" Celetuk Raline.