Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5

Sepanjang perjalanan menuju sekolah Hany, tidak ada satupun dari mereka berdua yang bersuara. Diana menatap keluar jendela sedangkan Ardhi fokus pada jalanan.

Beberapa menit kemudian mobil yang dikendarai Ardhi sudah terparkir di halaman sekolah. Ardhi dan Diana keluar bersamaan dan berjalan beriringan. Taman kanak-kanak itu terlihat lumayan sepi karena sebagian murid dan orang tua sudah pulang. Hanya tinggal beberapa lagi yang belum dan sedang menunggu jemputan.

"Mama!" Teriak seorang gadis kecil sambil berlari kearah Diana. Diana tersenyum lalu berjongkok dan merentangkan kedua tangannya menyambut pelukan putri kesayangannya.

"Maaf Mama telat menjemputmu lagi." Sesal Diana. Hany tersenyum kemudian menggeleng.

"Tak apa-apa Ma." Hany mengalihkan pandangannya pada Ardhi yang sedang menonton adegan anak dan ibu itu.

"Om kenapa ada disini?" Tanya Hany bingung.

"Apa Delia sudah pulang?" Tanya Ardhi. Padahal Ardhi tahu kalau keponakannya itu sudah pulang dijemput oleh ayahnya sendiri, Roni.

"Sudah Om. Tadi Delia dijemput Papanya." Jawab Hany dengan mata mengerjap lucu. Ardhi hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti.

"Ayo kita pulang." Ajak Diana seraya menuntun tangan Hany. Kemudian Diana menatap Ardhi dengan tersenyum.

"Terima kasih tumpangannya." Ucap Diana. Lalu kakinya melangkah hendak pergi, tapi Ardhi menghentikan mereka.

"Aku akan mengantarkan kalian. Sebentar lagi hujan turun." Sontak Diana dan Hany mendongakkan kepalanya dan benar apa yang dikatakan Ardhi, hujan akan turun karena awan sudah mendung.

Akhirnya Diana pun setuju Ardhi mengantarnya pulang. Bukan hanya karena sebentar lagi hujan, tapi Diana juga harus cepat pulang untuk menyusui Rio.

Ardhi tersenyum tipis. Rencana untuk mendekati Diana berjalan lancar. Dalam hati Ardhi berterima kasih kepada awan. Karena awan mendung lah Diana menyetujui untuk diantar pulang olehnya.

.

.

.

Seminggu telah berlalu, kini Ardhi rutin menjemput Diana pulang bekerja lalu menjemput Hany dan mengantar mereka pulang. Ardhi juga sudah tahu sedikit tentang kehidupan Diana.

Diana awalnya merasa tidak enak juga merasa aneh karena sikap Ardhi. Tapi sekarang dia merasa biasa saja. Bahkan, terkadang dia merasa senang dan bahagia walaupun dia sendiri tak tahu apa alasannya.

Sekarang, Ardhi sedang berada di apartemen Diana. Sudah biasa kalau Ardhi akan berkunjung sebentar setelah mengantar mereka pulang.

Diana keluar dari dapur menuju ruang tamu dengan membawa nampan yang di atas nya terdapat dua gelas jus jeruk. Kemudian Diana menyimpan dua gelas itu di atas meja.

Ardhi hanya menatap Diana sebentar lalu kembali beralih pada Rio yang sedang dia gendong.

Ardhi sebenarnya baru menyadari, kalau Rio dan Hany mirip dengan seseorang yang Ardhi kenal. Tapi Ardhi lupa siapa. Ardhi dapat melihat kemiripan Diana dengan kedua anaknya, hanya saja hidung dan mata Rio juga Hany berbeda dengan Diana. Dan itu juga yang membuat Ardhi merasa Rio dan Hany mirip seseorang. Entah siapa.

"Hany kemana?" Tanya Ardhi pada Diana yang sedang minum.

"Sedang mengerjakan tugas sekolahnya." jawab Diana seraya menyimpan gelas ke meja. Diana menatap Rio yang sedang berada digendongan Ardhi. Rio terlihat tidur nyenyak.

"Ardhi, biar aku tidur kan Rio di kamar." Ucap Diana seraya mengulurkan tangannya. Ardhi pun langsung menyerahkan Rio kepada ibunya untuk di tidur kan. Diana membawa Rio memasuki kamar tidurnya dan menidurkan Rio di ranjang nya.

Diana keluar dari kamar dan menutup pintu dengan perlahan. Setelah itu Diana kembali ke ruang tamu dan Diana pun dapat melihat Ardhi yang sedang berdiri didekat jendela sambil menatap keluar jendela.

Diana mendekati Ardhi. Dia mempunyai pertanyaan untuk Ardhi yang sudah lama ingin ditanyakan.

"Ardhi." Panggil Diana setelah dia berdiri disamping Ardhi. Ardhi yang dipanggil pun menoleh tanpa bersuara.

"Kenapa kau selalu menjemputku dan mengantarku pulang? Kau tahu, aku masih bisa pulang tanpa jemputanmu." Ardhi tersenyum tipis mendengarnya. Kemudian Ardhi menyampingkan tubuhnya menghadap Diana. Diana pun ikut menghadapkan tubuhnya pada Ardhi.

"Kau tak tahu apa alasanku?" Tanya Ardhi dengan tenang. Diana mengerutkan keningnya kemudian menggeleng tanda tidak tahu.

Ardhi terkekeh pelan lalu tangan kirinya terulur meraih pinggang Diana dan menariknya sehingga tubuh Diana menabrak tubuhnya yang keras dan padat.

Diana merasa tubuhnya kaku. Jantungnya berdetak cepat memompa seluruh darah ke wajahnya membuat wajahnya memerah.

Diana hendak mendorong Ardhi tapi tubuhnya semakin kaku saat Ardhi menyelipkan anak rambutnya ke balik telinganya.

"Apa kau butuh jawaban?" Tanya Ardhi berbisik. Diana hanya mengangguk kaku.

Ardhi menundukkan kepalanya sehingga wajahnya dekat sekali dengan wajah Diana. Ardhi dapat merasakan jantung Diana yang berdetak cepat, tapi Ardhi tak peduli. Kemudian dengan sekali gerakan bibir Ardhi menempel di permukaan bibir Diana.

Diana terbelalak kaget. Tubuhnya serasa beku dan tak bisa bergerak seinchi pun. Bahkan untuk memundurkan kepalanya saja susah saking kaget nya.

Ardhi merasakan tubuh Diana yang menegang tapi tak berontak membuat Ardhi semakin berani untuk menggerakkan bibirnya melumat bibir Diana.

Ardhi melepaskan pagutannya setelah puas dengan apa yang dilakukannya. Kemudian sebuah senyuman tersungging di bibir nya. Inilah yang dia inginkan dari kemarin-kemarin, dan sekarang dia mendapatkannya.

"Jawabannya adalah..." Ardhi menggantung perkataannya. Matanya meneliti ekspresi Diana yang terlihat sangat kaget.

"Karena aku peduli padamu." Setelah berkata seperti itu Ardhi mengecup kening Diana lembut. Kemudian dia melepaskan kecupannya dan melepaskan tangannya dari pinggang Diana.

"Aku pulang dulu. Sampai jumpa besok." Sekarang Ardhi mendaratkan bibirnya di pipi kanan Diana. Hanya sebentar dan setelah itu dia berjalan dan keluar dari apartemen Diana. Senyuman masih tersungging di bibir nya membuatnya semakin tampan.

Setelah kepergian Ardhi, Diana jatuh terduduk. Tangannya bergetar menyentuh daerah-daerah wajahnya yang baru saja menjadi sasaran bibir Ardhi.

Diana menyentuh bibirnya. Matanya berkaca-kaca dan kemudian suara lirih terdengar darinya.

"Itu tidak mungkin."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel