Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Ardhi duduk di kursi kerjanya dengan tangannya yang memegang sebuah undangan. Undangan itu adalah undangan yang diberikan Reina tempo hari.

Dalam undangan itu tertera tanggal pelaksanaannya, minggu depan. Ardhi menimbang-nimbang, apakah dia harus hadir atau tidak. Tapi Ardhi  mengingat Ibunya. Dan Ardhi yakin kalau Ibunya akan melarangnya.

Ardhi melirik jam tangan miliknya. Pukul 11.30. Lalu tangannya menyimpan undangan itu. Kalau saja hari ini Desy menyuruhnya menjemput Delia, Ardhi akan dengan senang hati melakukannya. Tapi, Desy bilang tidak perlu, suaminya Roni yang akan menjemput.

Suara pintu terbuka mengalihkan pikiran Ardhi. Ardhi melihat sekretarisnya yang datang dengan berkas ditangannya.

"Selamat siang Pak." Sapa Alia seraya membungkukan tubuhnya. Ardhi menjawab dengan gumaman saja membuat Alia tersenyum miris.

"Makan siang bersama pimpinan perusahaan Alistair Company akan dilaksanakan di restoran Blitz." Alia membacakan jadwal Ardhi. Dalam hati Alia bersorak, dia bisa bersama Ardhi selama jam makan siang. Itu memberinya peluang untuk mendekati CEO kaku itu.

Ardhi bangkit dari duduknya lalu berjalan mendahului Alia yang mengekori dibelakang. Sepanjang jalan, para karyawati melihat Ardhi dengan tatapan memuja dan melihat Alia dengan tatapan iri.

Ardhi langsung memasuki mobilnya saat sudah sampai diparkiran. Alia pun mengikuti dan duduk disamping Ardhi. Detik kemudian mobil itu pun melesat dan berbaur dengan kendaraan lainnya.

Tidak lama kemudian, Ardhi dan Alia sampai di tempat pertemuan, restoran Blitz. Mereka berjalan menuju meja yang sudah dipesan oleh kolega Ardhi.

"Selamat siang." Sapa Ardhi saat sudah sampai di meja yang menjadi tujuannya. Rekan kerja Ardhi yang sedikit lebih tua dari Ardhi bersama seorang wanita disampingnya berdiri dan mereka berempat pun saling berjabat tangan.

"Maaf menunggu lama." Ucap Ardhi dengan suara dinginnya. Rekan bisnisnya hanya tersenyum maklum.

"Tidak apa-apa. Kami juga baru sampai." Ucap si wanita.

"Kita pesan makanan dulu." Si pria berbicara kemudian tangannya melambai memanggil pelayan.

"Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya si pelayan. Ardhi mengerutkan keningnya merasa pernah mendengar suara itu. Karena penasaran, Ardhi pun mendongak dan matanya menangkap wajah lugu seorang wanita yang sejak kemarin memenuhi pikirannya. Diana.

Diana mencatat pesanan kolega Ardhi lalu setelah selesai, Diana mengalihkan tapannya pada Ardhi. Diana terpaku sesaat saat kembali bertatap dengan pria yang kemarin berkunjung ke apartemennya itu. Namun sedetik kemudian, Diana tersenyum lembut.

"Tuan mau pesan apa?" Tanya Diana seraya tersenyum lembut pada Ardhi. Ardhi merasa jantungnya terpompa hebat melihat senyuman indah Diana. Matanya menatap lekat wajah cantik dan lugu yang selalu terbayang-bayang oleh dirinya itu.

"Pak." Tegur Alia pelan karena bosnya itu malah melamun. Ardhi tersadar lalu berdehem pelan. Kemudian dia menyebutkan pesanannya dan Diana pun mencatat nya.

"Terima kasih. Silahkan tunggu sebentar." Ucap Diana lembut. Kemudian dia pergi dan menghampiri meja-meja yang lain.

Ardhi tidak bisa fokus membicarakan tentang bisnis yang sedang dibahas olehnya dan juga rekan kerjanya. Matanya terus saja melirik Diana yang bolak-balik dari meja satu ke meja lainnya.

Hingga tak terasa, bahasan mereka pun sudah selesai. Ardhi bahkan tak ingat apa-apa tentang bahasan barusan. Tapi, dia tak perlu repot memikirkannya, karena Alia pasti mencatat semua yang penting.

Makan siang pun selesai, dan mereka bersiap untuk kembali ke kantor masing-masing. Saat sudah berada diluar restoran, tak sengaja Ardhi melihat wanita yang dicari-carinya. Wanita itu terlihat sedang menunggu angkutan umum.

"Alia, kau pulang ke kantor naik taksi saja. Aku ada urusan penting dulu." Setelah berkata seperti itu pada sekretarisnya, Ardhi langsung pergi tanpa mendengar jawaban terlebih dahulu dari Alia.

Diana melirik ke kanan ke kiri mencari taksi atau angkot. Tapi tak ada satupun yang lewat. Dia harus menjemput Hany sekarang.

Diana menghembuskan nafas kesal. Disaat butuh, semua angkutan umum malah tidak ada. Diana menyesal tidak menerima tawaran temannya tadi untuk pulang bersama. Diana pun memutuskan untuk kembali ke restoran dan meminta tumpangan kepada teman se pekerjaan nya.

Diana berbalik hendak kembali, tapi dia kaget karena seseorang berdiri dibelakangnya. Keseimbangannya pun goyah dan dia hampir saja jatuh terjerembab ke atas tanah kalau saja tidak ada tangan yang menahannya.

Diana menatap penolongnya itu. Kemudian matanya terbelalak kaget saat mengetahui siapa yang menyelamatkannya. Sesaat Diana merasa terhipnotis oleh manik hitam yang menatapnya tajam itu. Dengan tidak sadar, bibir Diana sedikit terbuka dan batinnya yang kini memuji ketampanan pria didepannya itu. Diana bahkan tak percaya, ada pria setampan itu.

Ardhi menggeram dalam hati. Kalau saja dia tak punya pengendalian diri yang tinggi, pasti dia sudah melumat habis-habisan bibir ranum Diana yang sedikit terbuka itu seolah mengundangnya untuk menjelajahi mulut hangat wanita itu.

Akhirnya, untuk mengalihkan perhatian dari bibir Diana, Ardhi pun bertanya pada wanita itu.

"Kau tak apa-apa?" Tanya Ardhi dengan datar. Diana tersadar dari lamunannya dan matanya mengerjap-ngerjap membuat kesan lucu dia mata Ardhi.

"A-aku tidak apa-apa." Jawab Diana sedikit terbatas. Diana kembali menyeimbangkan tubuhnya untuk berdiri dan tidak jatuh lagi.

"Sedang apa disini?" Diana menatap Ardhi dengan heran. Kenapa pria ini bertanya?

"Sedang menunggu taksi. Aku harus menjemput anakku." Jawab Diana lagi.

"Ikut aku." Perintah Ardhi. Diana yang tak mengerti hanya diam saja dengan wajah bingung.

"Kita pergi bersama. Aku juga harus menjemput keponakanku." Jelas Ardhi. Diana pun mengangguk dengan kaku. Awalnya dia ragu, tapi dia juga tak bisa menunggu taksi lebih lama lagi. Akhirnya Diana pun mengikuti Ardhi memasuki mobil mewah pria itu.

Tanpa Ardhi dan Diana ketahui, sedari tadi ada yang memperhatikan mereka dari jauh. Seorang wanita dengan pakaian kantor dan berkas dipelukannya.

Mata wanita itu memperlihatkan sorot kebencian. Tangannya mengepal kuat hingga kuku panjangnya menembus kulit telapak tangan. Wanita itu adalah Alia.

Alia menggeram marah. Selama 3 tahun dia berusaha mencuri perhatian Ardhi, tapi tak pernah berhasil. Dan sekarang, dia melihat Ardhi menolong seorang wanita yang bekerja sebagai pelayan di restoran tadi. Bukan hanya menolong, Ardhi bahkan membawa wanita itu memasuki mobilnya. Itukah yang Ardhi sebut dengan urusan penting?!

"Dasar murahan!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel