Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 17 Tenang Sebelum Badai

Seorang siswa berpakaian agak longgar dan celana seragam yang berbentuk aneh terlihat terkantuk-kantuk di tempat duduknya. Meskipun celananya berwarna abu-abu seperti siswa yang lain tapi bahan kain yang digunakan terlihat lebih lemas dan tidak kaku. Selain itu tidak ada jahitan tepi sepanjang celana itu.

Anak tersebut sesekali akan membuka matanya dan melirik ke seantero kelas sebelum akhirnya beberapa saat kemudian kembali terkantuk-kantuk lagi. Dia bernama Rino Permata. Panggilan akrabnya Rin. Baik kawan ataupun musuhnya, memanggilnya dengan sebutan Rin.

Rin terkenal dengan kemampuan beladirinya, tetapi berbeda dengan Fariz, Rin berlatih Taekwondo. Itulah kenapa dia membuat sendiri celana seragam sekolah yang berbahan dasar sama dengan celana taekwondonya tapi berwarna abu-abu.

Sebagai pentolan grup beladirinya, Rin tentu saja sudah menerima informasi yang tersebar luas semalam tentang si Anak Baru yang sekarang terkenal dengan sebutan Bocah Gila itu. Tapi dia tidak mendapatkan informasi dari sumber kedua seperti Fariz atau mengeluarkan uang untuk membayarnya seperti Bram.

A Long memberitahu Rin informasi ini dengan gratis. Sama sekali tanpa membayar.

Bagaimana mungkin seorang pebisnis seperti A Long yang selalu memikirkan uang dapat memberikan info itu secara cuma-cuma?

Itu semua karena status Rin. Sama seperti rekan sekelasnya, Rin anak orang kaya dan berpengaruh. Dia tidak kekurangan uang. Tapi Rin memiliki satu hobi yang aneh. Dia memanggap dirinya seorang tentara bayaran atau seorang pembunuh sewaan.

Entah sejak kapan dan kenapa Rin menjadi suka dengan identitasnya itu.

Jadi, meskipun terkadang Rin tidak kekurangan uang, dia akan melakukan tindakan kriminal untuk menghajar seseorang asalkan ada pihak yang menyewanya. Meskipun nominal uangnya tidak seberapa bagi Rin sendiri.

Mungkin Rin seharusnya membutuhkan pemeriksaan ke dokter jiwa.

Untuk kali ini, A Long dengan baik hati memberikan informasi secara gratis kepada Rin, dengan syarat, Rin harus bekerja sama dengan Kupu Mas di masa yang akan datang. Rin tidak menolak permintaan A Long, dengan syarat, setiap kali dia melakukan suatu ‘mission’ harus ada reward yang dia terima dari Kupu Mas. A Long setuju tanpa berpikir dua kali.

Sejak pagi tadi, suasana kelas terasa lain.

Siswa-siswa yang biasanya ribut dan bertingkah sesuka hati juga terlihat lebih tenang dan mendengarkan guru di depan dengan tertib. Bahkan salah satu guru yang mengajar di jam pelajaran kedua sampai meneteskan air mata saat melihat perubahan di kelas 2J.

Munding juga menyadarinya, sekali dua, ada seseorang yang memancarkan niat jahat untuk mencelakainya. Tapi Munding merasa aneh saat melihat ke seluruh teman sekelasnya. Kenapa mereka mendadak berubah menjadi pendiam?

Amel juga terlihat kebingungan di sebelah Munding. Dia tak berhenti melirik ke teman-teman sekelasnya yang lain. Yang biasanya akan teriak dan tertawa sendiri atau tak henti-hentinya mengobrol dan bercanda tanpa memperdulikan guru di depan kelas.

Munding tahu kalau semua ini pasti berhubungan dengan dirinya. Firasatnya mengatakan seperti itu. Tapi dia tidak tahu apa itu. Munding terdiam dan memejamkan matanya sebentar.

“Seribu satu tipu muslihat, tidak akan berarti di hadapan sebuah kepalan tangan dengan kekuatan yang sesungguhnya.”

“Hancurkan semua tipu muslihat musuhmu dengan kepalan tanganmu.”

“Ketika kepalan tangan sudah terayun dan terarah ke kepalamu, tipu daya apalagi yang mau kau gunakan?”

Munding tersenyum dan membuang napas panjang. Untuk sesaat tadi, kata-kata Bapak Mertuanya mengingatkan dia kembali betapa pentingnya ‘personal strength’, betapa pentingnya ‘kemampuan diri’. Di hadapan kekuatan dan kemampuan yang sesungguhnya, semua tipu daya tidak akan berguna.

Munding pun kembali menarik napas dalam, “tipu muslihat hanya untuk pengecut, kepalan tangan berbicara lebih banyak daripada semua rencana busukmu.”

Setelah itu Munding berhasil menenangkan diri dan kembali fokus ke pelajaran di depan dan tidak memperhatikan lagi tatapan sinis dan rasa iba yang dia terima dari kawan sekelasnya.

Mulai dari pagi hingga sepulang sekolah, semua siswa di kelas 2J terlihat menjadi siswa yang baik, mereka hanya sesekali saling berbisik satu sama lain. Dan akhirnya waktu penantian pun tiba.

Jam pulang sekolah berbunyi, tapi tidak ada satupun siswa yang berdiri meninggalkan kursinya. Mereka semuat tetap terdiam dan duduk di kursinya. Semua pandangan mata mengarah ke Munding.

Munding tersenyum membalas tatapan mata semua kawan-kawan sekelasnya.

Ibu Guru untuk mata pelajaran terakhir adalah seorang wanita paruh baya yang menggunakan jilbab. Dia sadar kalau sedari awal mata pelajarannya, seisi kelas 2J bertingkah aneh. Ini kali pertama mereka menjadi murid yang tenang dan tidak berulah.

Tapi saat pelajarannya berakhir, tidak ada satupun siswa yang beranjak dari tempat duduknya. Ibu Guru tersebut juga merasa sedikit kebingungan dan tetap berada dalam ruang kelas. Dia ingin menanyai salah seorang siswi yang duduk di depan ketika tiba-tiba terdengar suara teriakan keras dari barisan bangku belakang.

“Ini bukan urusanmu!!! Tinggalkan kelas ini!!”

Ibu Guru yang malang tersebut kaget dan meloncat di tempatnya ketika mendengar suara bentakan keras tersebut. Dengan tubuh gemetar ketakutan, dia melihat ke arah sumber suara tersebut dan melihat sesosok siswa yang menggunakan jaket hitam sedang melotot ke arahnya.

“Kau dilahirkan dari batu ya? Tak ada yang mengajarimu untuk bersikap sopan dan hormat kepada orang tua?” tanya Munding dengan suara pelan tanpa menoleh ke belakang.

Ardi, siswa yang membentak guru tadi, berdiri dari kursinya dan ingin bergerak ke kursi Munding ketika tangan Bram yang duduk di sebelahnya mencegah dia.

“Munding kan? Aku Bram dan ini sahabatku Ardi. Kami sangat senang sekali mempunyai kawan baru di kelas kami ini. Kalau boleh, kami ingin berbincang-bincang sebentar denganmu, sekedar menambah keakraban antara kita, bagaimana?” kata Bram dengan nada datar.

Si Ibu Guru malang melirik ke arah Munding yang tadi sempat membelanya saat Ardi membentaknya dan memberikan Munding pandangan iba, kini dia tahu kenapa siswa-siswa 2J belum meninggalkan bangkunya. Rupanya ada ‘acara’ penyambutan siswa baru.

Ibu Guru melihat ke arah Munding dan terlihat menggumamkan kata maaf ke arah Munding yang dibalas Munding dengan senyuman, setelah itu si Ibu tadi langsung menyambar tasnya dan melesat meninggalkan kelas neraka ini. Dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk menolong Munding. Satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah kembali ke ruang guru dan memberitahu Kepala Sekolah soal insiden ini.

Laporan yang dia tahu tidak akan ada gunanya, karena siswa yang bernama Bram itu, pernah mendatangi rumah Kepala Sekolah mereka dan mengancamnya langsung, tidak ada tindakan apapun dari pihak berwenang atas insiden itu.

“Bram?” suara Munding terdengar mengulangi nama siswa yang barusan memperkenalkan dirinya itu.

Pelan-pelan, dia menolehkan kepalanya ke arah Bram yang duduk di barisan paling belakang. Amel yang duduk di sebelah kiri Munding terlihat tegang tapi tanpa rasa takut sama sekali. Amel tahu kalau tidak ada satupun siswa nakal di sekolah ini yang berani menganggu dirinya.

Tidak akan berani, selama mereka masih waras dan tidak berniat mencari gara-gara dengan militer. Karena itu, dia senang sekali ketika Munding menjadi target anak geng terkuat no 1 di sekolah mereka, si Bram MinMaks.

Setelah Munding berhadap-hadapan dan bertatapan mata dengan si Bram, Munding menyunggingkan senyuman mengejek. Semua kawan sekelas mereka memperhatikan gerak-gerik mereka dengan teliti. Banyak diantara mereka bahkan dengan diam-diam merekam konfrontasi ini dengan smartphone mereka.

“Jadi namamu Bram ya? Kemarin, kupikir kamu itu cewek yang lupa memakai jilbabnya. Setahuku hanya cewek yang memakai seragam lengan panjang di SMA ini,” kata Munding pelan dengan senyuman sinis di bibirnya, tapi kata-katanya terasa seperti pisau yang menancap di dada Bram.

Seisi kelas seakan seperti terkena sengatan petir. Si anak baru itu berani ngatain Bram MinMaks seorang cewek? Dan seperti sudah dikomando, hanya satu sebutan keluar dalam kepala mereka secara serentak.

Bocah Gila.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel