Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3. Lukisan Yang Hidup

Setelah berhari-hari terjebak dalam proses melukis dan terinspirasi oleh mimpinya tentang Juan, Bram akhirnya menyelesaikan lukisan itu. Dengan penuh kegembiraan dan rasa cemas, dia melihat hasil karyanya. Lukisan itu menggambarkan Juan dengan semua keindahan yang dia inginkan, dikelilingi oleh latar belakang yang penuh warna dan nuansa mistis.

“Wah, ini... ini luar biasa!” ucapnya sendiri, terpesona oleh detail yang hidup dalam lukisannya. “Seandainya dia bisa melihat ini.”

Namun, saat Bram melangkah mundur untuk mengamati keseluruhan lukisan, sesuatu yang aneh terjadi. Lukisan itu mulai bergoyang, dan warna-warnanya tampak bergetar.

“Hah? Apa yang terjadi?” pikirnya, jantungnya berdegup kencang.

Tiba-tiba, dari dalam kanvas, cahaya terang memancar, dan sosok Juan muncul perlahan-lahan, namun hanya berupa bayangan, seolah-olah dia melangkah keluar dari lukisan. Bram terbelalak, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Juan?” suaranya bergetar. "Ini nyata atau hanya halusinasi?"

“Bram... aku di sini!” Juan menjawab, suaranya lembut namun penuh kekuatan. Dia terlihat lebih nyata dari sebelumnya, dengan gaun indah yang berkibar lembut seolah tertiup angin.

Bram terdiam, bingung antara rasa senang dan ketakutan. Ia belum sepenuhnya percaya dengan pandangan matanya. Pikiran bawah sadar masih bergulat dengan otak sadarnya.

“Tapi... ini tidak mungkin! Kamu... kamu keluar dari lukisanku?” tanyanya, hampir tidak percaya.

“Ya, aku terjebak di dalam lukisanmu. Setiap goresan yang kamu buat membawaku lebih dekat untuk bebas,” Juan menjelaskan, matanya bersinar cerah. “Tapi aku masih terjebak di antara dua dunia. Aku perlu bantuanmu untuk keluar sepenuhnya.”

“Bantuan? Apa yang bisa aku lakukan?” Bram bertanya, matanya tak lepas dari wajah putri yang begitu cantik dan misterius itu.

“Lukisan ini adalah jembatan antara dunia kita. Selama kamu terus melukis dan mengekspresikan perasaanmu, aku bisa lebih dekat untuk bebas. Namun, kita harus melakukannya dengan cinta dan keberanian,” jawab Juan, suaranya penuh harapan.

“Cinta? Tapi kita baru bertemu dalam mimpi. Apa mungkin kita bisa memiliki cinta yang nyata?” Bram merasa ragu, meski hatinya berdesir dan jantung berdebar-debar.

“Cinta tidak mengenal batasan, Bram. Kita memiliki ikatan yang kuat. Aku merasakannya setiap kali kamu melukis,” Juan menjawab, langkahnya mendekat, menciptakan aura yang hangat di sekeliling mereka.

Bram menggigit bibirnya, merasakan keraguan dan keinginan yang bercampur aduk. Sedangkan dirinya dengan Juan hanya bertemu dalam dunia mimpi, bagaimana mungkin ada ikatan cinta. Juan meminta tolong untuk bisa bebas dari kanvas, ini tidak masuk akal, pikir Bram.

“Tapi bagaimana kalau aku tidak bisa membebaskanmu? Bagaimana kalau ini semua hanya ilusi?”

Juan tersenyum lembut meskipun hanya dalam bentuk bayangan. Belum seutuhnya tubuh Juan terwujud nyata, hanya samar-samar.

“Tidak ada yang mustahil selama kita saling percaya. Kita harus berjuang bersama. Kamu memiliki kekuatan untuk mengubah duniamu, dan aku percaya padamu,” katanya, menatap Bram dengan penuh keyakinan.

Bram merasa tergerak oleh kata-kata Juan. Dia bertekad untuk melukis lagi yang lebih sempurna. Dengan semangat ia berusaha melukis baru lagi.

“Oke, aku akan berusaha. Aku akan melukismu lagi dan menciptakan dunia yang lebih baik, tempat kita bisa bersama,” ucapnya dengan semangat baru.

“Terima kasih, Bram. Aku yakin kita bisa melakukannya,” Juan menjawab, dan sosoknya bersinar lebih terang. “Tapi ingat, ada ancaman yang mengintai di dunia ini. Makhluk kegelapan yang ingin menjagaku tetap terjebak di sini.”

“Makhluk kegelapan? Apa maksudmu?” Bram bertanya, rasa takut mulai menggelayuti pikirannya.

“Dia adalah penjaga dunia mimpi. Dia tidak ingin aku bebas karena dia tahu jika aku kembali ke dunia nyata, kekuatanku akan mengancam kekuasaannya,” jelas Juan, nada suaranya serius. “Kita harus berhati-hati.”

"Aku baru tahu, kalau di dunia mimpi ada penguasanya."

"Karena itu Bram, kita harus berjuang bersama, aku ingin bebas dan hidup dalam dunia kamu."

Bram merasakan ketegangan di udara. “Jadi, kita harus berjuang melawan dia juga? Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan,” dia mengakui, merasa belum siap untuk menghadapi ancaman yang mungkin datang.

“Jangan khawatir. Bersama kita bisa menghadapinya. Cinta kita akan memberikan kekuatan yang diperlukan,” Juan meyakinkan, menggenggam tangan Bram dengan lembut. Hanya dirinya yang bisa merasakan sentuhan tangan Juan.

“Sekarang, mari kita mulai!" Ajak Juan.

Bram mengambil kuas dan catnya, berusaha mengalirkan semua perasaannya ke dalam lukisan. Dia mulai melukis latar belakang yang lebih cerah dan penuh kehidupan, menggambarkan dunia tempat dia dan Juan bisa hidup bahagia.

“Lukisan ini harus menggambarkan harapan dan cinta kita,” Bram berkata, fokus pada kanvas. “Aku ingin kamu merasa bebas saat melihatnya.”

“Setiap goresan yang kamu buat adalah langkah menuju kebebasan, Bram,” Juan menambahkan, menghampirinya dari belakang, mengamati setiap detil yang diciptakan Bram dengan penuh minat.

"Aku harus bisa bebaskan dirimu, Juan." Kata Bram dengan antusias.

Saat Bram melukis, dia merasakan kehadiran Juan di sampingnya, memberinya energi dan semangat. Dia menggambar bunga-bunga sakura yang berjatuhan, pohon-pohon anggun, dan langit yang cerah. Setiap warna yang dia pilih seolah mengalir dari hatinya, mengungkapkan keinginan untuk melihat Juan bebas.

Namun, saat mereka tengah asyik, tiba-tiba, suasana berubah. Gelombang angin kencang menyapu ruangan, dan Bram merasakan getaran di kanvas.

“Apa ini?” Bram berteriak, panik.

“Bram, hati-hati! Dia datang!” Juan memperingatkan, wajahnya menunjukkan ketakutan.

Sosok gelap muncul di depan mereka, wajahnya samar dan menakutkan. Dengan cepat Juan berlari di belakang Bram untuk mencari lindungan.

“Kau tidak akan bisa bebaskan, pelukis!” suara mendengung menggema di ruangan. “Dia adalah milikku!”

Bram bergetar, tetapi rasa takut itu segera digantikan oleh tekad. Dengan segala cara dia berusaha untuk melindungi Juan dari cengkraman penguasa kegelapan.

“Aku tidak akan membiarkanmu menghalangi kami!” dia berteriak, berusaha menahan ketakutannya.

Juan berdiri di sampingnya, tatapannya penuh keberanian. “Kita akan melawanmu bersama, kami tidak akan menyerah!”

Dengan keberanian yang baru ditemukan, Bram melanjutkan melukis, menciptakan kekuatan dan keindahan di dalam karyanya, berusaha melawan kegelapan yang mengancam mereka.

“Cinta kami lebih kuat dari apa pun!” ucap Bram, saat dia menambahkan detil terakhir ke dalam lukisan. “Kami tidak akan terpisah!”

"Aku tak akan biarkan Juan, bebas. Tak akan pernah..." Bayangan hitam itu lenyap begitu saja.

Saat dia menyelesaikan lukisan, cahaya terang mengelilingi mereka, dan Bram merasakan kekuatan cinta yang mengalir di antara mereka. Dia tahu bahwa perjuangan mereka baru saja dimulai, dan dia siap menghadapi apa pun demi kebebasan Juan.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel