Ringkasan
Bram, seorang pelukis muda yang terobsesi dengan dunia mistis, melukis seorang putri kerajaan Cina yang muncul dalam mimpinya. Ajaibnya, lukisan itu hidup dan putri kerajaan bernama Juan terjebak dalam dunia mimpi. Bram dan Juan jatuh cinta, tetapi mereka harus menghadapi berbagai rintangan dan bahaya untuk membebaskan Juan dari dunia mimpi. Perjalanan mereka penuh dengan misteri, cinta, cemburu, dan romantisme. Bram harus memilih antara cintanya kepada Juan dan keselamatan dirinya sendiri, sementara Juan harus memilih antara masa lalunya dan masa depannya. Bagaimana kelanjutan kisah cinta Bram dan putri Juan...?
Bab 01. Sekilas Cerita
Udara dingin malam November menerpa wajah Bram, menggigil bukan hanya karena suhu, tapi juga karena getaran aneh yang menjalar di tulang-tulangnya. Di studio kecilnya yang berantakan, dikelilingi oleh kanvas-kanvas setengah jadi dan palet cat yang berlumuran warna-warna gelap, Bram, pemuda berumur 25 tahun dengan mata tajam dan rambut hitam yang sedikit berantakan, tengah bergelut dengan sebuah lukisan baru. Obsesinya dengan dunia mistis, yang terpancar dari setiap goresan kuasnya, begitu kuat. Ia bukan sekadar melukis; ia sedang menerjemahkan mimpi-mimpi surealisnya ke dalam bentuk visual.
Malam ini, mimpinya lebih nyata dari biasanya. Ia terbangun di tengah-tengah hamparan sawah hijau yang luas di bawah langit senja yang dihiasi warna jingga dan ungu. Aroma tanah basah dan bunga sakura memenuhi indranya. Di kejauhan, sebuah istana megah berdiri anggun, atapnya menjulang tinggi seperti naga yang tertidur.
Sebuah sosok muncul dari balik pohon sakura yang bermekaran. Ia adalah seorang wanita muda, cantik luar biasa. Rambutnya hitam legam seperti tinta, dihias dengan jepit rambut yang berkilauan. Kulitnya seputih porselen, matanya sehitam batu obsidian, namun memancarkan cahaya yang lembut dan misterius. Ia mengenakan gaun sutra yang berkilau lembut diterpa cahaya . Gadis itu berjalan mendekat, langkahnya anggun dan penuh keagungan.
"Siapakah kamu?" tanya Bram, suaranya bergetar. Ia merasa takjub dan sedikit takut.
Gadis tersenyum, senyum yang mampu mencairkan es di kutub utara. "Namaku Juan," katanya, suaranya seperti musik gamelan yang merdu. "Aku adalah Putri dari kerajaan Dinasti Ming."
Bram terkesiap. Dinasti Ming? Ia tahu sedikit tentang sejarah Cina, dan ia tahu bahwa Dinasti Ming telah lama berakhir. "Tapi... ini... ini tidak mungkin," gumamnya.
Juan tertawa kecil, suaranya seperti lonceng perak yang berdenting. "Tidak ada yang mustahil dalam dunia mimpi, Bram. Atau mungkin, dalam dunia yang lebih luas dari yang kau bayangkan."
Dia mengulurkan tangannya, jemarinya ramping dan elegan. Bram ragu-ragu sejenak, lalu meraih tangan Juan. Kulitnya terasa dingin, namun sentuhannya begitu lembut dan menenangkan.
"Aku terjebak," kata Juan, suaranya berubah menjadi sedikit sedih. "Terjebak dalam dunia ini, dalam dunia mimpi lukisan."
Bram tercengang. Lukisan? Ia belum pernah melukis wanita ini sebelumnya. "Lukisan? Aku... aku tidak mengerti."
"Kau melukisku dalam mimpimu," jelas Juan. "Dan entah bagaimana, aku terbawa ke dalam kanvasmu. Aku membutuhkan bantuanmu untuk kembali."
Bram merasa jantungnya berdebar kencang. Ini semua terasa begitu nyata, begitu sureal. Ia menatap mata Juan yang dalam, dan ia melihat kesedihan dan harapan yang tercampur di dalamnya.
"Aku... aku akan membantumu," kata Bram, suaranya masih bergetar. "Tapi bagaimana caranya?"
Juan tersenyum tipis. "Itulah yang harus kita cari tahu bersama, Bram. Kita harus memecahkan misteri ini, sebelum terlambat."
Angin berhembus lebih kencang, membawa aroma bunga sakura yang semakin kuat. Cahaya senja mulai memudar, digantikan oleh kegelapan malam.
Namun, Bram tidak merasa takut. Dirinya merasa tertantang, terdorong oleh rasa ingin tahu dan simpati yang mendalam terhadap Putri Juan yang cantik dan misterius ini.
Bram tahu bahwa petualangan yang luar biasa, penuh dengan misteri dan bahaya, baru saja dimulai. Dan di tengah-tengahnya, ada cinta yang mulai tumbuh, di antara seorang pelukis muda dan seorang putri kerajaan yang terjebak dalam kanvas.
Bram berdiri di depan kanvas besar, tangannya gemetar saat memegang kuas. Di depannya, sketsa Putri Juan yang ia buat dari ingatan mimpinya. Wajahnya yang cantik, anggun, dan sedikit melankolis, terpatri jelas dalam benaknya. Ia memulai dengan warna dasar, merah tua yang kaya, seperti gaun sutra yang dikenakan Juan dalam mimpinya.
"Aku harus tepat. Setiap goresan kuas harus sempurna. Ini bukan sekadar lukisan; ini adalah gerbang, sebuah jembatan ke dunia lain."
Ia menambahkan detail-detail kecil, jepit rambut emas yang berkilauan, lipatan-lipatan halus pada gaun sutra, dan tatapan mata Juan yang dalam dan penuh misteri. Setiap goresan kuas terasa seperti sebuah mantra, sebuah doa untuk memanggil kehadiran Juan.
Suara Juan, samar-samar, menggema di ruangan,"Cepat, Bram... Aku merasakannya... Kau hampir sampai..."
Bram tersentak. Ia yakin ia mendengar suara itu. Suara Juan. Ia mengusap keringatnya, jantungnya berdebar-debar. Apakah ia mulai kehilangan akal sehatnya? Atau apakah ini memang nyata?
Ia melanjutkan pekerjaannya, menambahkan detail-detail yang lebih rumit. Lanskap di belakang Juan, sawah hijau yang luas di bawah langit senja yang berwarna jingga dan ungu. Ia menggunakan warna-warna yang berani dan kontras, menciptakan efek dramatis yang memikat.
"Warna-warna ini... mereka terasa hidup. Mereka bergetar... seperti ada energi yang mengalir di dalamnya."
Saat ia melukis bunga sakura di tepi lembah, ia merasakan sensasi dingin yang aneh menjalar di tangannya. Kuas terasa lebih berat dari biasanya. Ia hampir menjatuhkannya.
"Bram... aku bisa merasakanmu... aku bisa melihatmu..."
Bram berhenti melukis. Ia menatap kanvasnya. Lukisan itu tampak berdenyut, warna-warnanya seakan bergeser dan bercampur. Ia melihat bayangan samar-samar di balik lukisan, seperti sosok Juan yang mencoba untuk keluar.
"Ini... ini nyata. Dia benar-benar ada di sana."
Ia kembali melanjutkan pekerjaannya, kali ini dengan rasa takut dan kegembiraan yang bercampur aduk. Ia melukis dengan lebih cepat, lebih berani, lebih penuh semangat. Ia ingin menyelesaikan lukisan ini secepat mungkin, ingin membebaskan Juan dari dunia mimpi.
"Teruskan, Bram... Jangan berhenti... Aku hampir bisa merasakan kebebasan..."
Saat ia menambahkan sentuhan akhir, sebuah kilauan cahaya muncul dari kanvas. Cahaya itu semakin terang, menyinari seluruh ruangan. Bram menutup matanya, merasa terbawa oleh arus energi yang kuat.
"Ini... ini berhasil... Aku telah melakukannya..."
Ketika ia membuka matanya, ruangan itu telah berubah. Cahaya telah mereda, tetapi lukisan itu tampak berbeda. Mata Juan tampak lebih hidup, lebih bercahaya. Dan Bram yakin, ia bisa mendengar napas Juan yang lembut, seperti bisikan angin malam. Ia telah berhasil membuka gerbang, menghubungkan dunia nyata dengan dunia mimpi. Petualangan mereka baru saja dimulai.
Kuas terakhir jatuh ke palet, meninggalkan jejak warna ungu tua di atas kanvas. Bram mundur selangkah, menatap karyanya. Lukisan Putri Juan selesai. Bukan sekadar lukisan, pikirnya, ini adalah jendela. Jendela ke dunia lain.
Cahaya senja menyinari kanvas, membuat warna-warna lukisan tampak lebih hidup dari sebelumnya. Rambut Juan yang hitam legam berkilau, gaun merahnya seakan bergoyang lembut, dan matanya… matanya menatap Bram dengan intensitas yang tak terduga. Bukan sekadar cat, pikir Bram, ini adalah jiwa.
Sebuah getaran halus menjalar di udara, membuat bulu kuduk Bram berdiri. Suhu di studio terasa turun drastis. Ia merasakan hembusan angin dingin yang tak berasal dari jendela yang tertutup rapat. Aroma bunga lotus, aroma yang sama yang ia cium dalam mimpinya, memenuhi ruangan.
"Tidak mungkin... ini... ini nyata," gumamnya, suaranya nyaris tak terdengar. Ia mendekat, tangannya terulur ragu-ragu ke arah kanvas. Jarak antara dirinya dan lukisan itu terasa semakin tipis, seperti selaput tipis yang siap untuk robek.
Tiba-tiba, sebuah suara lembut, seperti bisikan angin, terdengar dari arah lukisan. "Bram..."
Bram tersentak. Ia mundur beberapa langkah, jantungnya berdebar kencang. Ia yakin ia mendengar suara itu. Suara Juan.
"Juan?" bisiknya, suaranya gemetar. Ia menatap lukisan itu dengan mata terbelalak. Mata Juan di dalam lukisan itu berkedip. Perlahan, sangat perlahan, bibirnya bergerak.
"Aku... aku di sini," kata Juan, suaranya lemah, namun jelas. "Aku terjebak."
Bram terpaku. Kata-kata Juan menggema di benaknya. Terjebak? Terjebak di mana? Di dalam lukisan? Pikirannya berputar-putar, mencoba mencerna kenyataan yang tak terduga ini.
Ia mendekati lukisan itu lagi, mengamati setiap detailnya dengan seksama. Ia memperhatikan bahwa warna-warna di sekitar mata Juan tampak lebih hidup, lebih bercahaya daripada bagian lukisan lainnya. Seakan ada energi yang terkonsentrasi di sana.
"Bagaimana... bagaimana kau bisa berbicara?" tanya Bram, suaranya masih gemetar.
"Aku tidak tahu," jawab Juan. "Saat kau menyelesaikan lukisan ini, aku merasakan sebuah perubahan. Aku bisa melihatmu, mendengarmu. Tapi aku tidak bisa keluar."
"Aku akan membantumu," kata Bram, tekad menguat dalam suaranya. "Aku akan menemukan cara untuk membebaskanmu."
Juan tersenyum, senyum yang sedikit sedih. "Aku harap begitu, Bram. Karena aku tidak tahu berapa lama aku bisa bertahan di sini."
Bram memperhatikan lebih lanjut. Ia melihat sebuah pola rumit yang tersembunyi di balik detail-detail lukisan. Pola itu tampak seperti simbol-simbol kuno, yang ia tidak mengenali. Mungkin, pikirnya, ini adalah kunci untuk membebaskan Juan.
Petunjuk pertama dari sebuah misteri yang jauh lebih besar daripada yang pernah ia bayangkan. Petualangan yang penuh bahaya dan misteri telah dimulai. Dan Bram, sang pelukis, adalah satu-satunya yang bisa menyelamatkan Putri Juan yang terjebak dalam kanvasnya.
*****