Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3

Naura memegang milik Niko. Sejujurnya, barang itu tampak lebih besar dari milik suaminya sendiri. Postur tubuh Niko memanglah tinggi dan besar. Cocok sebagai preman yang ditakuti oleh lawan-lawannya. Jadi wajar pula jika pisangnya itu selaras dengan postur tubuhnya itu.

“Mau berapa lama pegang-pegang saja! Bodoh! Gunakan mulutmu. Kau akan menjadi pelacur dan belajarlah mulai sekarang!” kata Niko kasar.

Remuk rasanya mendengar ucapan itu. Hancur sudah harga diri Naura sebagai seorang wanita, seorang istri sekaligus ibu yang selama ini selalu menjaga kehormatan dirinya dan keluarganya.

Kini, di hadapan beberapa orang dalam ruangan itu, di depan suaminya, ia harus melakukan hal yang sangat terkutuk itu; mengulum sesuatu yang bukan milik Kevin.

Naura sudah sering melakukan hal itu. Tapi hanya dengan suaminya. Setiap kali hendak bercinta, Naura selalu memanjakan milik suaminya dengan cara seperti itu.

Ada kesenangan tersendiri bagi Naura. Mungkin berbeda dari kebanyakan wanita lain yang merasa jijik atau enggan untuk mengulum milik suaminya, tapi Naura menyukainya.

Naura suka mencium aroma yang khas dari milik suaminya itu, suka teksturnya saat masuk ke mulut dan ia selalu memainkan itu lama-lama. Tidak jijik. Dan jika suaminya keluar duluan saat di mulut, entah kenapa hal itu menjadi kepuasan tersendiri bagi Naura.

Sehingga, dalam urusan oral seperti itu, Naura sangat jago melakukannya.

Tapi untuk melakukan hal serupa pada milik orang lain, dan saat ia dipaksa seperti itu, entah kenapa Naura merasa mual dan ingin muntah. Bahkan sebelum ia melakukannya.

Naura sugguh-sungguh tak mau. Tapi tak ada pilihan lain.

Dengan segenap rasa sakit di hatinya, dengan segala ketakutan yang masih menghantuinya, Naura mendekatkan bibirnya pada benda besar milik Niko.

Naura memejamkan mata dan menahan nafas, lalu kepalanya mendekat dan melahap ujung benda itu dan mendiamkannya begitu saja. Rasanya asin dan penuh di mulutnya.

Rasa mual kembali melanda. Buru-buru Naura melepaskannya.

“Hoek… hoek…” Naura tak peduli. Rasanya memang membuatnya merasa mual.

Kevin sungguh menangis saat itu. Ia tidak tega dengan penderitaan yang dialami istrinya. Tak terbayang jika Naura tercinta itu harus melayani banyak orang; dilecehkan dan direndahkan serendah-rendahnya.

“Beni, ambilkan air mineral untuknya…” kata Niko yang masih duduk santai dengan miliknya yang terlihat tegap, kokoh, besar dan mendebarkan itu.

Niko sungguh tidak malu meski jika miliknya itu dilihat oleh anak buahnya. Bahkan ia tak malu untuk bercinta di depan anak buahnya.

Beni segera mengambil sebotol air dan menyodorkannya kepada Naura.

Sebetulnya Naura tak sudi mengambil apapun yang diberikan oleh orang-orang itu. Tapi ia mual dan ia butuh air.

Naura segera menenggak beberapa teguk. Air itu sungguh membantu; meredam rasa mualnya. Dan setidaknya dia sudah tidak menangis seperti sebelumnya meski matanya masih memerah dan berair.

“Lakukan lagi, Ibu Naura. Sampai aku puas. Percuma saja beralasan. Kau tak bisa mengelak dan aku akan tetap menunggumu. Semakin kau menunda, semakin kau rugi sendiri karena hal ini tak akan lekas selesai. Suamimu juga akan lama tersiksa di sana!” kata Niko.

Naura pada akhirnya berpikir demikian; lebih cepat memang lebih baik. Naura paham betul seluk beluk senjata itu, berdasarkan pengalamannya bersama suaminya. Dan ia berpikir jika semestinya semua milik lelaki itu mirip-mirip; tak akan bisa keluar benihnya jika hanya dikulum.

Jadi untuk bisa membuat benih itu keluar cepat, maka Naura harus pula menggunakan tangan dan lidahnya sedemikian rupa, memberikan gerakan-gerakan tertentu yang membuat lelaki mudah mencapai kenikmatan.

Intinya, semakin cepat semakin baik.

Maka Naura menarik nafas dalam-dalam, menghembuskannya perlahan, berusaha menenangkan diri. Ia juga berpikir, jika ia menangis, barangkali lelaki brengsek itu juga tak akan lekas sampai pada puncak kenikmatan.

Ya, meskipun hal itu tak sepenuhnya berhasil, tak sepenuhnya bisa melenyapkan ketakutannya, kemarahannya dan ketidakrelaannya, namun tetap lebih mendingan dari sebelumnya.

Naura kembali memandangi milik Niko yang masih tegap berdiri itu. Kadang-kadang berdenyut dan bergerak-gerak naik turun menandakan jika dia sudah sangat ereksi.

Memang keras. Naura masih teringat saat tadi ia menyentuh daging tak bertulang itu dan juga saat ia memasukkannya ke dalam mulut. Lumayan sulit. Bukan lumayan lagi, memang sulit sebab mulutnya penuh. Milik suaminya tidak sebesar dan sepanjang itu sehingga ia bisa membenamkan senjata milik suaminya sampai pangkalnya.

Kevin selalu suka jika Naura melakukan itu. Tapi jika milik Niko yang ia telan hingga sampai pangkalnya, tak terbayang betapa penuh kerongkongannya itu. Mungkin malah akan membuatnya ingin muntah lagi. Atau tak bisa bernafas.

Jadi satu-satunya jalan keluar hanya dengan menggunakan bibir dan lidah, serta tangannya yang bergerak memijit benda itu naik dan turun dengan tempo cepat.

Itu yang Naura pikirkan.

Lalu ia kembali mendekat, sedikit jongkok di antara paha Niko dan ia mulai memegang benda besar itu, meremasnya perlahan tapi tidak menekan sampai membuat Niko kesakitan. Hanya pijitan lembut yang sudah pasti disukai kaum lelaki.

Mula-mula Kevin memang memperhatikan istrinya; merasai kesedihan yang mungkin jauh lebih sedih ketimbang yang dirasakan oleh Naura.

Ya, Kevin merasa sangat bersalah dan gagal menjadi seorang suami sempurna untuk istrinya, gagal menjadi seorang ayah yang hebat untuk anaknya.

Semua itu memang berawal dari semua kasalahannya. Jika Naura merasa hancur, maka Kevin merasa lebih hancur lagi. Ia tak sanggup melihat dan memilih untuk memejamkan mata. Rasa-rasanya, saat itu ia ingin menjadi orang buta dan tuli saja.

Naura mulai menggerakkan tangannya menggenggam benda itu naik dan turun. Perlahan. Sambil mempersiapkan mentalnya untuk memasukkan kembali benda itu ke dalam mulutnya, memainkan lidah dan bibirnya agar lelaki brengsek itu lekas mencapai klimaksnya.

Naura menarik nafas dalam-dalam, memejamkan mata, untuk sesaat, lalu ia mulai memasukkan lagi milik Niko ke dalam mulutnya.

Jantung Naura berdegub kencang saat ia merasai lagi benda dengan ujung yang terasa asin itu ke dalam mulunya. Hanya masuk bagian kepalanya saja.

Segala rasa jijik ia tepiskan demi mempercepat proses menjijikkan yang harus ia lewati pada hari itu. Demi nyawa sang suami tercinta.

‘Aku bisa… aku bisa melakukan ini. Kau harus selamat, Mas…’ ucap Naura dalam hati.

Maka Naura mulai melakukan seperti apa yang biasanya ia lakukan kepada suaminya. Lidahnya bermain dengan lincah membelai lembut bagian kepala botak senjata Niko.

“Oughhhh!!! Benar begitu, Naura sayang. Kau jago juga ternyata. Sudah kuduga… ya… nikmat… sambil kocok lebih cepat…” kata Niko yang mulai menikmati permainan itu.

Anak buah Niko hanya bisa menelan ludah. Mereka pun ingin dan berharap mendapatkan giliran.

Sementara Kevin tetap memilih untuk menutup mata. Tidak sanggup melihat adegan pelecehan yang dialami oleh istrinya itu. Tapi telinganya mendengar suara Niko yang tampak menikmati hal itu.

Sepuluh menit berlalu. Niko terus berkata-kata dengan kalimat yang provokatif. Ia sengaja ingin memanas-manasi Kevin selain memang permainan mulut dan tangan Naura sungguh tidaklah buruk. Tak kalah dengan pelacur professional.

Tentu saja, sebab Naura menyukai permainan semacam itu bersama suaminya.

Di keseharian, dalam seminggu, Naura bercinta dengan suaminya sebanyak tiga hingga empat kali. Lebih seringnya hanya tiga kali dalam seminggu.

Tapi hampir di setiap malam, jika Kevin terlihat capek, Naura selalu meminjam milik suaminya itu untuk ia kulum. Ia mendapatkan kepuasan tersediri. Mungkin kelainan. Entahlah. Ia hanya senang dan puas saja memainkan milik suaminya dan ia juga menikmati ekspresi serta lenguhan suaminya saat mendapatkan kenikmatan puncak.

Tapi saat itu Naura benar-benar mulai frustasi saat milik Niko tak lekas keluar. Biasanya delapan hingga sepuluh menit di mainkan dengan mulut dan lidah, serta dikocok cukup cepat, lelaki akan memuntahkan laharnya.

‘Kenapa dia kuat sekali… agghhh… mulutku sudah mulai lelah…’ ucap Naura dalam hati.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel